JAKARTA- Kementerian Kelautan dan Perikanan, mengusulkan agar segera dilakukan review ulang pada Perpres 51/2014. Review ulang harus dilakukan oleh tim independen yang didasarkan pada Kajian Lingkungan Hidup Strategis (KLHS) dan dengan memperhatikan dinamika publik sejalan dengan Undang-undang 32/2009 dan Undang-Undang 26/2007 tentang Penataan Ruang. Hal ini ditegaskan oleh Menteri Kelautan dan Perikanan, Susi Pudjiastuti di Jakarta, Rabu (20/7) dengan melihat belum menyatunya pendapat publik tentang pengembangan Teluk Benoa.
“Selama masa review, maka seluruh upaya pengembangan Teluk Benoa ditangguhkan sampai menunggu hasil review ditetapkan,” tegasnya.
Pernyataan publik ini menurutnya dibuat sebagai bentuk tanggung jawab KKP terhadap publik agar tidak terjadi salah persepsi di masyarakat. Sehubungan dengan banyaknya pemberitaan media yang cukup tendensius dan cenderung tidak benar terkait sikap Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) dalam menanggapi isu dan permasalahan reklamasi Teluk Benoa.
“Selama masa review, dilakukan komunikasi intensif dengan berbagai pihak terkait,” ujarnya.
Kepada Bergelora.com dilaporkan bahwa Menteri Susi Pudjiastuti menegaskan posisi KKP terhadap reklamasi Teluk Benoa, antara lain adalah Perpres 51/2014 merupakan regulasi Presiden yang menjadi pedoman bagi pengelolaan pengembangan kawasan Bali Selatan/Sarbagita (Denpasar, Badung, Gianyar, Tabanan), dan alokasi tata ruang di kawasan tersebut.
Setiap permintaan izin pemanfaatan ruang, di kawasan Benoa menurutnya harus mengacu pada Perpres 51/2014. Setiap permintaan izin pemanfaatan ruang/lokasi, disetujui/diterbitkan apabila sesuai dengan pedoman teknis dalam Perpres 51/2014,” tegasnya.
“Izin pemanfaatan ruang sebagaimana dimaksud Perpres 51/2014 bukan merupakan izin pelaksanaan kegiatan reklamasi,” tegasnya.
Susi menjelaskan bahwa izin pelaksanaan kegiatan reklamasi diterbitkan apabila AMDAL yang mencakup aspek lingkungan hidup, sosial dan budaya telah dilakukan, dan hasilnya menyimpulkan bahwa kegiatan ini layak.
“Izin (kelayakan) lingkungan yang didasarkan pada hasil Amdal diterbitkan oleh Kementerian yang berwenang berdasarkan Undang-Undang 32/2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup,”tegasnya.
Ia juga mengatakan bahwa kementerian yang dipimpinnya tidak memiliki otoritas dan kewenangan untuk memutuskan rencana kegiatan reklamasi ini “go atau no go”
Hentikan Permanen
Sebelumnya Minggu (18/7) puluhan ribu rakyat Bali melakukan aksi massa di Sanur, Denpasar, Bali. Tujuan aksi massa itu hanya satu yaitu menghentikan rencana reklamasi secara permanen. Karena itu, tuntutan sepenuhnya ke Presiden Joko Widodo (Jokowi).
“Sanur adalah desa kebangkitan adat Bali. Kami sudah ke Jakarta dan pemerintah menjamin tidak boleh ada penodaan tanah Bali,” kata Wayan Swarsa, Bendesa Adat Kuta yang jadi ketua Pasubayan (persatuan) 38 desa adat yang melaporkan hasil kunjungan ke kantor Kementerian Kelautan dan Perikanan dan Kantor Staf Presiden, awal pekan lalu.
Anak Agung Kompiang Raka, Bendesa Adat Desa Intaran menyatakan Teluk Benoa adalah kawasan konservasi dan kawasan suci dan tidak ada yang boleh mengutak-atik kawasan tersebut.
Sementara Koordinator Forum Rakyat Bali Tolak Reklamasi Teluk Benoa, I Wayan Suardana aka Gendo menyatakan sudah tak percaya dengan Menteri Susi Pudjiastuti yang tak kunjung beri jawaban atas permintaan izin lokasi dari PT TWBI. Namun Gendo menyimpulkan sampai 14 hari surat permohonan perpanjangan izin lokasi tak dijawab, Susi sudah memberi sinyal menyetujui izin lokasi sampai dua tahun ke depan.
“Kami tidak percaya Susi berpihak pada rakyat Bali. Kalau izin lokasi diperpanjang tak menyurutkan perlawanan. Harapan satu-satunya presiden Jokowi. Pertemuan dengan Teten Masduki mengatakan presiden mengkaji serius. Apapun pahit getirnya harus dihadapi,” Gendo membakar massa.
Ia mengingatkan lagi jika pemerintah membiarkan kondisi seperti akan berisiko rakyat melakukan langkahnya sendiri. (Telly Natalia/Web Warouw)