JAKARTA- Sejak terjadinya insiden Cost Guard China deng Kapal Hiu, telah terjadi silang pendapat para ahli hukum laut tentang kewenangan penegakan hukum di Zona Ekslusif Ekonomi (ZEE). Agar tidak salah bersikap, para pejabat yang berwenang perlu pelajari lagi UNCLOS (United Nations Convention on Law of The Sea) 1982 dan Undang-undang No 17/2008 tentang Pelayaran. Demikian, kepala Badan Intelijen Strategis (BAIS) 2011-2013Laksda TNI (Purn) Soleman B. Ponto kepada Bergelora.com di Jakarta, Senin (4/4)
Kementerian Kelautan dan Perikanan dan Kementerian Luar Negeri menganggap bahwa kapal Indonesia menangkap kapal penangkap ikan milik China di ZEE, sudah bertindak sesuai UNCLOS dan Undang-undang yang berlaku.
“Sepertinya, para pejabat di kedua Kementerian ini perlu pelajari lagi UNCLOS dan Undang-undang No 17/2008,” ujarnya.
Ia menjelaskan bawa ada pendapat bahwa Unclos tidak mengatur dengan jelas siapa yang dimaksud dengan Kapal Pemerintah atau kapal Negara. Ada juga yang berpendapat bahwa UNCLOS tidak mengatur dengan jelas siapa penegak hukum di ZEE.
“Untuk menjawab pertanyaan itu mari kita baca UNCLOS khususnya yang mengatur ZEE dan aturan perundangan Indonesia yang terkait,” katanya.
Ia mengingatkan, article 45 UNCLOS mengatur bahwa di ZEE berlaku rezim pelayaran lintas damai. Untuk itulah setiap negara pantai harus dapat menjaga keamanan dan keselamatan pelayaran di ZEE.
“Untuk menjaga keamanan dan keselamatan pelayaran ZEE Indonesia, pemerintah telah membuat Undang-undang 17/2008 tentang Pelayaran,” ujarnya.
Pada Article 56 UNCLOS, konvensi memberikan hak berdaulat kepada negara pantai untuk melakukan eksplorasi dan exploitasi sumda alam hayati non hayati di ZEE. Pada Article 73 UNCLOS memberikan kewenangan kepada negara pantai untuk menegakan hukum atas pelanggaran yg terjadi di ZEE.
“Pada Article 111 UNCLOS mengatur bahwa penegakan hukum di ZEE hanya dapat dilakukan oleh Kapal Perang dan Kapal Negara,” ujarnya.
Ia kemudian melanjutkan bahwa dalam Undang-undang 17/2008 tentang Pelayaran Pasal 277 dan 278 mengatur tentang tugas KPLP (Kesatuan Penjaga Laut dan Pantai)
“Sedangkan Pasal 279 Ayat 1 Undang-undang 17/2008 tentang Pelayaran mengatur bahwa Kapal Negara Indonesia adalah Kapal-kapal KPLP,” jelasnya.
Ia menegaskan lagi, menurut UNCLOS dan aturan perundangan Indonesia maka dapat disimpulkan bahwa status Kapal Negara hanya disandang oleh kapal-kapal KPLP.
“Dengan demikian Kapal Hiu tidak berstatus Kapal Negara. Jadi Kemlu keliru bila beranggapan bahwa Kapal Hiu adalah Kapal Negara,” ujarnya.
Karena tidak berstatus Kapal Negara maka Kapal Hiu tidak memiliki kewenangan untuk menegakan hukum berupa penangkapan kapal ikan di ZEE. UNCLOS mengatur dengan jelas bahwa penegakan hukum di ZEE hanya dapat dilakukan oleh Kapal Negara yang di Indonesia adalah KPLP dan KRI.
“Jadi pandangan bahwa Unclos tidak mengatur dengan jelas siapa penegak hukum di ZEE adalah keliru,” tegasnya.
Kapal Negara adalah kapal yang ditentukan oleh masing-masing negara dengan tanda-tanda yang jelas dengan tugas untuk menjaga keamanan dan keselamatan pelayaran serta melakukan tindakan hukum atas semua pelanggaran hukum yang terjadi di ZEE.
“Tugas Kapal Hiu bila di ZEE dapat dilaksanakan oleh KPLP dan KRI,” jelasnya. (Web Warouw)