Oleh: Alfred Pontolondo
SEPERTI pada wawancara dengan Rebecca Henscke, reporter media internasional BBC yang dirilis pada 18 Juni 2021, setelah meninggalnya Wakil Bupati Kepulauan Sangihe, Helmud Hontong. Terry Filbert, CEO Baru Gold Corporation dan PT. TMS kembali menyampaikan berbagai kebohongan dengan narasinya yang arogan.
Kali ini kebohongan itu disampaikan melalui laman forum.mexicomike.ca, sebuah forum diskusi online tentang pertambangan di Canada.
Tulisan di forum tersebut diangkat oleh seseorang dengan akun coach247. Ia menyatakan bahwa ia baru saja berbicara dengan Terry (Terry Filbert) tentang perkembangan terkini operasi tambang di Sangihe.
Pada tulisan itu, coach247 langsung membuka dengan sejumlah tuduhan Terry Filbert yang dialamatkan kepada SSI (Save Sangihe Island).
Ia menyatakan bahwa SSI adalah representasi dari tambang ilegal. Ini tuduhan serius dari Terry, padahal SSI adalah representasi dari masyarakat di 80 kampung, di 7 kecamatan yang menolak kampung halamannya menjadi areal konsesi PT. TMS sebesar 42.000 Ha. Itu bisa kami buktikan.Kami pun menuntut Terry untuk membuktikan tuduhannya.
Ia menyatakan bahwa alat berat yang berhasil ditolak oleh masyarakat dan diusir pulang ke pelabuhan asalnya adalah sebuah kebohongan. Ini hanyalah upaya SSI untuk mendapatkan uang dari para orang kaya yang berpikir bahwa mereka adalah “Penyelamat lingkungan”. Padahal nyata-nyata bahwa alat berat itu telah ditolak sebanyak 3 kali yakni pada 22 s.d 24 Desember 2021 di pelabuhan Pananaru, 3 Februari 2022 di pelabuhan Tahuna dan Pananaru, 23 Februari oleh Syahbandar pelabuhan Mobongo Amurang, karena tidak memiliki dokumen pengangkutan dan karena penolakan dari masyarakat.
Bahkan pada tanggal 4 Maret 2022, bertempat di hotel Luwansa kota Manado telah dilakukan pertemuan antara PT. TMS, SSI, PT. ASDP Fery Indonesia Cabang Bitung, Balai Angkutan Darat Sulawesi Utara, Kedirjenan Perhubungan Darat Kementerian Perhubungan-RI, Kepala Desa Pananaru, Kepala Dinas Perhubungan Kepulauan Sangihe dan POLDA Sulawesi Utara.
Diperoleh kesimpulan bahwa alat berat PT. TMS (Drill Rig Machine) tidak dapat diangkut sampai segala sesuatu Clear and Clean. Pengertian clear and clean adalah bahwa PT. TMS harus menyelesaikan berbagai perijinan yang berlaku di Negara Indonesia sebelum mereka beroperasi dan mengangkut alat beratnya ke pulau Sangihe.
Terry menyatakan bahwa operasi pertambangan PT. TMS sepenuhnya telah memenuhi perijinannya. Padahal seperti diketahui oleh publik Sangihe dan Indonesia umumnya bahwa hingga saat ini, PT. TMS belum memiliki Ijin Pemanfaatan pulau dari Menteri Kelautan dan Perikanan untuk memanfaatkan pulau Sangihe.
Sesuai UU 1 tahun 2014, Sangihe masuk kategori pulau kecil karena hanya sebesar 736,98 Km2. Tidak mencapai setengah dari 2000 Km2 batasan pulau kecil. Dan untuk usaha penanaman modal asing yang hendak memanfaatkan pulau kecil wajib seijin Menteri Kelautan dan Perikanan.
Artinya jika PT. TMS beroperasi tanpa ijin tersebut maka operasinya ilegal dan melawan hukum.
Terry meneruskan kebohongannya :
Bahwa ada politisi yang awalnya menolak pertambangan menulis pada feed media sosial SSI dan mereka melihat bahwa PT. TMS layak untuk beroperasi. Padahal tidak ada satu pun politisi hingga hari ini, baik politisi daerah maupun Nasional, yang mengungkapkan dukungannya secara lisan maupun tulisan bahwa PT. TMS diijinkan untuk beroperasi di pulau Sangihe. Kalau memang ada, berarti politisi tersebut tidak tahu aturan yang berlaku di Indonesia.
Ia tidak tahu bahwa pulau Sangihe dilindungi oleh UU 1 tahun 2014. Politisi demikian tentu patut dipertanyakan kredibilitasnya.
Terry Filbert memang pembual besar, sangat pandai mengarang cerita bohong demi mencapai tujuannya.
Terkait aksi damai yang dilaksanakan SSI pada 28 Januari 2022. Melalui aksi tersebut, SSI bersama Pendeta-pendeta di Sangihe berencana menyerahkan surat penolakan terhadap PT.TMS kepada Menteri Koordinator Maritim dan Investasi (Marivest), Bapak Luhut Binsar Panjaitan (LBP) yang rencananya akan datang di Sangihe untuk membuka sidang Persekutuan Gereja-gereja di Indonesia (PGI) di gereja GMIST Betlehem Tahuna.
Tetapi karena adanya agenda di tempat lain, maka Menko Marivest,LBP batal ke Sangihe. Pembukaan Sidang dan Seminar PGI pun dilaksanakan secara online.
Menyikapi ketidakhadiran Menko Marivest, SSI mengubah rencana dan menyampaikan surat penolakan terhadap PT.TMS kepada Gubernur Sulawesi Utara, Olly Dondokambey. Saat itu, Gubernur hadir bersama Kapolda Sulut, Irjen Mulyatno serta pejabat teras lainnya.
Namun ditunggu sekian lama, massa aksi belum juga diperkenankan menemui Gubernur. Yang keluar menemui massa aksi akhirnya adalah Sekretaris Umum PGI, Pdt. Jacky Manuputty didampingi Pdt. Jacob Atohema Medea dari Sinode GMIST.
Keduanya menyampaikan dukungan PGI dan GMIST, menolak tegas PT.TMS beroperasi di Sangihe.
Dari kawasan GMIST Betlehem Tahuna, massa aksi kemudian berpindah ke GMIST Imanuel lalu ke hotel Dialoog untuk menemui Gubernur.
Rencananya yang akan menyerahkan surat adalah 8 orang Kepala Kampung. Namun protokol Gubernur menyatakan bahwa Gubernur hanya akan menerima satu orang perwakilan saja yakni Jull Takaliuang.
Akhirnya dengan terpaksa, (bukan mencalonkan diri seperti rilis Terry Filbert) Jull Takaliuang mengambil surat dan menemui Gubernur bersama rombongan Forkompinda Provinsi Sulawesi Utara serta tamu-tamu PGI yang baru selesai makan siang.
Jull Takaliuang belum sempat duduk dengan baik, Gubernur sudah berkata dengan nada marah “Jull, tambang mana yang tidak saya tolak?, Menko Maritim dan Menteri Agama batal ke Sangihe hanya karena isu demo dari kalian. Sangihe rugi besar”. Hanya itu kalimat yang terlontar dari mulut Gubernur.
Merasa diperlakukan kasar dan mendengar kemarahan Gubernur, maka dengan gusar pula Jull Takaliuang langsung berdiri dan pergi dari ruangan tersebut.
Ia langsung menuju mobil dan kembali menemui massa aksi yang sedang menunggu di luar.
Jadi, Gubernur hanya mengucapkan 3 kalimat tersebut di atas. Tidak ada sama sekali menyatakan bahwa “PT.TMS beroperasi sesuai hukum dan tidak perlu ada penolakan”.
Tidak ada kertas berhamburan yang dilempar di depan Gubernur dan rombongannya. Yang diungkapkan Terry Filbert dan yang dimuat dalam rilis tersebut adalah halusinasi untuk membohongi shareholders di Kanada dan Amerika.
Bahwa SSI telah mengganggu Presiden Republik Indonesia terkait penolakan terhadap PT. TMS. Dan bahwa Jull Takaliuang, inisiator SSI mengambil kesempatan untuk menggunakan pengeras suara (megaphone).
Itu sama sekali tidak benar. Tidak ada kegiatan apa pun dilakukan oleh SSI ketika kunjungan Presiden ke Sulawesi Utara, karena mayoritas anggota SSI berada di pulau Sangihe, bukan di daratan Sulawesi.
Terry melanjutkan bahwa kemudian Badan Kesatuan Bangsa dan Politik kemudian mengambil tindakan kontrol untuk menertibkan berbagai organisasi yang tidak terdaftar.
Ia menuduh bahwa SSI adalah lembaga ilegal. Karena itu, inisiatif ini segera akan menghentikan SSI. Ia tidak tahu bahwa hak berserikat dan berpendapat di Indonesia dijamin oleh Undang-Undang Dasar 1945 pasal 28. Itu adalah hak azasi manusia.
SSI bukanlah lembaga. SSI adalah sebuah aliansi gerakan yang terbentuk dari kesatuan pikiran dan kesadaran perjuangan bersama untuk menyelamatkan pulau Sangihe dari ancaman eksploitasi PT. TMS.
Setelah perjuangannya selesai, SSI pun dapat dibubarkan jika sudah tidak dibutuhkan lagi. Namun, dalam SSI bergabung sejumlah organisasi massa besar yang resmi dan terdaftar pada Negara seperti Gereja Masehi Injili Sangihe Talaud (GMIST), Badan Adat Sangihe, Politeknik Nusa Utara, Yayasan Suara Nurani Minaesa (YSNM) Perkumpulan Sampiri, WALHI Sulawesi Utara, Front Perjuangan Mahasiswa Sangihe (FPMS), Pemuda Muslimin Indonesia Sangihe, aliansi Kapitalaung penolak PT. TMS, serta berbagai organisasi lain yang jumlahnya kurang lebih 32 organisasi yang secara bersama berjuang menolak PT. TMS.
Dan, untuk membungkam kebohongan Terry Filbert dan PT.TMS, kami sampaikan bahwa sebagai tanggung-jawab terhadap publik, secara resmi SSI telah melaporkan keberadaan aliansi ini ke Badan KESBANGPOL Kepulauan Sangihe, dengan nomor surat : 044/SSI/X-2021, tanggal 12 Oktober 2021.
Terry memelintir 5 pernyataan kejanggalan yang dimuat SSI ke berbagai media tentang pelaksanaan Sidang Pemeriksaan Setempat yang dilaksanakan di Bowone, pada Senin, 7 Maret 2022. (dapat dibaca di barta1.com dengan judul, Fakta-fakta Sidang Pemeriksaan Setempat PTUN di Sangihe, PT. TMS Tabrak Aturan, bergelora.com dengan judul, Masuk Angin Nih…! Aneh, Majelis Hakim Tidak Sentuh UU 1/2014, Yang Jadi Dasar Hukum Gugatan Rakyat Sangihe dan sinarharapan.net dengan judul Ini Lima Kejanggalan Majelis Hakim PTUN Sidang Tambang Mas Sangihe) Terry secara sembrono menyimpulkan bahwa hakim tidak akan mempertimbangkan bahwa kasus ini berdasar pada konsesi 42.000 Ha tapi area yang lebih kecil yang tidak ditinggali dan tidak digunakan masyarakat. Faktanya, layout kerja PT. TMS memasukkan kampung Bowone untuk dijadikan areal heap leach (kawasan pelindihan) serta perkebunan masyarakat yang akan direbut menjadi areal pit (lubang tambang) dan lokasi pembuangan limbah tambang.
Kedua, bahwa hakim tidak akan mempertimbangkan keberadaan hutan lindung karena areal pertambangan tidak akan berdampak ke area ini. Padahal tidak sampai 100 m dari areal rencana pit PT. TMS terbentang hutan lindung mangrove, mulai dari kampung Binebas, Bowone, dan Hangke yang selama ini menjadi tempat ikan bertelur, dan menjadi pelindung pulau dari abrasi. 3) bahwa UU 3 tahun 2022 tentang pertambangan mineral dan batubara serta UU 1 tahun 2014 tentang pengelolaan pesisir dan pulau-pulau kecil tidak dapat diterapkan.
Pernyataan ini justru melecehkan sikap hakim terhadap pelaksanaan Undang-Undang di Indonesia, karena dengan demikian, demi memuluskan operasi PT. TMS, kedua Undang-Undang tersebut dapat dilanggar, termasuk oleh hakim.
Terry menyatakan bahwa pipa air masyarakat memang rusak karena penggusuran lahan menggunakan alat berat, namun dalam waktu 4 jam pipa air tersebut telah diperbaiki. Padahal sesungguhnya pipa air itu baru diperbaiki setelah 4 hari. Jadi selama 4 hari, masyarakat kampung Bowone kehilangan pasokan air bersih.
Terry mengarang cerita bahwa terjadi ironi ketika sidang pemeriksaan setempat oleh hakim PTUN Jakarta dan Manado. Bahwa setelah sidang, dan hari hujan, masyarakat dan pendukung SSI kemudian berteduh di bawah gedung-gedung yang dibangun oleh PT. TMS. Padahal di lokasi konstruksi PT. TMS tidak ada gedung-gedung “buildings” seperti yang ia nyatakan. Yang ada hanyalah sebuah bangunan semi permanen berukuran 2,5 x 3 m, berupa pos jaga yang bagian bawahnya terbuat dari beton, sedangkan bagian atasnya dari tripleks.
Tidak ada bangunan lain sebagaimana “gedung” seperti yang diceritakan Terry. Dan satu lagi. Tidak ada satu pun masyarakat penggugat anggota SSI yang berteduh di bangunan kecil itu. Yang berteduh di situ adalah para pekerja PT. TMS sendiri yang saat itu rata-rata mengenakan sepatu lars dan helm berwarna putih. Kami berada langsung di lokasi kejadian dan tahu persis apa yang terjadi di sana, sementara Terry Filbert tidak berada di tempat itu.
Sungguh menyedihkan apa yang dilakukan Terry Filbert. Sampai sebegitunya ia berbohong kepada publik Kanada, Amerika dan dunia internasional, untuk mendapatkan dukungan terhadap operasi pertambangannya yang mengancam hidup masyarakat Sangihe.
Terry Filbert menuduh bahwa SSI berdusta, membesar-besarkan persoalan dan menyebarkan informasi yang salah kepada pihak-pihak yang tidak sadar dengan tindakan korup SSI. Ini tuduhan yang sangat serius dan dapat dikategorikan biadab disampaikan oleh Terry Filbert.
Tidak ada dusta, membesar-besarkan persoalan dan informasi yang salah disebar oleh SSI. Pengadilan akan membuktikan itu. Yang dilakukan SSI hari ini, adalah memperjuangkan ruang hidup 130.000 warga Sangihe secara keseluruhan atau kurang lebih 55.000 warga di 80 kampung yang tinggal di kawasan 42.000 Ha yang menjadi konsesi PT. TMS. Untuk konsesi ini, secara resmi tertulis dalam dokumen ijin PT. TMS dan bukan dikarang-karang.
Landasan yang digunakan masyarakat untuk mempertahankan lahan pemukiman, lahan pertanian, gedung ibadah, sekolah, kantor Pemerintah, fasilitas umum, situs sejarah dan budaya, hutan lindung, kawasan perairan adalah Undang-Undang resmi Negara Indonesia yakni UU nomor 1 tahun 2014, yang mengatur dan melindungi pulau kecil seperti pulau Sangihe. Bukan regulasi yang asal-asalan seperti tuduhan Terry.
Dan untuk membiayai gugatan di pengadilan, masyarakat Sangihe yang sebagian besar adalah petani dan nelayan, mengumpulkan dana lewat berjualan kaos, mengamen, menggalang dana dari para donatur orang Sangihe yang ada di luar daerah, serta berbagai usaha lain yang legal.
Hasil yang dikumpulkan digunakan untuk pembiayaan gugatan di pengadilan dan operasional aksi SSI selama ini. Tidak ada sedikit pun perilaku korup seperti yang dituduhkan Terry Filbert, karena kami memiliki semangat yang sama dengan Negara kami untuk memerangi korupsi. Satu saat Terry harus mempertanggung-jawabkan tuduhannya ini kepada kami.
Dengan begitu banyaknya kebohongan yang disampaikan Terry Filbert, setidaknya bisa menjadi bahan evaluasi bagi para calon investor.
Apakah perusahaan ini layak didukung atau tidak. Saran kami, jangan buang percuma uang anda kepada perusahaan yang sudah melanggar hukum di Indonesia.
Dan kami, masyarakat Sangihe, sampai kapan pun tidak akan menyerahkan ruang hidup kami yang telah diwarisi dari nenek moyang kami, untuk direbut dan dirusak oleh Terry Filbert dan perusahaan TMS-nya.
Penulis Alfred Pontolondo, Koordinator Save Sangihe Island (SSI) Sangihe