Kebijakan PSBB Total yang dipaksakan oleh Gubernur DKI Anies Baswedan pada rakyat ibukota, secara pelan-pelan akan membunuh dirinya, orangtuanya, istrinya, anak-anaknya dan saudara-saudaranya. Mengubur semua hasil kerja keras selama bertahun-tahun. Memusnahkan semua impian yang ingin diraih. Nirmal Ilham, Tenaga Ahli di DPR-RI mengingatkan lewat tulisannya pada pembaca Bergelora.com. (Redaksi)
Oleh: Nirmal Ilham
KETIKA seorang kepala daerah melihat masalah dengan kacamata kuda, kebijakkannya hanya berlari terus ke depan. Tanpa sadar ternyata arahnya memutar. Anehnya, kebijakkan itu diulangi lagi. Dari start yang sama dan dengan kacamata kuda yang sama pula. Yang ternyata itupun bukan miliknya tapi milik negara lain.
Krisis kepemimpinan di Indonesia dimulai sejak era reformasi. Karena arah reformasi yang berkiblat ke barat. Segala permasalahan, solusinya langsung meniru barat. Dan membuang semua ingatan sejarah keberhasilan barat yang dibangun dari feodalisme, kolonialisme, imperialisme, rasisme, perbudakkan, manajemen konflik, standar ganda, dan monopoli.
Covid 19 adalah contoh kasus yang menarik untuk dianalisis. Diawali dari berita luar negeri yang terus memberitakan keganasan covid 19 pada penduduk Wuhan, China. Reaksi rakyat Indonesia biasa saja. Sebab banyak hal yang berbeda antara China dan Indonesia terutama kondisi geografisnya dan sistem imun tubuh orangnya. Flu di negara tropis adalah penyakit yang remeh.
Namun drama covid 19 untuk Indonesia ternyata sudah disiapkan dengan matang. Papan sutradara memulai Scene 1/tempat kejadian 1 yaitu, kasus pertama terjangkit covid 19 di Depok pada awal Maret 2020 yang diliput secara berlebihan. Scene 2, menyoroti masyarakat berbondong-bondong memborong bahan kebutuhan pokok. Larut dalam alur cerita yang meresahkan.
Konferensi pers Presiden Jokowi yang penuh senyum didampingi menteri kesehatan, berhasil meredam skenario horor covid 19. Jokowi berusaha menenangkan rakyatnya untuk tidak takut dan tidak panik. Karena ketakutan akan melemahkan daya tahan tubuh, dan kepanikan akan mengganggu perekonomian. Sampai disini sebenarnya semua kekhawatiran terhadap pandemi covid 19 di Indonesia teratasi.
Hingga akhirnya tampilah aktor utama dari cerita hantu covid 19 ini yaitu, Gubernur Anies. Muncul dengan langsung berencana memberlakukan kebijakkan lockdown Jakarta, yang diberi nama PSBB. Kontan kebijakkan ini menuai penolakkan dari pemerintah pusat karena dampaknya terhadap perekonomian negara dan ekonomi rakyat kecil.
Tapi Anies tak bergeming. Arogan dengan status otonomi daerah yang berlaku. Menutup mata bahwa Jakarta adalah motor perekonomian Indonesia. PSBB pun resmi diumumkannya dan berlaku pada 10 April 2020 hingga 14 hari ke depan. Kebijakkan yang meniru eropa.
Kisah covid 19 selanjutnya didominasi oleh perangai Anies sebagai peran utama yang antagonis. Berbagai ekspresi yang mengundang simpati dia tampilkan untuk terus memperpanjang PSBB. Dari tegang, sedih, tegas, optimis, hingga ceria membahana. Massa tampak terhipnotis sampai tabungannya menipis.
Saat sadar bahwa kondisi ekonomi akibat PSBB ini sangat mencekik, Anies justru kembali berencana membuat peraturan PSBB baru yang lebih ketat dan lebih kuat. Seperti kebijakkan PSBB pertama. Ketika mal dan toko yang buka ditindak tegas. Restoran Padang dan Warung Tegal dipaksa tutup. Kantin sekolah dan kampus dibuat merana.
Sekarang semua orang paham bahwa kebijakkan PSBB secara pelan-pelan akan membunuh dirinya, orangtuanya, istrinya, anak-anaknya dan saudara-saudaranya. Mengubur semua hasil kerja keras selama bertahun-tahun. Memusnahkan semua impian yang ingin diraih.
Banyak yang meminta agar sang gubernur memiliki jiwa nasionalis. Tapi Anies tersenyum sinis. Karena dia adalah seorang internasionalis.