JAKARTA – Diberlakukannya Masyarakat ekonomi Asean (MEA) ditahun 2015 nanti membutuhkan kesiapan khusus dari semua sektor, terlebih di sektor pendidikan yang menjadi topangan pembangunan Sumber Daya Manusia (SDM) bangsa ini. Hal ini disampaikan oleh Ketua Umum Liga Mahasiswa Untuk Demokrasi (LMND), Vivin Sri Wahyuni kepada Bergelora.com di Jakarta, Sabtu (4/10).
“Dalam konteks pendidikan, ada beberapa aspek yang terkena dampak dari MEA seperti menjamurnya lembaga pendidikan asing, standar dan orientasi pendidikan yang makin pro pasar, dan banjirnya tenaga kerja asing di Indonesia,” ujarnya.
Menurutnya tahun 2015 akan menjadi tahun yang sangat menentukan bagi masyarakat ASEAN khususnya rakyat Indonesia untuk bisa bertahan hidup dari serbuan pasar ASEAN.
“Ditengah carut marutnya konstalasi politik negara ini, kurang lebih 3 bulan lagi kita akan masuk di tahun 2015, tahun penuh tantangan buat seluruh masyarakat ASEAN untuk berebut pekerjaan dan tentunya untuk bisa hidup,” ujarnya.
Mampu Bersaing
Dibandingkan dengan lulusan sarjana negara ASEAN lain menurutnya lulusan sarjana Indonesia masih standar untuk bersaing dengan negara tetangga.
“Bila dibandingkan ditahun 70-80an negara seperti Malaysia sangat jauh ketinggalan dari kita. Akan tetapi dengan situasi sekarang ini justru Malaysia, Thailand, Singapura, bahkan Vietnam pun jauh berada diatas kita,” ujarnya.
Keinginan pemerintah untuk memaksakan MEA 2015 adalah imbas dari diliberalisasikannya semua sektor kehidupan bangsa ini, mulai dari Energi, Pangan, Infrastruktur, dan sektor lainnya, dikarenakan MEA merupakan agenda neolib untuk mendorong perdagangan bebas berskala kawasan.
“Pemerintah seakan dan sepertinya selalu lupa dengan apa yang menjadi amanat konstitusi negara ini yaitu Pasal 27 UUD 1945 yang mengatakan bahwa, Tiap-Tiap Warga Negara Berhak Atas Pekerjaan dan Penghidupan Yang Layak Bagi Kemanusiaan“.
Oleh karena MEA 2015 adalah kehendak pemerintah yang tak bisa ditawar lagi maka kebijakan untuk memproteksi lulusan kampus dalam negeri dengan memberikan previlage tertentu menjadi sebuah keharusan.
“Kita tidak menginginkan sarjana-sarjana lulusan kampus dalam negeri menjadi penonton di tanah airnya sendiri, menyaksikan lulusan sarjana luar negeri menjadi ‘tuan’ di negara ini. (Tiara Hidup)