Rabu, 2 Juli 2025

Memasuki Minggu Adven 4: Tangisan Rahel, Tangisan Korban

Oleh: Pdt. Victor Rembeth *

TRADISI Masa Adven adalah periode persiapan menuju peringatan Hari Raya Natal. Biasanya, masa Adven berlangsung selama empat minggu sebelum Natal, mulai pada hari Minggu dekat akhir November sampai satu hari sebelum peringatan Natal. Inilah saatnya mempersiapkan diri secara spiritual memasuki masa raya Natal.

“”Sudah 25 tahun kami berjuang agar pemerintah membentuk tim pencarian aktivis yang masih hilang dan pengadilan HAM bagi para pelaku, namun pemerintah mengabaikan” (IKOHI)

Pada saat menyalakan lilin Adven ke empat, kita diingatkan menjelang Natal bahwa Natal bukanlah sekedar kesukacitaan dan kedamaian saja, tapi juga hadirnya peristiwa tragis dalam rangkaian kisah Natal pertama. Alkitab mencatat adanya tangisan. Matius 2:18 mencatat, “Terdengarlah suara di Rama, tangis dan ratap yang amat sedih; Rahel menangisi anak-anaknya dan ia tidak mau dihibur, sebab mereka tidak ada lagi.” Hadirnya sang bayi Natal ternyata mengusik para penikmat kekuasaan, seperti raja Herodes.

Masa Adven keempat mengingatkan kita bahwa memasuki peringatan Natal kita juga perlu prihatin terhadap rusaknya kehidupan umat manusia. Dengan mudahnya manusia manusia pemilik kekuasaan yang buruk menghancurkan kehidupan manusia lain dengan bengis karena alasan mempertahankan atau nafsu untuk berkuasa. Tetiba Herodes gamang akan kuasa yang ia miliki pada saat ia menerima berita para majus yang datang untuk menyembah Raja orang Yahudi yang baru dilahirkan. Ia sadar tahtanya dalam bahaya dan untuk itu dengan bengisnya ia membunuh para bayi yang ia anggap akan menjadi pesaingnya.

Kebengisan sebagai pengulangan Firaun yang membunuh para bayi Israel di Mesir karena kuatir kehilangan tahta terulang lagi dalam kisah Natal. Dalam mempertahankan kekuasaan, segala cara dipakai oleh para diktator bengis untuk menghilangkan para pesaingnya. Herodes dan Firaun menjadi teladan buruk yang kemudian berulang dilakukan oleh tiran jahat yang menjadikan lebih banyak Rahel Rahel baru yang banjir air mata. Para Rahel inilah representasi perempuan perempuan yang anak dan anggota keluarga mereka dibunuh, diculik dan disiksa penguasa sadis.

Kejahatan Hak Asasi Manusia yang sama dialami oleh banyak dari sesama saudara sebangsa kita. Pernyataan para “Rahel” yang tergabung dalam IKOHI (Ikatan Keluarga Orang Hilang) diatas adalah salah satunya. Ada banyak Rahel lain yang masih berurai air mata tidak bisa dihibur di Nusantara ini karena kekejaman penguasa. Ada keluarga Jugun Ianfu, korban G 30S tanpa peradilan yang benar, keluarga kasus Talangsari, Priok, dan banyak lagi termasuk penculikan dan pembunuhan aktifis menjelang jatuhnya Orde Baru.

Dalam memasuki masa Natal, Gereja selayaknya bisa tefekur sejenak untuk bersolidaritas dengan para Rahel kontemporer jaman ini. Kisah Natal adalah hadirnya Allah menjadi manusia sebagai bentuk solidaritasNya pada tangisan setiap yang tertindas. Hati Allah mendengar kepedihan dan kegundahan keluarga yang setiap 5 menit, bukan 5 tahunan, mengingat nasib keluarganya yang dibunuh bahkan hilang dan tidak tentu rimbanya. Ya, para keluarga korban kekerasan HAM bukanlah politikus.busuk pemburu tahta, tapi penduka tanpa akhir merenung nasib tragis kekasih hatinya.

Ketika kita menyalakan lilin terakhir masa Adven ini, adalah baik dalam memasuki.Natal kita berhenti sejenak merenungkan apa bentuk kongkrit Gereja menjadi penghibur para Rahel. Apakah kita berdiam diri dan larut dalam kesibukan pesta pora Natal? Atau bahkan cuek menganggap para Rahel bukan apa apa dan kita berlalu tanpa empati. Sudah tentu Natal membuat Gereja harus mencari jalan kebenaran dan rekonsiliasi. Semua kejahatan HAM harus diselesaikan dengan permaafan dan rekonsiliasi yang benar.

Sang Bayi Natal akan senang diberikan hadiah Natal yang sesuai dengan maksud kehadiranNya di muka bumi. Ya, ketika umat manusia dapat kembali diingatkan untuk memperhatikan sesamanya kanusia yang menderita karena kejahatan HAM berat. Pada saat yang sama hadiah itu dapat juga berupa hadirnya Gereja yang terus berkomitmen.pada kebenaran dan keadilan. Damai di Bumi dan rekonsiliasi.yang sejati dimana ada pengampunan akan terjadi bila mereka yang bersalah mengakui kesalahannya. Dengan itulah terjadi pengampunan dan permaafan sehingga para Rahel, keluaga korban, mendapat kepastian keluarganya yang hilang dan dibunuh dapat dimartabatkan.

Pesan Natal yang paripurna akan sangat jelas didengar oleh dunia ketika dalam Adven ke empat kita dapat menyuarakan kebenaran, keadilan dan rekonsiliasi diantara umat manusia. Solidaritas Allah hadir dalam Solidaritas santun Gereja mendekap para Rahel yang menangis dan masuk dalam empati tulus yang berusaha membasuh air mata mereka. Ketulusan ini bukan untuk konsumsi politik 5 tahunan belaka, tetapi untuk berbagi hati setiap 5 lilin Adven dan Natal kita nyalakan dan peringati setiap tahun. Lilin lilin itulah enerji kemanusiaan berdasarkan Kasih Allah akan hadir menjadikan dunia lebih berkeadilan dan berkebenaran setiap saat.

Mari memeluk dalam cinta Ilahi para keluarga korban kekerasan dalam mengakhiri Masa Adven ini. Mari juga terus menjadi Gereja yang terpanggil menghadirkan rekonsiliasi tanpa batas untuk menyeka air mata para Rahel yang masih perlu dihibur sampai saat ini.

*Penulis Pdt Victor Rembeth, aktivis kemanusiaan

Artikel Terkait

Stay Connected

342FansSuka
1,543PengikutMengikuti
1,120PelangganBerlangganan

Terbaru