JAKARTA – Wilayah Takengon di Kabupaten Aceh Tengah, Provinsi Aceh disebut-sebut masih berada dalam kondisi terisolasi setelah diterjang banjir dan longsor besar. Beredar informasi bahwa listrik di sana telah padam berhari-hari, stok bahan bakar minyak (BBM) habis, dan jaringan internet hanya muncul di titik-titik tertentu dengan sinyal yang lemah.
Situasi semakin sulit karena elpiji dan beras Bulog dilaporkan ikut menipis, minimarket mulai dijarah, hingga air PDAM berhenti total. Sementara akses jalan menuju Takengon masih putus, membuat distribusi logistik hanya bisa dilakukan lewat udara.
“Betul sampai hari ini begitu keadaannya,” ujar Direktur RSUD Datu Beru Takengon, Gusnarwin saat dimintai informasi pada Minggu (7/12/2025) malam.
RSUD Daru Beru Takengon termasuk fasilitas publik yang terdampak bencana. Meski wilayah Takengon terisolasi, ia memastikan rumah sakit sejauh ini masih tetap beroperasi. Hanya, pelayanan tidak lagi berjalan optimal karena sistem manajemen berbasis internet seperti SIMRS tak bisa digunakan.
“Operasional tetap berjalan, tetapi tidak seoptimal biasa karena koneksi internet belum memungkinkan,” jelasnya.
Gusnarwin mengatakan, bantuan dari pemerintah dan relawan mulai berdatangan, meski jumlahnya masih jauh dari cukup.
“Tadi kami di RS Datu Beru membagikan beras 1,2 kilogram per tenaga kesehatan. Itu bantuan dari tenaga medis di Medan,” ujarnya.
Layanan-layanan vital pun terpaksa disesuaikan. Ruang perawatan dikurangi demi menghemat listrik dan air. Persediaan oksigen menipis, begitu pula bahan habis pakai untuk layanan cuci darah.
“Sempat satu hari kami tidak bisa melakukan cuci darah kepada pasien. Kami langsung meminta bantuan Kemenkes, dan Alhamdulillah hari kedua pasokan datang,” katanya.
Di tengah krisis air bersih, rumah sakit sampai harus mengerahkan ambulans pulang-pergi belasan kali sehari untuk mengambil air danau sejauh 1,5 kilometer.
“Itu pun tidak memungkinkan untuk memenuhi standar kebersihan rumah sakit,” keluhnya.
Keterbatasan BBM membuat mobilitas tenaga kesehatan ikut terganggu. Banyak pegawai tinggal jauh dari rumah sakit dan tidak bisa datang bekerja. Sementara di area sekitar RSUD, tidak ada makanan yang bisa dibeli, sehingga rumah sakit harus menanggung kebutuhan gizi pasien sekaligus staf.
Melayani Dengan Keterbatasan
Kepada Bergelora.com di Jakarta, Senin (8/12) dilaporkan, meski kondisinya serba terbatas, Gusnarwin menegaskan IGD dan ICU tetap beroperasi, terutama untuk kasus-kasus sangat darurat. Operasi pun dipilih secara ketat, hanya untuk pasien emergensi karena stok oksigen diperkirakan hanya cukup untuk beberapa hari ke depan.
Rumah sakit kini merawat 35 pasien terkait bencana, sementara 7 orang meninggal saat dalam perawatan. Secara keseluruhan, pemerintah daerah mencatat 23 korban meninggal di Kabupaten Aceh Tengah.
“Akses ke Takengon putus total. Biasanya ada tiga jalur, dan semuanya ambruk,” jelas Gusnarwin.
Bantuan oksigen, logistik medis, dan bahan untuk cuci darah pun hanya bisa diterbangkan melalui jalur udara sambil menunggu jalan darat kembali dibuka.
“Kami melakukan efisiensi ruang dan layanan, prioritas hanya yang emergensi. Kami tetap bertahan dengan kondisi seadanya sambil menunggu pasokan masuk,” jelasnya. (Zam/Web)

