Minggu, 14 Desember 2025

Membangkitkan Jiwa Sumpah Pemuda

Himawan Sutanto (Ist)

Setiap 28 Oktober, Sumpah Pemuda kembali dikumandangkan sudah menjadi seremoni. Diera milienial ini, Sumpah Pemuda menjadi lebih aktual seperti yang ditulis Himawan Sutanto, aktivis 1980-an. (Redaksi)

 

Oleh: Himawan Sutanto

1. KAMI POETRA DAN POETRI INDONESIA MENGAKOEI BERTOEMPAH DARAH JANG SATU, TANAH AIR INDONESIA

2. KAMI POETRA DAN POETRI INDONESIA, MENGAKOE BERBANGSA JANG SATOE, BANGSA INDONESIA

3. KAMI POETRA DAN POETRI INDONESIA MENJOENJOENG BAHASA PERSATOEAN, BAHASA INDONESIA

DEMIKIAN dari isi Sumpah Pemuda yang dibacakan oleh pemuda dari berbagai jong di seluruh Nusantara. Seperti Jong Java, Jong Sumateranen Bond, Jong Bataks Bond, Jong Islamieten Bond,  Jong Celebes, Jong Ambon, Pemoeda Kaoem Betawi dll. Mereka bersatu menyatakan secara terbuka dan tegas. Lantas kenapa itu bisa berbeda semangatnya dengan generasi kini ?

Pertanyaan diatas adalah pertanyaan yang wajar keluar dari kondisi sekarang ini. Hal itu jelas tercermin dari suasana bangsa yang “kehilangan” bapak bangsa atau tokoh perekat bangsa. Polarisasi politik yang terjadi di era paska reformasi telah menjadikan pemuda sebagai obyek pertikaian di dunia sosmed. Kita harus berani mengatakan, bahwa bangsa ini telah gagal menyiapkan adanya lompatan perubahan yang sangat cepat dan instan.

Generasi Milenial Mencari Jati Diri

Kita harus kembali meluruskan, bahwa generasi mileneal lebih kritis dan terbuka, tapi masih jauh dari substansi kebangsaannya. Bukannya generasi milenial bodoh, tapi hampir belum menemukan apa yang diinginkan secara nyata dari problem bangsa ini.

Selain itu pemuda juga memiliki sifat kritis atas hal-hal yang mereka temukan belum baik, karena sifat mereka yang peka dan revolusioner. Dengan segala kelebihan yang dimiliki pemuda inilah yang menyebabkan pemuda menjadi harapan suatu bangsa agar menjadi bangsa yang lebih baik di masa yang akan datang.

Namun, sebagai manusia biasa, pemuda tetap memiliki sisi negatif. Misalnya, dari segi emosional, pemuda sangat berapi-api dan ingin mencoba sesuatu hal yang baru tanpa takut akan risiko sehingga mereka perlu dukungan dan arahan yang benar dari orang tua dan lingkungan sekitarnya.

Seolah-olah dengan munculnya perkembangan tehnologi dan hadirnya star up akan membuat peran generasi muda menjadi “mudah” dalam membangun bangsa. Padalah inti dalam Sumpah Pemuda 1928 adalah menjadikan pemuda sebagai salah satu perubahan bangsa ke depan.

Tetapi sejatinya kita juga harus terkaget-kaget justru anak muda diberikan semangat perubahan dengan polarisasi politik yang nyata dan jauh dari peradaban yang sudah diberikan fondasinya oleh para founding father kita. “Kita telah mundur 20 tahun dari pendiri bangsa ini” kata Romo Mangun waktu itu. Ternyata apa yang dikatakan Romo Mangun ada benarnya juga. Sebab para pendiri bangsa itu memiliki literasi yang cukup, dibanding generasi milenial sekarang. Semua serba gampang dan tidak terbiasa menuliskan pikirannya, kecuali copy paste.

Bangkitkan Kembali Semangat Kebangsaan

Kita mengalami kerancuan dan kekacauan dalam beropini, dan parahnya kita jadi lupa bagaimana rasanya para pemuda era 1928 dengan kesungguhan dan ketulusannya dengan jiwa kesatria mereka, jiwa nasionalisme sejati. Namun, masih ada harapan buat bangsa ini ? Karena harapan tersebut adalah Pemuda. Pemudalah harapan bangsa, yang selalu ingin memajukan nama besar bangsa yang telah diwariskan oleh para bapak bangsa. Bangsa ini memerlukan gagasan untuk sebuah perubahan. 

Bila para Pemudanya menginginkan perubahan besar, maka kitapun harus memiliki gagasan besar. Dan semua itu bisa di jalankan dengan memanusiakan diri Pemuda menjadi karakter yang rasional dan manusiawi. Agar kelak tidak adalagi perpecahan di antara kita, bagaimanapun juga bangsa ini adalah bangsa yang penuh perbedaan, dengan modal pemahaman menjadi manusia yang rasional, maka segala perkembangan jaman akan bisa dilalui dengan kematang jiwa dan kedewasaan dalam berpolitik.

Semua elemen masyarakat saat ini merasakan keprihatinan yang sama terhadap segala kericuhan politik, dan amoralitas para negarawan, etika politik diganti dengan permainan politik yang berlindung dalam Demokrasi. Keprihatinan inilah yang kelak akan membangkitkan kesungguhan dari jiwa nasionalisme bangsa. Jiwa nasionalisme yang dimiliki oleh seluruh elemen bangsa. Bukan kaum elit politik yang hanya menggunakannya sebagai dialektika kepentingan semata.

Namun kita harus memahami bahwa, selain Pancasila, kitapun harus menghayati esensi dari Bhineka tunggal ika. Karena dua prinsip ini adalah satu kesatuan, pegangan falsafah bangsa ini. Semangat dan optimislah terhadap bangsa ini. Bahwa semua menginginkan kebaikan bagi sesama masyarakat Indonesia, dan menggunakan segala upaya untuk memajukan masadepan bangsa. Indonesia adalah milik semua bukan milik segelintir elite atau golongan tertentu. Masa depan bangsa ini juga tanggung jawab generasi muda yang lebih memiliki energi positif untuk menuju masa depan yang lebih baik.

Artikel Terkait

Stay Connected

342FansSuka
1,543PengikutMengikuti
1,120PelangganBerlangganan

Terbaru