Sabtu, 26 Juli 2025

TEPAT…! Soal Reshuffle, Seknas Jokowi: Jangan Ganggu Hak Prerogatif Presiden

Sekjen Seknas Jokowi, Dedy Mawardi. (Ist)

JAKARTA- Seknas Jokowi mengingatkan, sesuai konstitusi UUD 1945, seorang presiden memiliki hak istimewa penuh untuk menyusun para pembantunya. Demikian Dewan Pimpinan Nasional, Sekretaris Jenderal Seknas Jokowi, Dedy Mawardi

“Presiden Jokowi punya hak prerogratif yang diatur oleh konstitusi dalam urusan memilih dan mengangkat menteri. Jangan ganggu hak Prerogatif presiden,” ujar Sekjen Seknas Jokowi, Dedy Mawardi kepada Bergelora.com di Jakarta, Jumat (3/5).

Dedy Mawardi menegaskan semua pihak, baik lembaga maupun individu, wajib menghormati hak konstitusional itu.

“Mari kita semua wajib memberikan keleluasaan kepada Presiden untuk menggunakan hak prerogatifnya tanpa intervensi siapapun dan dari manapun. Kita hanya bisa memberi masukan yang positif sebagai bahan pertimbangan”, tegasnya.

Dipenghujung masa bakti  Kabinet Kerja I Presiden Jokowi berakhir tahun 2019, isu perombakan kabinet (reshuffle) sudah muncul ke permukaan. Isu reshuffle ini kian kencang pasca pertemuan Jokowi dengan Agus Harimurti Yudhoyono (AHY). Bahkan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) sudah angkat bicara soal reshuffle. KPK ingatkan Presiden untuk tidak memilih calon menteri yang bermasalah dengan hukum, khususnya korupsi, dengan alasan penegakan hukum dan keadilan.

“Meski bukan merupakan keharusan, sebaiknya peringatan KPK itu dimaknai sebagai ‘masukan’ kepada Presiden ketika harus menyeleksi nama-nama yang layak duduk di kabinet pemerintahan Jokowi periode  2019-2024,” ujarnya.

Sebelumnya, Kepala Staf Kepresidenan Moeldoko bicara soal wacana perombakan (reshuffle) menteri yang berpotensi memiliki masalah hukum. Moeldoko menyebut reshuffle menteri yang berpotensi punya masalah hukum akan dilakukan dengan merujuk kasus eks Menteri Sosial (Mensos) Idrus Marham. Namun Moeldoko menyatakan reshuffle tidak menunggu status tersangka.

“Status itu yang nanti akan menentukan,” ujar Moeldoko saat ditemui di Istana Negara, Jakarta, Jumat (3/5/2019).

“Ya saya pikir itu. Sama dengan kemarin kan, Pak Idrus begitu ada statusnya begitu, ada langkah-langkah,” imbuhnya.

Bahkan, Moeldoko menyebut reshuffle dilakukan tak hanya mempertimbangkan status tersangka. Penegasan itu ia sampaikan ketika wartawan menanyakan lebih jauh ‘apakah reshuffle baru dilakukan ketika seorang menteri sudah ditetapkan sebagai tersangka?’

“Ya nunggu statusnya yang jelas, bukan nunggu tersangka (terus di-reshuffle), nunggu statusnya yang jelas dulu. Nunggu statusnya seperti apa sih,” terangnya.

Namun Moeldoko menegaskan reshuffle belum menjadi agenda presiden. Jokowi, sebut dia, tengah fokus menyelesaikan masa kerjanya.

“Yang jelas belum dibicarakan, maksudnya belum jadi agenda presiden. Jadi masih dilihatlah itu situasinya. Belum diutamakanlah. Utamanya Presiden menekankan bahwa bekerja dengan baik dalam sisa waktu yang ada,” papar Moeldoko.

Moeldoko sebelumnya mengutip pernyataan Jokowi soal perombakan kabinet bisa dilakukan tergantung kondisi. Dia kemudian menyinggung soal proses hukum yang saat ini sedang berlangsung.

“Perombakan kabinet ya presiden sudah mengatakan bisa iya bisa tidak, kita lihat kepentingannya. Intinya, kita semuanya berharap jangan sampai terjadi karena waktu kerja kita kan beberapa bulan. Tetapi sekali lagi kalau sudah persoalan hukum, presiden selalu tidak mau intervensi tentang itu. Tergantung dari berprosesnya, apa yang terjadi sekarang ini,” ujar Moeldoko di gedung Bina Graha, Jakarta Pusat, Kamis (2/5). (Web Warouw)

Artikel Terkait

Stay Connected

342FansSuka
1,543PengikutMengikuti
1,120PelangganBerlangganan

Terbaru