JAKARTA – Komisaris Utama PT Angkutan Sungai, Danau, dan Penyeberangan (ASDP) Ferry Indonesia 2015-2020, Lalu Sudarmadi, dicopot dari jabatannya satu bulan setelah melaporkan potensi korupsi di perusahaan pelat merah itu kepada Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Erick Thohir. Keterangan ini terungkap saat Lalu dihadirkan sebagai saksi dalam sidang dugaan korupsi kerja sama usaha (KSU) dan akuisisi PT Jembatan Nusantara (JN) oleh PT ASDP Ferry yang merugikan negara Rp 1,25 triliun.
Pada persidangan itu, jaksa Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengonfirmasi bahwa Lalu pernah melaporkan proses KSU dan akuisisi PT JN yang bisa merugikan perusahaan dan memperkaya orang lain pada Maret 2020, jauh sebelum kasus ini diusut lembaga antirasuah.
“Yang paling penting sebenarnya kami melaporkan bahwa akuisisi, ini proses KSU menjadi akuisisi, ini akan berisiko. Itu saja intinya, karena kami pernah menolak 2016, itu saja,” kata Lalu, di Pengadilan Tipikor Jakarta Pusat, Kamis (17/7/2025).
Lalu mengatakan, sedianya ia hendak menyampaikan laporan itu secara informal. Namun, deputi di BUMN menyarankan agar mengirim surat resmi kepada Erick.
Jaksa lalu menunjukkan surat yang dikirim Lalu kepada Erick selaku Menteri BUMN.
“Ini yang dikirimkan itu? Perihal laporan kepada menteri BUMN saat itu Pak Erick Thohir?” tanya jaksa KPK.
“Iya,” jawab Lalu.
Jaksa kemudian membacakan materi surat tersebut yang menyatakan bahwa Dewan Komisaris PT ASDP tidak diberikan informasi yang maksimal terkait kerja sama dengan PT JN, perusahaan yang bergerak di penyeberangan seperti halnya PT ASDP Ferry. Komisaris tiba-tiba diundang untuk menghadiri acara penandatanganan memorandum of understanding (MoU) KSU antara PT ASDP Ferry dengan PT JN.
Padahal, komisaris meminta agar kerja sama itu dikaji terlebih dahulu agar Dewan Komisaris bisa memberikan saran.
Selanjutnya, kepada Erick, Lalu memperingatkan bahwa rencana yang disampaikan Direktur Utama PT ASDP Ferry saat itu, Ira Puspadewi, tidak akan menguntungkan perusahaan BUMN tersebut.
“Apa yang dikemukakan Dirut akan menguntungkan ASDP hanya sebagai rencana yang tidak akan tercapai, dan berpotensi menimbulkan kerugian serta tindakan memperkaya badan atau orang lain,” kata jaksa KPK membaca surat Lalu.
Lalu menyebut, KSU itu diduga menjadi modus agar PT ASDP mengakuisisi atau membeli kapal bekas PT JN.
“Kami laporan kepada Bapak Menteri bahwa kami pada RUPS (Rapat Umum Pemegang Saham) 2019 menolak akuisisi kapal PT JN yang dijadikan agenda RUPS pada waktu itu,” kata dia.
Jaksa KPK lalu mengonfirmasi, setelah surat itu dikirimkan kepada Erick Thohir pada Maret 2020, dirinya justru dicopot dari kursi Komisaris Utama PT ASDP Ferry pada April.
Menurut Lalu, ia berharap dipanggil Erick untuk memberikan penjelasan. Namun, dirinya justru dicopot tanpa alasan yang jelas. Penjelasan dari Deputi di BUMN pun mengambang.
“Dibilang ‘oh, kesalahannya Pak Menteri, Pak Lalu berprestasi, ini penataan. Nanti Pak Lalu ditempatkan, dicarikan tempat yang lain’. ‘Betul itu?’ ‘Betul’,” ungkap Lalu.
Tidak hanya dirinya, jajaran komisaris maupun direksi yang menolak menghalangi keinginan Ira mengakuisisi PT JN juga dicopot.
Hal ini sebagaimana tertuang dalam berita acara pemeriksaan (BAP) Lalu yang dibacakan jaksa KPK.
“Susunan direksi ataupun komisaris PT ASDP yang menjadi penghalang rencana saudari Ira Puspadewi akan dilakukan pemberhentian, dipecat,” kata jaksa, membacakan BAP Lalu.
Mereka yang dipecat adalah Wing Antariksa dan Lamane selaku Direktur PT ASDP Ferry. Kemudian, Lalu di jajaran komisaris utama dan VP bidang Hukum ASDP Dewi Andriyani yang mengundurkan diri.
Kepada Bergelora.com di Jakarta dilaporkan, dalam perkara ini, jaksa KPK mendakwa tiga mantan direksi PT ASDP Ferry melakukan korupsi yang merugikan negara Rp 1,25 triliun.
Mereka adalah eks Direktur Utama PT ASDP Ferry, Ira Puspadewi, mantan Direktur Komersial dan Pelayanan PT ASDP Ferry, Yusuf Hadi, dan mantan Direktur Perencanaan dan Pengembangan PT ASDP Ferry, Harry Muhammad Adhi Caksono. Korupsi dilakukan dengan mengakuisisi PT JN, termasuk kapal-kapal perusahaan itu yang sudah rusak dan karam.
“Berdasarkan laporan uji tuntas engineering (due diligence) PT BKI menyebut, terdapat 2 unit kapal yang belum siap beroperasi, yaitu KMP Marisa Nusantara karena dari status, kelas, dan sertifikat perhubungan lainnya telah tidak berlaku, dan KMP Jembatan Musi II karena kapal saat inspeksi dalam kondisi karam,” ujar jaksa. (Web Warouw)
Akibat perbuatan mereka, negara mengalami kerugian Rp 1,25 triliun dan memperkaya pemilik PT JN, Adjie, Rp 1,25 triliun. (Web Warouw)