Oleh: Firman Jaya Daeli*
“Indonesia Raya” selalu berdiri kuat dan semakin bergerak kokoh dari dahulu, kini, dan selamanya karena memiliki ideologi Pancasila dan konstitusi UUD 1945, yang mengakui, melindungi, memfasilitasi warga masyarakat Indonesia yang Bhinneka Tunggal Ika di dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI). Hal ini adalah prinsip dasar bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara. Prinsip inilah yang menjadi “jantung” bahkan “pusat jantung” Republik Indonesia, yang diproklamasikan 17 Agustus 1945.
NKRI, Pancasila, UUD 1945, Bhinneka Tunggal Ika merupakan “pusat pertahanan dan inti pergerakan” Indonesia Raya yang berbendera Merah Putih dan berlambang Burung Garuda. Republik Indonesia ada dan bertahan karena keberadaan dan kekuatan pusat pertahanan dan inti pergerakan ini.
Pusat jantung merupakan ikatan dasar, ikatan ideologis, ikatan konstitusi, dan ikatan sosiologis utama yang mempertemukan, mempersatukan, dan mempererat masyarakat dan bangsa Indonesia. Ketika pusat jantung secara simbolik dan nyata diganggu, diserang, dan dirusak maka segenap Indonesia Raya menumpahkan amarah, protes, dan bersatu padu melindungi dan mempertahankan pusat jantung.
Melawan Intoleransi
Pusat jantung pertahanan dan pergerakan Indonesia Raya inilah yang diganggu, diserang, dan dirusak bahkan terindikasi kuat diubah secara terbuka maupun tertutup oleh gerakan ekstrim intoleran fundamentalis. Segera dapat dipastikan bahwa masyarakat dan bangsa Indonesia marah besar dan menentang tegas atas serangan terbuka, ancaman nyata, dan perilaku simbolik dari gerakan ini. Nyata sudah gerakan ini mengganggu, menyerang, dan merusak NKRI, Pancasila, UUD 1945, Bhinneka Tunggal Ika.
Gerakan ini sudah melupakan atau mungkin lupa atau pura-pura lupa atau berusaha lupa bahwa ketika menyentuh sedikit saja pusat jantung Keindonesiaan maka pasti berakibat fatal. Sentuhan ini menjadi fatal karena akan mengundang amarah besar dan membangkitkan perlawanan kuat, masif, dan menyatu dari masyarakat dan bangsa Indonesia terhadap gerakan ekstrim intoleran fundamentalis.
Negara, pemerintah dan seluruh rakyat Indonesia yang mencintai dan mengharapkan toleransi, perdamaian, dan persatuan,– pada dasarnya bersatu padu dalam rangka agenda Indonesia Raya. Dapat dipastikan bahwa semua bertekad bulat mencegah dan melawan gerakan dan ancaman apapun yang mengganggu, menyerang, merusak NKRI, Pancasila, UUD 1945, Bhinneka Tunggal Ika.
Pesan dan agenda pencegahan, perlawanan, dan penindakan ini secara simbolik dan nyata mesti dialamatkan kepada gerakan ekstrim intoleran fundamentalis. Dalam rangka menegakkan prinsip dasar “Indonesia Raya Merah Putih”, maka tidak boleh sekecilpun membuka ruang dan waktu bagi gerakan ini; tidak boleh sedikitpun membiarkan gerakan ini bergerak dan tumbuh subur.
Gerakan ini hanya bermodalkan dan mengandalkan ujaran kebencian, hinaan, hasutan, dan tindakan kekerasan, ancaman, provokasi, manipulasi. Bahkan modal dan andalan gerakan ini tidak jarang hanya berbungkusan “atas nama” dan “klaim manipulatif”. Kerangka wacana pemikiran, model pendekatan, dan metode aksi gerakan ini selalu mengeksploitasi dan memanipulasi pikiran dan perasaan massa dengan issue sektarian primordial. Gerakan ini  mendompleng dan memanfaatkan massa umum dan cair yang bukan massa anggotanya. Gerakan ini dimanfaatkan dan diperalat juga oleh kelompok-kelompok kepentingan yang pragmatis dan opurtunis terutama saat Pemilu Presiden dan Pemilu Kepala Daerah.
Pemerintahan Jokowi-JK sudah jelas, tegas, dan pasti berdiri tegak dan teguh menjaga, mengawal, merawat, mempertahankan, menegakkan, membangun, dan memajukan Indonesia Raya. Presiden Jokowi sebagai Kepala Negara dan Kepala Pemerintahan, memiliki mandat dan kepercayaan penuh dari rakyat Indonesia, terpilih secara langsung, demokratis, dan konstitusional dalam Pemilu Presiden. Presiden Jokowi dipastikan senantiasa menjaga dan mengawal NKRI, menjalankan ideologi Pancasila, menegakkan konstitusi UUD 1945, dan menumbuhkan Bhinneka Tunggal Ika.
Presiden Jokowi bersama Wakil Presiden JK beserta jajaran Pemerintahan, TNI, Polri, Kejaksaan, dan institusi Kehakiman – Peradilan melindungi dan mempertahankan pusat jantung Keindonesiaan dan simbol-simbol kenegaraan. Jika ada ancaman, serangan, dan gangguan yang berasal dari gerakan ekstrim intoleran fundamentalis, maka Presiden Jokowi bersama masyarakat dan bangsa Indonesia sudah pasti mencegah, menghadapi, menindak, dan mengatasinya. Manakaka ada pihak manapun yang memprovokasi, mendompleng, memanfaatkan, dan memperalat gerakan ini demi kepentingan pribadi dan kelompoknya, maka yakin dan percayalah : Presiden Jokowi dan jajarannya dipastikan tampil tegas, cerdas, dan tuntas mengatasi dan menyelesaikannya.
Sikap Megawati
Wakil Presiden Kedelapan dan Presiden Kelima Republik Indonesia yang juga Ketua Umum DPP PDI Perjuangan Hj. Megawati Soekarnoputri, sejak dahulu sampai sekarang dan seterusnya selalu tergerak dan terpanggil berdiri tegak, kuat, dan kokoh untuk menjaga, mengawal, merawat, mempertahankan, dan menegakkan NKRI, Pancasila, UUD 1945, Bhinneka Tunggal Ika. Megawati dalam kedudukan apapun, kapanpun, dan dimanapun pasti dan selalu mengutamakan dan mengedepankan kedaulatan bangsa dan persatuan nasional. Megawati menitiberatkan kedamaian umum dan keutuhan ciptaan. Ia mengaktualkan dan membumikan “Trisakti”. Garis perjuangan ideologis Megawati senantiasa tegak lurus untuk membangun dan mengukuhkan Trisakti yaitu, Berdaulat Dalam Politik; Berdikari Secara Ekonomi; Berkepribadian Dalam Kebudayaan. Dalam hal ini, Megawati sungguh amat tegas, jelas, dan terang benderang sebagai “Merah Putih”.
Megawati sama sekali tidak ragu, tidak bimbang, dan tidak takut sedikitpun untuk menegakkan dan mempertahankan prinsip dasar dan simbol kenegaraan yang merupakan pusat jantung pertahanan dan pergerakan Republik Indonesia. Pemikiran, sikap, dan pendirian Megawati ini mengalami proses ideologisasi dan aktualisasi dalam keadaan apapun dari dahulu sampai kini,–sebagai pribadi, anggota MPR-RI, anggota DPR-RI, Wakil Presiden RI, Presiden RI, dan Ketua Umum PDI Perjuangan.
Bahkan Megawati dan PDI Perjuangan merupakan dan sekaligus menjadi “episentrum” perjuangan dan “titik sentral” pergerakan di Indonesia dan di dunia internasional dalam hal menjaga dan mengawal NKRI, Pancasila, UUD 1945, Bhinneka Tunggal Ika.
Paket ideologis dan politis gerakan ekstrim intoleran fundamentalis adalah merusak pusat jantung Indonesia Raya Merah Putih dengan modus terlebih dahulu mendelegitimasi Megawati dan Jokowi sebagai episentrum dan titik sentral. Dengan mendelegitimasi terlebih dahulu Jokowi dan Megawati sebagai episentrum perjuangan dan titik sentral pengawal, dan penegak NKRI, Pancasila, UUD 1945, Bhinneka Tunggal Ika,– maka gerakan ekstrim intoleran fundamentalis menjadi lebih mudah dan semakin gampang menyentuh dan merusak pusat jantung (NKRI, Pancasila, UUD 1946, Bhinneka Tunggal Ika).
Pemikiran, sikap, dan pendirian ideologis inilah yang diungkapkan dan diwujudkan Hj. Megawati Soekarnoputri sebagai Ketua Umum PDI Perjuangan dalam Pidato Politik dalam rangka Hari Ulang Tahun (HUT) PDI Perjuangan, Selasa, 10 Januari 2017, di Jakarta. Konstruksi dan isi substansi Pidato Megawati menyentuh basis dasar dan materi inti Keindonesiaan dan Indonesia Raya yang diproklamasikan Bung Karno dan Bung Hatta 17 Agustus 1945.
Dengan demikian, pemikiran, sikap, dan pendirian Megawati ini dalam konteks Keindonesiaan ini secara hakiki mestinya juga menjadi pemikiran, sikap, dan pendirian Pemerintah. Hal ini tampak jelas ketika Presiden RI Jokowi menyampaikan Pidato Presiden sesaat setelah Presiden Kelima RI dan sekaligus Ketua Umum PDI Perjuangan Megawati menyampaikan Pidato. Materi Pidato Presiden Jokowi secara umum dan garis besar senafas dan searah dengan Pidato Megawati serta mendukung pemikiran, sikap, dan pendirian Megawati. Konstruksi dan isi substansi kedua pimpinan ini sungguh-sungguh bernas, tajam, berisi, relevan, kontekstual, visioner dan mengandung makna strategis. Bahkan pidato kedua pimpinan memiliki atmosfir pesan etik moral, keluhuran kemanusiaan dan kerakyatan untuk memaknai NKRI, Pancasila, UUD 1945, Bhinneka Tunggal Ika.
Kemarahan Rakyat
Masyarakat Indonesia kemudian menjadi heran dan marah atas tindakan Rizieq Shihab ketika Rizieq mempersoalkan Pidato Megawati dengan bermanuver akan mengadukan atau melaporkan Megawati ke Polri. Keheranan dan kemarahan publik bersifat masif, membesar, dan meluas atas tindakan Rizieq. Hal ini tidak hanya merupakan keheranan dan kemarahan internal PDI Perjuangan melainkan sudah menjadi keheranan dan kemarahan umum atau publik di Indonesia.
Ada sejumlah pertanyaan mendasar muncul di sini : Apa kepentingan hukum Rizieq? Apa kedudukan hukum Rizieq? Isi materi apa yang dipersoalkan Riziek? Siapa Sesungguhnya Rizieq? Siapa yang mendorong, mendompleng, dan memanfaatkan Rizieq? Apakah Rizieq mempersoalkan dan menolak serta tak setuju dengan NKRI? Pancasila? UUD 1945? Bhinneka Tunggal Ika? Sehingga Rizieq harus mengadukan dan melaporkan Megawati.
Kemarahan masyarakat umum kepada Rizieq semakin mengkristal dan melembaga karena publik sudah sering dan telah banyak mengadukan dan melaporkan Rizieq Shihab atas sejumlah pelanggaran hukum dan tindak pidana yang dilakukan Rizieq.
Presiden Jokowi dan Wakil Presiden JK beserta jajaran pemerintahan pasti tidak bergeser semilipun dan sejengkalpun untuk menjaga, mengawal, dan merawat NKRI, Pancasila, UUD 1945, Bhinneka Tunggal Ika. Kepemimpinan Presiden Jokowi memaknai prinsip dasar dan simbol kenegaraan ini dengan mengisinya melalui pelaksanaan Program Nawacita. Pemerintahan Kabinet Kerja dan kepemimpinan Presiden Jokowi yang terkenal sederhana dan fleksibel tetapi tegas mempertahankan dan menegakkan Indonesia Raya dan Merah Putih melalui perwujudan dan peningkatan pembangunan dan perekonomian Indonesia bagi kesejahteraan dan kemakmuran rakyat.
Dalam kerangka bangunan kemasyarakatan, kebangsaan, dan kenegaraan ini, meliputi juga kebijakan konkrit dan agenda nyata jajaran pemerintahan untuk mencegah dan menindak tegas dan tuntas gerakan ekstrim intoleran fundamentalis. Pencegahan dapat dilakukan dengan pendekatan sosial, pendidikan, dan kebudayaan serta pendekatan keamanan dan ketertiban umum. Penindakan dapat dilakukan dengan pendekatan ketentuan hukum kepidanaan dan ketentuan administrasi kenegaraan. Negara memiliki otoritas penuh, tugas tanggung-jawab, dan kewenangan maksimal untuk melakukan pencegahan dan penindakan terhadap gerakan ekstrim intoleran fundamentalis yang merongrong keberadaan dan kewibawaan NKRI, Pancasila, UUD 1945, Bhinneka Tunggal Ika.
Negara Bersikap
Institusi Polri sebagai Bhayangkara Negara dengan Tribrata, senantiasa memaksimalkan fungsi, tugas, tanggungjawab, dan kewenangan untuk menjaga dan melindungi rakyat dari ancaman, serangan, gangguan, dan kekerasan dari gerakan ekstrim intoleran fundamentalis. Polri memelihara keamanan, kenyamanan, dan ketertiban umum. Polri menegakkan hukum (kepidanaan) sekaligus menindak siapapun dan organ manapun dari gerakan ekstrim intoleran fundamentalis yang selalu mengatasnamakan dan melakukan pelanggaran hukum. Polri mendukung, mengamankan, menjalankan, dan menyukseskan pelaksanaan Visi, Misi, Program Presiden. Polri adalah simbol dan wujud representasi negara yang harus senantiasa melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia.
Institusi TNI dengan Sumpah Prajurit dan Sapta Marga senantiasa sepenuhnya melaksanakan fungsi, tugas, dan tanggungjawab untuk menjaga kedaulatan negara. Segenap prajurit TNI mengawal keutuhan wilayah, mempertahankan NKRI dan Pancasila. Setiap prajurit TNI siap menegakkan dan menghormati UUD 1945 dan perundang-undangan Prajurit juga bertugas menumbuhkan dan menyuburkan Bhinneka Tinggal Ika. TNI mendukung, mengamankan, menjalankan, dan menyukseskan pelaksanaan Visi, Misi, Program Presiden. Pelaksanaan fungsi, tugas, dan tanggungjawab ini diletakkan dan digerakkan dalam konteks sistem dan kultur sosial politik demokratis secara konstitusional.
Penindakan yang dilakukan Negara, selain melalui institusi Kepolisian dan Kejaksaan dengan pendekatan ketentuan hukum kepidanaan, juga bersama Kementerian Dalam Negeri berfungsi, bertugas, bertanggungjawab, dan berwenang penuh melalukan penindakan dengan pendekatan ketentuan hukum adminstrasi kenegaraan. Organisasi Kemasyarakatan (Ormas) atau organ lain harus dilarang dan dibubarkan, yang terindikasi kuat, ternyata jelas, terbukti sah dan meyakinkan melakukan gerakan ekstrim intoleran fundamentalis.
Ormas ekstrim fundamentalis secara terbuka telah melakukan pelanggaran fatal dan serius, dengan mengganggu dan mengacaukan keamanan nasional dan ketertiban umum. Mereka merusak dan menyerang hak-hak dan kebebasan konstitusional warga masyarakat lain. Mereka membahayakan, mengancam, merusak, mengubah, bahkan menolak NKRI dan Pancasila. Secara terang-terangan menentang, mengganggu, dan merusak Bhinneka Tunggal Ika dan sejumlah simbol kenegaraan.
Pencegahan dapat dilakukan dengan pendekatan sosial, pendidikan, dan kebudayaan serta dengan pendekatan keamanan dan ketertiban umum. Dalam konteks pencegahan dengan pendekatan keamanan dan ketertiban, Negara hadir dan berada pada posisi dan peran membangun dan memaksimalkan sistem keamanan nasional, ketertiban umum, dan intelijen negara yang mencegah, menangkis, dan mengatasi ancaman, serangan, gangguan, dan kekerasan dari gerakan ekstrim intoleran fundamentalis yang mengancam, menyerang, mengganggu, merongrong, dan membahayakan pusat jantung Indonesia Raya.
Sistem keamanan nasional, ketertiban umum, dan intelijen negara yang memadai sekaligus juga untuk melindungi dan memfasilitasi pelaksanaan hak-hak dan kebebasan konstitusional warga masyarakat NKRI. Dalam konteks pencegahan dengan pendekatan sosial, pendidikan, dan kebudayaan, maka Negara melalui sejumlah instansi kementerian dan non kementerian sebaiknya dan sesungguhnya dapat melakukan pencegahan sejak dini sebelumnya.
Kementerian Dalam Negeri, Kementerian Sosial, Kementerian Pendidikan Dan Kebudayaan, Kementerian Ristek Dan Pendidikan Tinggi, Kementerian Agama, dan instansi terkait lainnya menjadi relevan dan efektif berinisiatif dan berperan dalam konteks ini.
Membumikan Pancasila
Keberadaan dan jasa perjuangan Nahdlatulu Ulama (NU) dan Muhammadyah masih memberikan harapan pada masyarakat dan bangsa Indonesia. Kedua Ormas terbesar ini merupakan Ormas Islam mainstrem (arus utama dan berpengaruh) di Indonesia dari dahulu sampai sekarang. NU dan Muhammadyah sejak awal terlibat aktif dan berinisiatif di garis terdepan berjuang mengusir penjajah kolonial dan merebut Kemerdekaan Republik Indonesia serta mempertahankan keberadaan RI sampai sekarang dan seterusnya. Kedua Ormas terbesar ini berjasa mempertahankan dan mengisi Kemerdekaan sehingga senantiasa menjadi kekuatan utama dan strategis menjaga, mengawal, merawat, menegakkan, dan mempertahankan NKRI, Pancasila, UUD 1945, Bhinneka Tunggal Ika.
NU dan Muhammadyah senantiasa tergerak dan terpanggil menyelamatkan dan membangun Indonesia Raya Dan Merah Putih melalui program sosial, ekonomi, pendidikan, kesehatan, kebudayaan, pemberdayaan sumber daya, dan lain-lain. Program-program ini berjalan dalam kerangka dan berbasis pada tugas tanggungjawab dan komitmen untuk memperkuat dan mengukuhkan pusat jantung pertahanan dan darah pergerakan Indonesia (NKRI, Pancasila, UUD 1945, Bhinneka Tunggal Ika).
Kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara semakin bermakna dengan kehadiran dan pengabdian sejumlah tokoh utama dan figur kredibel, disegani, dan berpengaruh sekaliber Shinta Nuriyah Abdurrahman Wahid, KH. Mustafa Bisri, KH. Hasyim Muzadi, Prof. DR. A. Syafii Maarif, Prof. DR. A. Malik Fadjar, dan tokoh figur panutan lainnya. Ini bertalian erat untuk memajukan, menumbuhkan, dan menyuburkan NKRI, Pancasila, UUD 1945, Bhinneka Tunggal Ika. Tokoh dan figur ini membangun dan menumbuhkan pemikiran terbuka, moderat, kultural, dan egaliter. Mereka bersikap pro kemanusiaan, kerakyatan, dan kebangsaan,–selanjutnya pendirian yang kuat, konsisten, dan otentik. Hal ini menjadi sangat bermanfaat bagi pertumbuhan demokrasi dan civil society untuk semakin menebalkan ruh dan semangat mengaktualkan dan merealisasikan Pancasila dan UUD 1945 di tengah-tengah masyarakat yang Bhinneka Tunggal Ika di dalam wadah NKRI.
Penguatan dan pemaknaan terhadap NKRI, Pancasila, UUD 1945, Bhinneka Tunggal Ika semakin tumbuh ketika hal ini disuarakan Wakil Presiden Ketujuh Republik Indonesia dan Presiden Ketiga Republik Indonesia (Prof. DR. BJ. Habibie) dan Wakil Presiden Keenam Republik Indonesia (Try Sutrisno) setelah bertemu dan berdiskusi dengan Presiden Jokowi beberapa waktu sebelum ini. Menurut BJ. Habibie dan Try Sutrisno, komitmen dan dukungan penuh terhadap NKRI, Pancasila, UUD 1945, Bhinneka Tunggal Ika, dan simbol kenegaraan harus diutamakan dan diprioritaskan.
Dengan demikian, kepentingan dan kesetiaan untuk mempertahankan dan menegakkan NKRI, Pancasila, UUD 1945, Bhinneka Tunggal Ika harus dan mutlak dikedepankan dan digelorakan di atas dan dibanding dengan kepentingan pribadi dan kelompok yang pragmatis dan opurtunis.
Komunitas strategis dan berpengaruh luas yaitu PGI dan KWI mengumandangkan hal yang sama pentingnya yaitu menjaga, megnawal, merawat, mempertahankan, dan menegakkan NKRI, Pancasila, UUD 1945, Bhinneka Tunggal Ika, dan simbol kenegaraan. PGI dan KWI menyatakan ini secara serius ketika dan sesaat setelah bertemu dan berdiskusi dengan Presiden RI Jokowi sebelum ini. Pernyataan ini sudah dinyatakan dan ditegaskan PGI dan KWI sejak dahulu sampai sepanjang masa. Karena PGI dan KWI senantiasa terpanggil bangkit menopang keberadaan dan ketahanan Indonesia Raya dan Merah Putih. PGI dan KWI telah berjasa merebut Kemerdekaan RI, dan seterusnya berjuang mempertahankan dan mengisi Kemerdekaan serta memaknai Proklamasi Kemerdekaan RI.
Agenda “Pembumian” Pancasila dan Bhinneka Tunggal Ika secara masif, sistematis, dan terus menerus harus segera ditumbuhkan dan disuburkan. Agenda pembumian harus menyentuh dan mewarnai kehidupan sosial, ekonomi, politik, budaya, agama dalam NKRI berdasarkan UUD 1945. Dengan demikian segala gerakan ekstrim intoleran fundamentalis dan gerakan lain yang bertentangan dengan prinsip dasar Indonesia Raya dapat dicegah dan diatasi dengan agenda pembumian Pancasila dan Bhinneka Tunggal Ika. Melalui ruh dan semangat nasionalisme dan humanisme dengan kebijakan dan agenda berkeadilan dan bermusyawarah, maka Indonesia Proklamasi 17 Agustus 1945 menjadi semakin kuat dan kokoh. Perspektif agenda pembumian menjadi lebih efektif dan relevan apabila menjadi agenda aksi dan kebijakan nyata dari agenda kepartaian, ormas, kelompok-kelompok strategis, dan struktural pemerintahan. Agenda pembumian Pancasila dan Bhinneka Tunggal Ika harus menjadi gerakan sosial, ekonomi, politik, dan gerakan kebudayaan di NKRI berdasarkan UUD 1945.
Masyarakat dan bangsa Indonesia sungguh bersyukur memiliki Negara Kesatuan Republik Indonesia, ideologi Pancasila, konstitusi UUD 1945, Semboyan Bhinneka Tunggal Ika. Masyarakat majemuk dan negara bangsa Indonesia mengandung kekayaan dan kejayaan tak terhingga karena terdiri dari berbagai suku, sub suku, adat istiadat, budaya, agama, kepercayaan, golongan, profesi, pulau, asal usul, dan lain-lain. Kekayaan dan kejayaan ini mampu mempersatukan, mempertemukan dan mempererat masyarakat dan bangsa Indonesia untuk Mengisi Kemerdekaan, Memaknai Proklamasi, dan Mengibarkan Merah Putih untuk Indonesia Raya.
* Penulis adalah mantan anggota Badan Legislasi DPR-RI
Â
Â
Â