Oleh: Dr. Kurtubi*
WE meet and we have a Big–Hug with Anies. Bak dua sahabat yang telah lama tidak bertemu. Capres No. 1 Anies Baswedan datang Kampanye ke Lombok di Lapangan Sekarbela Lombok Barat, 6 Februari 2024. Semoga Paslon No. 1 Anies Muhaimin memenangkan Pilpres 2024. AMIIN.
Anies Baswedan intinya menyampaikan bahwa Negara dan Rakyat saat ini butuh perubahan untuk menjadi lebih baik.
Tentu, Perubahan yang dimaksud antara lain termasuk perubahan dalam Pengelolaan Sumber Daya Alam yang hingga kini masih belum sesuai dengan acuan Konstitusi Pasal 33.
MK Cabut 17 Pasal UU Migas No 22/2001
Contoh beberapa fakta, pengelolaan migas misalnya, masih menggunakan Undang-undang Migas No 22/2001 yang berasal dari IMF ketika pemerintah pinjam uang dari IMF saat terjadi krisis moneter tahun 1998.
Mahkamah Konstitusi sudah mencabut 17 pasal dari UU Migas ini dan telah menyebabkan penurunan produksi migas selama dua dekade. Indonesia berubah dari negara anggota OPEC eksportir migas terbesar di Asia, diluar negara-negara Arab. Kini menjadi salah satu importir migas terbesar di dunia. Indonesia harus mengimpor sekitar 80% dari gas LPG yang dipakai masak oleh rakyat.
Namun Undang-undang Migas ini masih dibiarkan berlaku sejak disahkan tahun 2001 oleh Presiden Megawati, lalu diteruskan 10 tahun oleh Presiden SBY dan nyaris akan 10 tahun juga oleh Presiden Jokowi saat ini.
Meskipun saya sudah sarankan agar Undnag-undang Migas No 22/2001 ini supaya dicabut, hanya sekitar satu tahun sejak undang-undang ini disahkan tahun 2001. Saran saya ini saya tulis di majalah Tempo Edisi Oktober 2002.
Karena saya sudah prediksi dampak buruk dari undang-undang ini yang justru mencabut dua undang-undang dibidang migas yang sudah sesuai dengan Konstitusi Pasal 33, yaitu undang-undang NO 44/Prp/1960 dan undang-undang No 8/1971 dan sudah terbukti berhasil.
Saat ini negara kita harus mengimpor minyak mentah dan gas LPG dalam jumlah yang sangat besar.
Petani kekurangan Pupuk karena gas sebagai bahan baku pupuk produksi dan alokasi gas untuk pabrik pupuk menurun sebagai dampak dari Undang-undang Migas No 22/2001
UU Minerba No 4/2009 Sistim Kolonial
Sementara pengelolaan Energi Batubara dan Mineral lewat Undang-undang Minerba No 4/2009 yang kemudian dilanggengkan dengan Undang-undang Minerba No.3/2020 hingga saat ini, masih menggunakan sistem konsesi (Ijin Usaha Pertambangan dan Kontrak Karya) yang merupakan Sistem yang dipakai di zaman kolonial Belanda berdasarkan Undang-undang Pertambangan (Indiche Mijnwet tahun 1890.). Sistem Konsesi ini tidak mengatur agar perolehan negara/ APBN lebih besar dari keuntungan yang diperoleh oleh Investor.
Energi Nuklir
Sedangkan Energi Nuklir hingga hari ini belum kita manfaatkan. Meskipun negara kita mempunyai potensi cadangan Uranium dan Thorium yang besar. Presiden RI Pertama Soekarno sudah mencita-citakan untuk dibangunnya Pembangkit Listrik Tenaga Nuklir (PLTN) di tanah air, ketika beliau menyaksikan peresmian PLTN Rusia di pinggir kota Moskow tahun 1950-an.
Di era dunia saat ini yang membutuhkan listrik bersih bebas dari emisi karbon. Komisi VII DPRRI bersama Pemerintah/ Menteri LHK telah merativikasi Paris Agreement on Climate Change menjadi Undang-undang No 15/2016. Maka membangun PLTN di tanah air adalah suatu keharusan.
Listrik dari PLTN bersifat Non- Intermitten bisa menyala non stop 24 jam. Sehingga bisa mendukung industrialisasi mulai dari industri skala rumah tangga, skala UMKM dan skala besar, untuk bisa beroperasi 24.jam.
Dengan teknologi PLTN Generasi ke 4, listrik menjadi lebih aman, pembangunannya lebih singkat dan biaya produksi listriknya lebih murah karena tidak membutuhkan baterai storage.
Jadi dapat disimpulkan bahwa negara kita saat ini membutuhkan perubahan dalam Pengelolaan Sumber Daya Energi Migas, Batubara dan Nuklir dan sumber daya mineral seperti nikel, tembaga, bauksit, timah, mangan, pasir besi, emas, perak, dll.
Disarankan agar hilirisasi dibidang SDA energi dan SDA mineral, sebaiknya dilakukan setelah terlebih dahulu dilakukan perubahan dalam usaha penambangannya disisi hulu denganengganti sistem konsesi dan Kontrak Karya.menjadi Sistem Kontrak Bagi Hasil yang memastikan bahwa perolehan negara dalam APBN memperoleh bagian yang lebih besar dari keuntungan bersih yang diperoleh oleh Investor.
Dengan standard Bagi Hasil 65% untuk APBN dan 35% untuk Investor setelah cost recovery. Investor dipermudah, perijinan diurus oleh perusahaan negara penananda tangan Kontrak Bagi Hasil “B to B” dengan Investor.
Investor tIdak boleh dibebani pajak sebelum berproduksi. Karena 100% modal dan resiko di tangan Investor.
Kita harapkan agar siapapun yang terpilih menjadi Presiden RI ke 8,– terlebih jika yang terpilih adalah Anies Rasyid Baswedan– segeralah melakukan perubahan Kebijakan dibidang Pengelolaan SDA Energi dan Mineral dengan mengacu kepada Konstitusi Pasal 33.
Segeralah membangun Industri Nuklir yang terintegrasi dari hulu hingga hilir.
Ini semua untuk membebaskan pertumbuhan ekonomi nasional dari jebakan pertumbuhan yang hanya berputar-putar di level 5%.
Negara terbesar ke 4 di dunia yang kaya sumber daya alam yg beragam ini akan sangat mustahil menjadi negara Industri Maju Berpendapatan Tinggi di Tahun 2045,–apabila pertumbuhan ekonomi hanya berputar-putar di Level 5%.
Dalam sejarah perekonomian Indonesia, pertumbuhan ekonomi tertinggi pernah tumbuh di level 9,8% pada tahun 1980.
Saat itu sektor migas nasional masih dikelola sesuai dengan Konstitusi Pasal 33. Pengelolaan sektor migas nasional didasarkan atas Undang-undang No.44/ Prp/1960 dan undang-undang No.8/1971.
Pada tahun 1980-an Sektor migas mendominasi penerimaan APBN dan mendominasi penerimaan devisa hasil Ekspor.
Indonesia menjadi negara pengekspor minyak anggota OPEC sekaligus menjadi Negara pengekspor LNG terbesar didunia.
Negara dan rakyat, termasuk rakyat di Lombok NTB membutuhkan perubahan menuju masyarakat yang adil dan makmur menjadi Negara Industri Maju Berpendapatan Tinggi di Tahun 2045.
*Penuli Dr. Kurtubi, Ketua Kaukus Nuklir Parlemen 2014–2019. Alumnus SRN 1 Kediri, SMPN 2 Mataram, SMAN Mataram, UI Jakarta, IFP Perancis dan CSM Amerika