JAKARTA- Bergulirnya usul revisi Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (KPK) menimbulkan banyak penolakan dari berbagai pihak. Rencananya Sidang Paripurna DPR-RI, Kamis (18/2) akan membahas dan memutuskan rencana revisi tersebut.
“Dalam menguatkan KPK nantinya dibutuhkan 300 orang sebagai penyidik, dan penyidik tersebut dibagi menjadi per wilayah yaitu barat, tengah dan timur. Karena korupsi tidak hanya di pusat di Jakarta tapi di seluruh wilayah di Indonesia,” demikian pengamat hukum dan ahli tata negara, Margarito Kamis dalam Dialog Kenegaraan dengan narasumber Wakil Ketua Badan Akuntabilitas Publik, Novita Anakotta, Anggota DPD RI asal Provinsi Maluku Utara, Matheus Stefi Pasimanjeku, Anggota DPR RI Fraksi Gerindra dan Martin Hutabarat di Gedung DPD RI, Jakarta, Rabu (17/2).
Senator asal Maluku Novita Anakotta secara jelas menolak revisi UU KPK khususnya di pasal yang menyangkut penyadapan. Dalam revisi itu, penyadapan yang akan dilakukan KPK harus seizin dewan pengawas.
“Kehadiran KPK itu jelas dan buah reformasi, dan lewat penyadapan itu banyak sekali ditangkap para koruptor,” ujar Novita.
DPD menolak revisi Undang-Undang tersebut jika hanya akan melemahkan KPK dan mendukung jika itu untuk menguatkan KPK.
“Menyangkut revisi UU KPK bisa saja tapi harus menguatkan KPK apabila revisi itu menguatkan tentu akan didukung,” tegas Matheus Stefi Senator dari Maluku Utara.
Martin Hutabarat juga mengamini pernyataan Novita bahwa kekuatan KPK yang terbesar adalah penyadapan. Sebagian besar narapidana korupsi yang berhasil terjerat hukum adalah karena penyadapan. Martin mengatakan DPR tidak boleh mengabaikan aspirasi masyarakat. Ia mengklaim ada sekitar 50.000 orang yang menolak revisi UU KPK.
“Sama seperti DPD yang lahir dari era reformasi, KPK dianggap sangat perlu untuk dikuatkan. Indonesia jauh dari kemajuan karena korupsi, untuk itulah dibentuk badan anti korupsi seperti KPK yang khusus menangani masalah korupsi,” tegas Martin.
Timing untuk merevisi UU KPK tidak tepat, karena masih banyak RUU prolegnas di tahun ini yang juga harus dikedepankan.
“Sikap kami juga tegas menolak revisi UU KPK entah Fraksi yang lain, dari sekian RUU Prolegnas 2016 yang perlu dikebut banyak tetapi kenapa getol sekali mau merevisi itu,” ungkap Martin Hutabarat. (Web Warouw)