JAKARTA- Sebuah pertemuan tertutup yang diikuti 37 tokoh properti senior terjadi di kediaman Ketua Kehormatan Realestat Indonesia (REI), MS Hidayat, beberapa waktu lalu, dikutip Bergelora.com di Jakarta, Minggu (2/11).
Pertemuan Badan Pertimbangan Organisasi (BPO) REI ini menghasilkan paket komprehensif berisi kritik tajam, usulan kebijakan, dan komitmen untuk membantu pemerintahan Presiden Prabowo Subianto mencapai target ambisius pertumbuhan ekonomi 8 persen.
Para ‘jenderal’ properti ini, termasuk James T Riady, Sugianto Kusuma (Aguan), Alexander Tedja, dan Herman Sudarsono, tidak hanya fokus pada pemulihan pasar, tetapi juga menyoroti tiga isu fundamental yang dianggap mengganggu kepastian investasi dan daya beli masyarakat.
Para senior REI sepakat bahwa sektor properti memiliki potensi besar untuk menjadi lokomotif pertumbuhan ekonomi nasional.
MS Hidayat, yang juga mantan Menteri Perindustrian, menegaskan bahwa properti mampu menggerakkan lebih dari 185 industri terkait di sektor riil.
“Dukungan ini bukan tanpa syarat, pemerintah diharapkan memfasilitasi percepatan sektor ini,” kata Hidayat.
Sementara itu, James T. Riady secara khusus mendorong anggota REI memanfaatkan Kredit Program Perumahan (KUR Perumahan) senilai Rp 130 triliun yang disiapkan pemerintah, harus dioptimalkan.
Sedangkan Aguan mengajak REI untuk tidak hanya fokus pada proyek komersial, tetapi juga membantu program renovasi rumah tidak layak huni di seluruh Indonesia, sekaligus menegaskan peran sosial pengembang besar.
Meredefinisi Apartemen Menengah
Salah satu isu paling mendesak yang disoroti adalah beban biaya hidup atau living cost di apartemen, yang menjadi penghambat utama pemulihan pasar apartemen kelas menengah ke bawah.
Anggota BPO-REI, Soelaeman Soemawinata, menyoroti tarif listrik dan air bersih di unit apartemen sering kali dikenakan tarif komersial, berbeda dengan rumah tapak, padahal fungsinya adalah hunian. Untuk itu, ia mendesak agar tarif ini dikonversi menjadi tarif hunian.
Ada pun Ketua BPO-REI, Paulus Totok Lusida, mengusulkan agar service charge (IPL) untuk apartemen di bawah Rp 1 miliar dapat dikurangi drastis menjadi sekitar Rp 12.000 hingga Rp 14.000 per meter persegi.
“Tujuannya adalah untuk membuat apartemen terjangkau bagi Masyarakat Berpenghasilan Tanggung (MBT),” imbuh Totok.
Totok juga memperjuangkan usulan agar rumah dengan harga hingga Rp 500 juta bagi MBT mendapatkan bebas PPN, meskipun bunga kreditnya komersial.
Polemik Hukum Tata Ruang vs. FisikTanah
Isu paling sensitif yang diangkat para senior REI adalah polemik penerapan kebijakan Lahan Sawah Dilindungi (LSD) dan Lahan Baku Sawah (LBS).
Anggota BPO-REI, Adrianto P. Adhi, menanggapi pernyataan Menteri Agraria dan Tata Ruang/Kepala BPN, yang mengacu pada kondisi fisik tanah sawah yang ditetapkan sebagai LBS/LSD), alih-alih mengacu pada Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) dan Rencana Detail Tata Ruang (RDTR) yang merupakan amanat Undang-Undang.
Adrianto menilai langkah mengabaikan tata ruang dapat menimbulkan ketidakpastian serius bagi pengembangan properti.
MS Hidayat, sebagai politisi senior, turut mengingatkan bahwa pejabat negara tidak boleh melanggar perintah undang-undang dalam menetapkan kebijakan karena setiap keputusan memiliki konsekuensi hukum.
“Harus patuh pada ketentuan perundangan yang berlaku karena setiap keputusan ada konsekuensi hukumnya,” tegasnya.
Para senior REI juga mendiskusikan opsi realistis untuk menerapkan ketentuan hunian berimbang dengan komposisi rumah sederhana, menengah, dan mewah yang diamanatkan UU Cipta Kerja.
Mengingat UU saat ini menetapkan hunian berimbang harus di satu hamparan, opsi alternatif yang diusulkan para senior REI meliputi: Membayar dana konversi yang wajar sebagai pengganti pembangunan fisik.
Lokasi hunian berimbang dapat dilakukan di seluruh Indonesia (tidak terikat satu kabupaten/kota). Lokasi dapat dilakukan di satu provinsi yang sama.
Pertemuan BPO-REI ini menunjukkan bahwa asosiasi pengembang tidak hanya menyambut insentif pemerintah seperti perpanjangan PPN DTP hingga 2027 dan penambahan kuota rumah subsidi, tetapi juga berani menyuarakan hambatan struktural yang menghalangi potensi properti sebagai motor penggerak ekonomi. (Web Warouw)

