JAKARTA- Campur tangan pemerintah ke dalam urusan internal partai-partai politik telah sedemikian jauh dan membahayakan keberlangsungan politik yang sehat. Forum Mubarok Center And Marzuki Alie Connection menyerukan agar pemerintah menarik diri dari intervensi dinamika internal partai politik dan fokus menjalankan administrasi pemerintahan yang transparan dan akuntabel.
“Kehidupan Demokrasi kita sedang terancam. DPR yang semakin lemah ataupun dilemahkan melalui aspek administratif Partai Politik, memanfaatkan tangan kekuasaan Menteri Hukum adalah buruk bagi demokrasi. Demokrasi sehat bila mekanisme check and balance berjalan,” demikian Ketua DPR-RI 2009-2014, Marzuki Alie kepada Bergelora.com di Jakarta, Jumat (5/2).
Menurutnya usia pemerintahan Joko Widodo-Jusuf Kalla sudah lebih dari satu tahun sejak dilantik 20 Oktober 2014, namun demikian berbagai kebijakan yang telah dikeluarkan oleh pemerintahan ini belum dirasakan manfaatnya oleh rakyat.
“Bahkan bangsa ini seolah semakin terpuruk terperosok menuju jurang kehancurannya (point of no return). Hampir bisa dipastikan semua matra lembaga kekuasaan tinggi negara mulai dari Eksekutif, Legislatif dan Judikatif tidak menunjukkan kinerjanya yang berpihak pada rakyat dan berorientasi pada kemajuan bangsa. Masing-masing bekerja tanpa visi dan missi yang jelas dan hanya berorientasi pada kepentingan jangka pendek dan sesaat,” ujarnya.
Saat ini menurutnya, ketiga lembaga kekuasaan tinggi itu seharusnya lebur jadi satu kekuatan yang sinergis kolegial dalam membangun kesejahteraan dan kedaulatan bangsa.
“Yang terjadi justru mereka saling sandera dan menjegal. Ketiganya saling tidak percaya pada yang lainnya. Eksekutif mencurigai Legislatif. Legislatif mencurigai Judikatif. Begitu sebaliknya,” jelasnya.
Dengan demikian menurut Marzuki Alie, korbannya rakyat semakin meradang dan sekarat. Kemiskinan semakin merata. Kejahatan dan prilaku kriminal semakin tidak mengenal waktu, tempat dan usia. Daya beli masyarakat semakin anjlok. Pengangguran semakin meningkat.
“Pada saat yang bersamaan korupsi berlangsung dan terjadi pada hampir setiap level kekuasaan. Penegakan hukum di negara hukum justru menjadi terhukum. Kebodohan dan pembodohan berlangsung secara simultan dan terus menerus,” jelasnya.
Media informasi menurutnya seharusnya berkontribusi besar bagi mencerdaskan kehidupan anak bangsa berlaku sebaliknya. Namun, tuntutan rating dan market lebih kuat dibanding dorongan idealisme.
“Kepentingan politik pemilik modal semakin memasung impian idealisme media memberikan informasi yang mencerdaskan dan mencerahkan,” katanya.
Bangsa ini menurutnya secara de jure sudah mendeklarasikan kemerdekaannya dari penjajahan kolonial 71 tahun silam, meski secara de facto belum. Bahkan saat ini penjajahan yang dialami oleh bangsa ini semakin sadis dan brutal. Kalau pada masa penjajahan kolonial yang dihadapi sebagai musuh para tentara Jepang dan Belanda. Kini musuhnya semakin lengkap dan komplikatif. Jepang, Belanda bersama negara asing lainnya tetap menjajah bangsa ini dengan kebudayaan dan teknologinya.
“Kemiskinan dan kebodohan semakin menyuburkan penjajahan. Hasilnya sunguh dahsyat. Konsumtif, pragmatis, hedonis, permisif, hipokrit, prejudis, apatis adalah sederet penyakit yang mewabah menjangkit berbagai kalangan masyarakat dari berbagai strata dan usia,” jelasnya.
Marzuki Alie juga mengkritik liberalisme, fundamentalisme, nihilisme dan radikalisme yang semakin ganas meracuni otak anak bangsa. Prostitusi, aborsi, narkoba, pedofilia, violence, human traficking, dan korupsi menjadi warna dominan dalam kehidupan bangsa.
“Sungguh tidak mudah mengurus dan menata bangsa ini. Mentalitas yang rapuh. Moralitas yang lusuh. Loyalitas yang semu. Karakter identitas diri yang ambigu. Semakin membuat absurd tatanan wajah bangsa,” katanya. (Web Warouw)