JAKARTA- Saat ini seluruh masyarakat menunggu keseriusan Mahkamah Konstitusi (MK) untuk menegakkan Undang-undang Dasar 1945 secara konsisten dengan membatalkan Undang-undang No 40/2004 Tentang Sistim Jaminan Sosial Nasional (SJSN). Semenjak berlakunya UU SJSN ini leher seluruh rakyat Indonesia termasuk buruh, pekerja, PNS, Prajurit TNI dan Polri telah dijerat dengan kewajiban membayar iuran asuransi kesehatan yang dijalankan oleh Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS). Hal ini ditegaskan oleh Ketua Umum Serikat Buruh Sejahterah Seluruh Indonesia (SBSI) 1992, Sunarti kepada Bergelora.com di Jakarta, Rabu (15/10).
“Ditangan MK, rakyat, buruh, PNS dan prajurit TNI/Polri meletakkan nasibnya. Kami percaya MK masih setia pada UUD’45 dan akan membatalkan UU SJSN yang menjerat leher kita,” ujarnya.
Mahkamah Konstitusi akan memutuskan Judicial Review yang menuntut pencabutan Undang-undang No 40/2004 Tentang Sistim Jaminan Sosial Nasional (SJSN) pada hari Kamis (16/10) atas gugatan dari beberapa organisasi buruh dan organisasi kesehatan yang tergabung dalam Front Nasional Tolak BPJS (Badan Pelaksana Jaminan Sosial).
“Kalau MK memenuhi gugatan kami maka undang-undang BPJS (Badan Penyelenggara Jaminan Sosial) juga secara otomatis tidak berlaku,” tegasnya.
Ia menjelaskan bahwa pada tahun 2011 Pemerintah mengesahkan Undang-undang No 24 tahun 2011 tentang BPJS yang memaksa seluruh rakyat menjadi peserta BPJS dengan kewajiban membayar iuran layanan kesehatan setiap bulan.
“Sehingga SJSN dan BPJS melepaskan tanggung jawab sosial negara untuk melindungi rakyatnya. Jika menunggak diancam denda 2% akumulasi setiap bulan keterlambatan. Jika tidak terdaftar BPJS maka diancam sanksi administrasi berupa tidak memperoleh layanan publik tertentu oleh pemerintah semisal pembuatan perijinan KTP, KK, Paspor dan surat penting lainnya yang akan berlaku efektif 1 Januari 2015 pada setiap orang dan pemberikerja maupun pekerja jelasnya,” jelasnya.
Bukan Jaminan Sosial
Undang-undang SJSN dan Undang-undang BPJS menurutnya adalah bukan jaminan sosial tetapi asuransi sosial wajib bagi rakyat. Sebelumnya buruh dan pekerja tidak berkewajiban membayar iuran maka sekarang diwajibkan bersama pemberikerja pekerja/buruh wajib menjadi peserta dan membayar iuran rutin setiap bulanya.
“Setiap orang mendapatkan pelayanan kesehatan jika sudah terdaftar dan membayar iuran. Bagi setiap orang yang mengalami kecelakaan kerja meninggal dunia dapat mendapatkan santunan dan jaminan perawatan kesehatan jika telah mendaftar dan membayar iuran Jaminan Kematian dan Jaminan Kecelakaan Kerja. Jaminan pensiun dengan iuran 8% hanya mendapatkan 25 % dari upah pokok terakhir dengan syarat masa iur 15 tahun dan usia pensiun 56 tahun,” ujarnya.
Ia menjelaskan, kewajiban iuran yang harus dibayar oleh kaum buruh dan pekerja bersama pemberikerja adalah Jaminan Kesehatan 5 % yang dibayarkan oleh pemberi kerja sebesar 4% dan dibayarkan oleh pekerja dan buruh sebesar 1%. Jaminan Hari tua sebesar 5,7 % yang dibayarkan pemberi kerja 3,7 % dan di bayarkan pekerja dan buruh 2 %. Sedangkan Jaminan Kematian 0,5 % dibayarkan oleh pemberi kerja dan Jaminan Kecelakaan Kerja dibayarkan 0,5 % oleh pemberi kerja. Jaminan Pensiun 8 % dibayarkan pemberi kerja 5 % dan di bayarkan pekerja/buruh sebesar 3 %.
Front ini mengajukan pengujian pada Pasal 1 angka 5, Pasal 14 ayat 2, Pasal 17 ayat (1), ayat (2), ayat (4), dan ayat (5), Pasal 19 ayat (1), Pasal 20 ayat (1), Pasal 30, Pasal 36, Pasal 40, Pasal 44 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 40 Tahun 2004 tentang SJSN yang bertentangan dengan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945
Front Nasional Tolak BPJS (Badan Pelaksana Jaminan Sosial) terdiri dari SPN (Serikat Pekerja Nasional), SBSI (Serikat Buruh Sejahterah Indonesia) 1992, Dewan Kesehatan Rakyat (DKR), SPOI (Serikat Pekerja Otomotif Indonesia), Gaspermindo (Gabungan Serikat Pekerja Merdeka Indonesia), HMI (Himpunan Mahasiswa Islam), SPSI RTMM (Rokok, tembakau,Makanan dan Minuman). (Dian Dharma Tungga)