KUPANG- Partai Hijau Australia mendukung penuh gugatan “Class Action” petani rumput laut Indonesia asal Nusa Tenggara Timur terhadap petaka tumpahan minyak Montara di Laut Timor pada 2009.
“Tindakan class action para petani rumput laut dari Indonesia itu adalah sesuatu yang fantastis untuk dilihat,” kata Senator Rachel Siewert, anggota Partai Hijau Australia dalam pernyataan persnya melalui surat elektroniknya yang diterima Yayasan Peduli Timor Barat (YPTB) di Kupang, beberapa hari lalu.
YPTB pimpinan Ferdi Tanoni inilah yang mengadvokasi 13.000 petani rumput laut Indonesia asal NTT setelah lebih dari tujuh tahun memperjuangkan hak-hak masyarakat rumput laut di persisir Nusa Tenggara Timur yang terkena dampak dari tumpahan minyak terburuk dalam sejarah industri perminyakan di lepas pantai Australia itu.Â
Kepada Bergelora.com dijelaskanm, Daniel Sanda, petani rumput laut asal Pulau Rote, NTT yang mewakili lebih dari 13.000 petani rumput laut Indonesia itu yang mendaftar gugatan “Class Action” di Pengadilan Federal Australia di Sydney pada 3 Agustus 2016.
“Setelah tujuh tahun kami berjuang, baru hari ini kami diterima oleh Pengadilan Federal Australia di Sydney untuk mendaftarkan gugatan secara ‘class action’ kepada perusahaan pencemar PTTEP Australasia yang mengelola kilang minyak Montara itu,” kata Ketua Tim Advokasi Petani Rumput Laut NTT Ferdi Tanoni ketika itu.
Senator Rachel Siewert mengatakan, “Saya telah berkomitmen untuk melihat keadilan bagi mereka yang terkena dampak karena petaka tumpahan minyak Montara, yang terjadi tujuh tahun lalu, seperti sebuah gejolak seumur hidup yang dirasakan oleh penduduk pesisir di Indonesia”.
Rachel Siewert, wanita tangguh dari Partai Hijau Australia yang baru terpilih kembali dalam Pemilu Australia itu sempat mengunjungi dan berdialog dengan para petani rumput laut di Tablolong, Kecamatan Kupang Barat, Kabupaten Kupang, NTT pada Februari 2014 bersama Ferdi Tanoni dan Bupati Kupang Ayub Titu Eki.
“Setelah mengunjungi para petani rumput laut dan nelayan di Timor Barat-Indonesia, saya telah mendengar langsung berbagai keluhan dan kekhawatiran mereka tentang dampak dari tumpahan minyak Montara terhadap kehidupan sosial ekonomi petani rumput laut, nelayan dan ekonomi lokal,” ujarnya.
Siewert mengatakan tumpahan minyak berlangsung selama lebih dari 10 minggu dan (berdasarkan perkiraan perusahaan) telah menumpahkan lebih dari 4,5 juta liter minyak ke Laut Timor.
“Jelas bahwa tumpahan minyak Montara itu berakhir di perairan Indonesia dan sejak itu nelayan Indonesia dan petani rumput laut mengeluhkan dampak pada mata pencaharian mereka dan kerugian ekonomi yang signifikan,” katanya.
Ia menambahkan, “Sangat penting bagi kita untuk mengatasi masalah ini dan saya berharap tindakan gugatan Class Action menawarkan solusi bagi petani rumput laut, nelayan dan masyarakat Indonesia”.Â
Ferdi Tanoni yang ditemui wartawan di Kupang, pada hari Minggu (14/08) mengatakan dukungan Partai Hijau Australia itu menunjukkan bahwa kasus pencemaran minyak di Laut Timor akibat meledaknya kilang minyak Montara pada 21 Agustus 2009, telah membawa dampak negatif terhadap kehidupan sosial ekonomi masyarakat di wilayah pesisir di NTT.
“Senator Siewert turun langsung ke lokasi terdampak dan berdialog dengan para petani rumput laut dan nelayan di Timor Barat, sehingga beliau ikut merasakan apa yang dirasakan para petani rumput laut dan nelayan setempat yang terkena dampak tumpahan minyak Montara tersebut,” ujarnya.
“Saya optimistis perjuangan panjang para petani rumput laut itu akan mendapat dukungan penuh dari banyak pihak, seperti yang ditunjukkan oleh Partai Hijau Australia itu,” demikian Ferdi Tanoni. (Leo)