JAKARTA – Pembangunan tanggul laut di Pantai Utara (Pantura) Jawa dinilai akan sia-sia karena tidak menjawab akar permasalahan yang ada. Anggota Bidang Politik Sumber Daya Alam (SDA) Lembaga Hikmah dan Kebijakan Publik (LHKP) PP Muhammadiyah Parid Ridwanuddin mengatakan, dalih pembangunan tanggul laut raksasa untuk mencegah kenaikan permukaan laut adalah salah kaprah.
Pasalnya, kondisi Pantura Jawa telah mengalami beban ekologis yang sangat berat akibat kebijakan-kebijakan di masa lampau yang menjadikan wilayah tersebut sebagai kawasan ekonomi.
Hal tersebut, ujar Parid, tercermin dari banyaknya industri di kawasan Pantura Jawa yang menyebabkan percepatan penurunan muka tanah.
Di satu sisi, perubahan iklim membuat situasi di kawasan Pantura menghadapi kenaikan permukaan air laut yang parah. Kedua faktor tersebut menjadi beban ganda.
Parid menuturkan, alih-alih membangun tanggul laut, pemerintah seharusnya mengevaluasi berbagai kebijakan yang menyebabkan beban ekologis di Pantura Jawa. Jika permukaan laut semakin meninggi akibat krisis iklim dan muka air tanah semakin menurun, Parid menyampaikan kehadiran tanggul laut akan tidak berfungsi.
“Jadi walaupun tanggul laut dibangun, tetapi tidak ada koreksi terhadap kualitas tata ruang, pilihan pembangunan tanggul laut akan sia-sia,” kata Parid, Sabtu (1/2/2025).
Dia menambahkan, berbagai kebijakan saat ini juga mengindikasikan tidak pernah ada evaluasi yang serius terhadap pilihan pembangunan dan politik tata ruang di Pantura Jawa.
Di sisi lain, kehadiran tanggul laut juga akan menimbulkan beban ekologis tambahan kepada wilayah pesisir. Contohnya kerusakan ekosistem dan terumbu karang. Selain itu, kehadiran tanggul laut juga akan menggusur nelayan dan membuat mereka semakin sulit mengakses penghidupannya.
Parid berujar, pembangunan tanggul laut juga menjadi praktik maladaptasi terhadap krisis iklim yang terjadi.
“Harusnya kalau kita membicarakan soal adaptasi krisis, itu harus berbicara kepada apa yang disebut dengan prinsip keadilan iklim,” ujarnya.
Prinsip keadilan iklim tersebut salah satunya adalah pengakuan yang mengakui hak-hak nelayan sekaligus melibatkan mereka dalam proses pengambilan kebijakan.
“Selama ini kita enggak pernah melihat dalam persoalan-persoalan yang terkait prinsip iklim itu nelayan dilibatkan,” jelasnya.
Tanggul Laut 700 Km, dari Banten sampai Jawa Timur
Kepada Bergelora.com di Jakarta dilaporkan sebelumnya, Utusan Presiden Bidang Iklim dan Energi Hashim Djojohadikusumo menyampaikan, Presiden Prabowo Subianto telah memutuskan untuk membangun tanggul laut raksasa sepanjang 700 kilometer (km) dari Banten sampai Jawa Timur. Hal tersebut disampaikan Hashim dalam acara bertajuk ESG Sustainable Forum 2025, di Jakarta, Jumat (31/1/2025).
“Pemerintah Prabowo sudah memutuskan untuk melaksanakan beberapa program, termasuk pembangunan tanggul laut raksasa sepanjang 700 km dari Banten sampai Jawa Timur,” ucap Hashim, sebagaimana dilansir Antara.
Program tersebut, kata Hashim, bertujuan untuk melindungi sawah-sawah yang terletak di sisi pantai utara Pulau Jawa.
Ia menyoroti kekhawatiran masyarakat ihwal peristiwa pagar laut, di mana para nelayan merasa terancam dengan kenaikan permukaan laut.
“Ini semua disebabkan oleh masalah perubahan iklim,” ucapnya.
Hashim memaparkan, tanggul laut raksasa tersebut sudah mulai dirancang sejak 1994 di era pemerintahan Presiden Ke-2 Soeharto alias masa Orde Baru (Orba).
Dia menuturkan, kala itu pemerintah sudah melihat ancaman berupa kenaikan permukaan laut. Akan tetapi, belum tereksekusi hingga saat ini.
Hashim memperkirakan proyek pembangunan tanggul laut raksasa tersebut akan memakan waktu yang cukup lama, yakni 10–20 tahun.
Menurut dia, tidak ada gunanya membuat food estate di Kalimantan atau Papua, apabila jutaan lahan sawah terbenam karena ditutup oleh air laut yang naik.
Oleh karena itu, Hashim mengajak masyarakat untuk turut mendukung pembangunan tanggul raksasa tersebut.
“It’s never too late (tidak pernah terlambat) bagi kita untuk bertekad melindungi jutaan hektare lahan sawah yang paling produktif dan paling subur. Itu terletak di pantai utara Pulau Jawa,” ucap Hashim.
Sebelumnya, Presiden Prabowo Subianto meminta jajarannya untuk mengkaji pembangunan tanggul laut raksasa yang membentang dari Jakarta sampai Cirebon sebagai Program Strategis Nasional (PSN) Tahun 2025.
Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto menjelaskan arahan tersebut berdasarkan hasil rapat internal yang dipimpin Presiden Prabowo Subianto tentang pengembangan kawasan ekonomi khusus (KEK) dan penyelesaian PSN tahun 2024–2025.
Airlangga menjelaskan, nantinya pembangunan tanggul laut raksasa Jakarta–Cirebon tersebut akan terhubung dengan tanggul pengendali banjir dan rob di Tambaklorok, Semarang, Jawa Tengah yang sudah dibangun.
Dalam pembangunan tanggul laut raksasa Jakarta–Cirebon, Presiden memberi arahan untuk disiapkan dengan pembiayaan skema Kerja Sama Pemerintah dan Badan Usaha (KPBU).
Tanggul laut raksasa ini, kata Airlangga, masuk dalam daftar PSN Tahun 2025 sebagai upaya mewujudkan ketahanan energi dan pangan. (Calvin G. Eben-Haezer)
MALAH BAKAR DUIT..! Tak Jawab Akar Masalah, Tanggul Laut 700 Km, dari Banten sampai Jawa Timur Bakal Sia-sia
