JAKARTA- Komite I DPD RI menilai RUU Pengelolaan Wilayah Perbatasan perlu diprioritaskan pembahasannya karena tingginya potensi ancaman pertahanan keamanan di daerah perbatasan. Hal tersebut tertuang dalam Rapat Dengar Pendapat (RDP) Komite I DPD RI dengan Pangdam IX/Udayana Mayjen Kustanto Widiatmoko, Kasdam XII/Tanjungpura Brigjen Achmad Supriyadi, dan Kasdam XVII/Cendrawasih Brigjen Herman Asaribab, di Senayan Jakarta, Rabu (15/6).
Ketua Komite I Akhmad Muqowam mencermati bahwa terdapat banyak permasalahan yang berkaitan dengan daerah perbatasan, mulai dari tumpang tindih kewenangan pengelolaan perbatasan dan persoalan ekonomi. Untuk itu, perlu adanya regulasi khusus yang menangani hal tersebut yaitu RUU tentang Pengelolaan Wilayah Perbatasan.
“Negara harus tegas dalam menjaga pertahanan keamanan di wilayah perbatasan, oleh karena itu harus ada regulasi khusus dalam mengelola kawasan perbatasan seperti RUU Pengelolaan Wilayah Perbatasan yang sedang digodok Komite I DPD RI dan segera rampung. Kami harapkan dapat masuk menjadi Prolegnas prioritas 2017,” ujar Muqowam.
Dalam menyusun RUU ini, Komite I sebelumnya sudah mengadakan Expert Meeting dengan para ahli, RDP dengan pakar, Rapat kerja dengan Menteri Dalam Negri dan Dirjen Otda hingga Panglima TNI untuk mengumpulkan berbagai isu dan penguatan materi dalam menggodok RUU tentang Pengelolaan Kawasan Perbatasan.
Pangdam IX/Udayana, Mayjen Kustanto Widiatmoko mengeluhkan tentang minimnya anggaran serta sarana dan prasarana dalam menjaga pos daerah perbatasan. Meski demikian, TNI tetap melaksanakan tugasnya semaksimal mungkin yaitu menegakan pertahanan keamanan dan kedaulatan dan keutuhan NKRI.
Terkait keamanan wilayah perbatasan dengan Timor Leste, Kustanto menambahkan, akan sangat berpotensi terjadinya konflik sosial karena yang disitu bersingungan dengan adanya potensi kegiatan ekonomi diidentifikasi akan menimbulkan konflik sosial.
“Pos lintas batas antara RI-Timor Leste saat ini sedang dibangun, tapi harusnya diikuti pula dengan pembangunan secara ekonomi masyarakat di daerah perbatasan supaya tidak terjadi ketimpangan,” lanjutnya.
Dalam kesempatan itu, Senator Jawa Tengah Akhmad Muqowam setuju dengan pernyataan Pangdam Udayana mengenai perlunya pendekatan ekonomi dan kesejahteraan di daerah perbatasan.
“Menarik ini, jangan sampai pos lintas batas (PLB) dibangun bagus tapi kondisi ekonomi di sekitar ekonomi tidak terbangun, perlu pendekatan pembangunan ekonomi oleh pemerintah daerah disitu,” katanya.
Lain hal di Kalimantan Barat (Kalbar) yang berbatasan langsung dengan Malaysia. Kasdam XII/Tanjungpura, Brigjen Achmad Supriyadi menjelaskan permasalahan yang banyak terjadi di wilayahnya adalah penyelundupan sembako dari Malaysia yang berpengaruh pada perekonomian masyarakat Kalbar khusunya di Entikong.
“Penyelundupan membuat masyarakat lebih memilih sembako dari Malaysia karena lebih murah dan terjangkau oleh masyarakat Entikong. Tak hanya itu, ada juga masalah TKI ilegal ke Malaysia dan fasilitas pendidikan, kesehatan, bahkan listrikpun impor dari Malaysia harus menjadi perhatian dari pemerintah,” jelasnya.
Sementara itu, Kasdam Cendrawasih Brigjen Herman Asaribab menilai upaya untuk membangun wilayah perbatasan bukan hanya tanggung jawab TNI semata. Menurutnya, sinergitas antara pemerintah pusat, daerah dan piha-pihak terkait lainnya sangat dibutuhkan.
Menanggapi hal itu, Senator Sulawesi Selatan Muhammad Iqbal Parewangi memiliki sudut pandang berbeda dalam melihat permasalahan di perbatasan. Ia mempertanyakan kesejahteraan para prajurit TNI yang bertugas mempertahankan kedaulatan keamanan di wilayah perbatasan.
“Kesejahteraan dari TNI yang bertugas di perbatasan juga perlu dicermati, penting karena tugas dan tanggung jawab mereka begitu besar tapi urusan perut mereka tidak terperhatikan,” tuturnya. (Calvin G. Eben-Haezer)