Kamis, 23 Oktober 2025

MASIH 23,85 JUTA MISKIN..! Cak Imin: 210.000 Orang Telah Keluar dari Belenggu Kemiskinan, Kita Fokuskan Jadi Sejahtera 

JAKARTA – Menteri Koordinator Bidang Pemberdayaan Masyarakat Abdul Muhaimin Iskandar mengatakan pihaknya terus memperkuat upaya pemberdayaan masyarakat menyusul angka kemiskinan di Indonesia yang menunjukkan penurunan.

“Sebanyak 210.000 orang yang telah keluar dari belenggu kemiskinan akan kita fokuskan untuk menjadi berdaya dan sejahtera,” kata Menko Muhaimin Iskandar dalam keterangan di Jakarta, Minggu (27/7/2025).

Muhaimin atau Cak Imin merespons rilis profil kemiskinan Badan Pusat Statistik (BPS) yang menunjukkan jumlah penduduk miskin pada Maret 2025 turun sebesar 0,20 juta orang dibandingkan September 2024.

Ia mengatakan, orkestrasi pemberdayaan yang dilakukan Kemenko Pemberdayaan Masyarakat bertujuan untuk mempercepat transformasi masyarakat miskin menjadi sejahtera dan mandiri.

Muhaimin menjelaskan, upaya pemberdayaan juga akan difokuskan terhadap 2,38 juta orang yang termasuk dalam kemiskinan ekstrem. Berdasarkan data BPS, angka tersebut turun 0,40 juta orang dibandingkan data September 2024.

Lebih lanjut, Menko Muhaimin Iskandar menjelaskan upaya pemberdayaan terus dilakukan dengan mengkoordinasikan kementerian/lembaga sebagaimana amanat Inpres 8/2025 tentang Optimalisasi Pengentasan Kemiskinan dan Penghapusan Kemiskinan Ekstrem.

“Model-model upaya pengentasan kemiskinan terus kami perkuat dan kembangkan dengan mengorkestrasikan kementerian/lembaga terkait agar target kemiskinan ekstrem 0 persen pada 2026 dapat tercapai,” katanya.

Berdasarkan Inpres tersebut, model pengentasan kemiskinan berbasis pemberdayaan yang dilakukan antara lain dengan optimalisasi dana keumatan melalui kerja sama dengan lembaga filantropi seperti Baznas dan Forum Zakat, serta kerja sama dengan swasta/perusahaan untuk optimalisasi program tanggung jawab sosial (CSR) berdampak.

Penyebabnya Muhaimin Iskandar menambahkan, angka kemiskinan terbaru akan menjadi landasan data bagi Kemenko Pemberdayaan Masyarakat dalam mengorkestrasikan kebijakan pengentasan kemiskinan yang lebih terpadu, tepat sasaran, dan berkelanjutan.

Menurutnya, pengambilan kebijakan berbasis data krusial agar upaya pengentasan kemiskinan, utamanya mengurangi kantong kemiskinan dan peningkatan ekonomi masyarakat, berjalan tepat sasaran.

Data angka kemiskinan Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat jumlah penduduk miskin nasional turun menjadi 23,85 juta orang per Maret 2025. Angka ini setara 8,47 persen dari total penduduk Indonesia, turun 0,2 juta orang dibandingkan September 2024.

Kepada Bergelora.com di Jakarta dilaporkan, Deputi Bidang Statistik Sosial BPS Ateng Hartono menyebut penurunan ini terutama dipicu oleh membaiknya kondisi sosial ekonomi di wilayah perdesaan.

“Fenomena ekonomi sosial yang mendukung kemiskinan nasional di pedesaan yang turun, yang pertama ada nilai tukar petani,” kata Ateng dalam paparannya di Jakarta, Jumat (25/7/2025).

BPS mencatat nilai tukar petani (NTP) pada Februari 2025 mencapai 123,45. Angka ini menunjukkan harga yang diterima petani lebih tinggi dibandingkan harga yang mereka bayarkan, atau dengan kata lain daya beli petani mengalami peningkatan.

Selain itu, menurut Ateng, masyarakat desa umumnya punya akses langsung ke sumber pangan. Ini membuat mereka lebih tahan terhadap dampak kenaikan harga bahan pokok yang sempat terjadi.

“Meski ada kenaikan juga pada harga pangan nasional, pedesaan seringkali punya akses ke pangan dan produksi lokal yang dapat mengamankan konsumsi minimumnya,” ujar dia.

Tak hanya itu, lapangan kerja di desa juga menunjukkan perbaikan. BPS mencatat adanya peningkatan signifikan jumlah tenaga kerja di sektor perdagangan dan pertanian.

Antara Februari 2024 dan Februari 2025, jumlah pekerja di sektor perdagangan naik 0,9 juta orang, sementara sektor pertanian bertambah 0,89 juta orang.

“Lapangan usaha perdagangan dan pertanian menjadi sektor tertinggi peningkatan tenaga kerja,” kata Ateng.

Secara spasial, angka kemiskinan di desa turun dari 11,34 persen pada September 2024 menjadi 11,03 persen pada Maret 2025, atau menurun 0,31 poin persentase.

Sebaliknya, di kota justru naik 0,07 poin menjadi 6,73 persen. Ateng menjelaskan, kondisi kemiskinan di kota lebih tertekan karena masyarakat sangat bergantung pada harga pasar.

Sementara itu, penduduk desa lebih banyak yang masih memproduksi kebutuhannya sendiri.

“Penduduk kota tergantung pada harga pasar. Yang kota kan sebagian besar tidak memproduksi sendiri. Sehingga kenaikan harga tentunya akan berpengaruh terhadap daya belinya,” ucap Ateng.

Meski angka kemiskinan nasional menurun, BPS mencatat indeks kedalaman dan keparahan kemiskinan justru meningkat di kota, tapi membaik di desa. Ini memperkuat kesimpulan bahwa wilayah perdesaan berkontribusi besar terhadap penurunan angka kemiskinan nasional. (Web Warouw)

Artikel Terkait

Stay Connected

342FansSuka
1,543PengikutMengikuti
1,120PelangganBerlangganan

Terbaru