Oleh: Toga Tambunan
AKHIR tahun 2023 ini tugas Satgas BLBI akan stop. Masa tugas itu tegas tercantum dalam Keputusan Presiden nomor 16 tahun 2021 tentang perubahan atas Keputusan Presiden nomor 6 Tahun 2021 tentang Satuan Tugas Penanganan Hak Tagih Negara Dana Bantuan Likuiditas Bank Indonesia. Tugas menagih itu tinggal sepuluh bulan lagi, sebagaimana ditetapkan dalam Keppres 16/2021 tgl 06 Oktober 2021 yang menyempurnakan Keppres 6/2021, yang sebut bertugas mulai April 2021. Terhitung sejak berdiri hingga sekarang Tim itu bekerja sudah 20 bulan.
Tim pengarah Satgas Keppres 16/2021 itu terdiri dari 3 Menko, 3 Menteri, Kepala Kepolisian dan Jaksa Agung. Sedang Tim Pelaksana Satgas BLBI mencakup empat kementerian, Bareskrim, Kejagung, BPKP, BIN, PPATK.
Secara detail pernak pernik kasus BLBI ini, amat dipahami hanya para pakar perekonomian, khususnya pakar di bidang moneter. Selaku yang awam, kita, diantaranya saya, hanya tahu talangan dana BLBI itu sekitar 144 triuliun. Dan beban negara membayar bunga obligasi rekap BLBI besarnya amboi…. 70 triuliun tiap tahun.
Hitunglah sepanjang 1981 – 2022, selama 23 tahun bunga obligasi rekap BLBI itu telah menghisap uang pajak warga Indonesia yang melarat sebanyak 1.610 triuliun.
Sungguh diluar akal sehat, infrastruktur IMF itu berdalih merestorasi moneter RI, dengan program makin memiskinkan warga melarat, menggendutkan konglomerat kaya lebih buncit semakin buncit.
Infrastruktur desain IMF ini semula ditolak keras B.J. Habibie, yang saat itu menjabat Presiden RI, menetapkan para penerima dana BLBI wajib kembalikan uang itu berupa uang dalam 3 tahun sesuai tenor ditetapkan. Sikap terpuji dan logis H.B Habibie itu kandas. Rupanya sangkin kuatnya geng Soeharto di meja otoritas pemerintah, menyudutkan pemangku jabatan Presiden.
Sejatinya BLBI ini masalah ketidakadilan penghisapan warga Indonesia melarat dengan instrumen hukum yang dahulu didesain IMF dan dilegalkan geng orba Soeharto.
Talangan dana BLBI ditumpahkan ke bank penerima sekitar 144 triuliun, saat itu harga emas tertinggi Rp 140.000,- per satu gram. Hitungkah berapa juta kg emas setara dana BLBI itu. Dan sebanyak jumlah emas itu, nilai uangnya tanggal 21.02.2023 dengan harga emas Rp 1.023.000 / gram, berapa triuliun? Berapa kali lipat dari nilai semula.
Jika dana BLBI itu diinvestasikan secara hitungan bisnis laba konvensional 10% saja per tahun, maka selama 23 tahun, modal itu telah menghasilkan 230%.
Perhitungan itu belum lagi dengan bunga obligasi rekap BLBI sebesar 70 triuliun/tahun.
Obligasi rekap BLBI itu, yang dibayar mulai 1989 hingga 2022 berarti 23 tahun, banyaknya sudah mencapai sekitar 1.610 triliun. Dahsyat teramat besar.
Bukankah praktek demikian sesungguhnya tehnik penipuan yang diatur? Ingatlah, saat itu Soeharto sudah serahkan kekuasaannya pada Mei 1997, sehingga kroninya segra memanfaatkan sebesar-besarnya uang negara yang masih bisa digarong dengan muslihat IMF.
Infrastruktur desain IMF menggunakan instrumen hukum legal itu tak pelak menyimpulkan, geng Soeharto yang masih didalam pemerintahan berbekal otoritas dimilikinya memaksa rakyat melarat dimiskinkan menggendutkan kekayaan konglomerat yang sudah buncit makin kian buncit.
Konglomerat dan lainnya para pengusaha geng orba Soeharto, pasti bertaruh melestarikan instrumen hukum desain IMF yang dilegalkan politisi geng orba Soeharto itu, berlangsung terus demi memperkaya diri menyingkirkan keadilan.
Ketidakadilan itulah masalah besar pemerintahan Jokowi – Maruf Amin dengan menugaskan Tim Satgas BLBI menagih piutang negara terhadap pengemplang dana BLBI itu. Jumlah yang ditagih lebih 110, 4 triulliun.
Selaku Kapolri, Jendral Listyo Sigit Prabowo dalam kapasitas anggota Tim Satgas BLBI dalam rilis akhir tahun 2022 menyebutkan: ” _Jajaran Polri mampu mengembalikan aset senilai Rp 28,8 triliun, sebagai hak tagih negara atas perkara pengucuran dana Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI). Aset sebanyak itu baru 26% dari total tagihan BLBI senilai Rp 110,45 triliun”._
Warga Indonesia mendukung kebijakan Pemerintah Jokowi – Mar’uf Amin tersebut serta mensyukuri pencapaian tagih yang disebut Kapolri selama 20 bulan.
Tersirat dari 20 bulan menagih pencapaian Rp 28,8 triuliun itu, betapa alotnya manuver geng Soeharto menancapkan ketidakadilan terhadap warga Indonesia. Mereka dipastikan mustahil manut keadilan menuruti ketentuan Tim Satgas BLBI.
Sebelumnya mereka telah melawan sikap patriotik B.J.Habibie yang berkedudukan Presiden. Tentu mereka mustahil patuh perintah Tim Satgas BLBI bentukan pemerintah Jokowi-Ma’ruf Amin.
Diantara geng Soeharto itu mungkin patuh arahan Tim Satgas BLBI, jika bersangkutan katarsis dirinya dari sikap semula.
Target konglomerat dan pengusaha serta politisi geng Soeharto itu menjatuhkan secepatnya Jokowi dari jabatan presiden. Juga menjegal dengan segala manuver agar MPR tidak bersidang membahas amandemen pembuka kemungkinan Jokowi menjabat 3 periode.
Sebanyak dua pertiga pun kekayaan, mereka bisa habiskan agar mekanisme BLBI yang tidak adil itu tetap lestari.
Pertempuran sengit Tim Satgas BLBI melawan konglomerat, pengusaha serta politisi geng Soeharto ini pasti akan terus berlangsung.
Warga Indonesia minus para geng Soeharto itu sudah tentu berharap semoga Tim Satgas BLBI berhasil mencapai target ditentukan sesuai tempo ditetapkan yang tinggal 10 bulan. Apakah kekuatan Tim Satgas BLBI sudah cukup tringginas memunahkan segala manuver geng Soeharto?
Sebagaimana suara tegas alm. buya Ahmad Syafei Ma’rif: ” _Medsos, ada hoax, dan segala macam itu. Oleh sebab itu menurut saya orang-orang yang waras jangan diam,”_ maka dalam rangka Tim Satgas BLBI ini merealisasi targetnya, warga Indonesia wajib mengorganisasi dan memobilisasi semua potensi di segala segmen mendukung operasional dan membantu Tim Satgas BLBI ini.
Membahas hal ini kita bukan maksudkan dendam pada mereka, melainkan menguraikan masalah sebenarnya.
Rancangan menggarong uang negara melalui arus moneter diawali Pakto 1988 yang diterbitkan Gubernur BI, Andrianus Mooy, menuruti desain IMF, selaku jaringan rezim Soeharto di bidang moneter. Pakto 1988 itu membolehkan mendirikan bank asal modal satu milyar saja. Jadilah para konglomerat beriringan mendirikan bank. Dan dikelola serampangan. Uang penabung direkayasa jadi kredit untuk perusahaan yang juga dimiliki pemilik bank. Bayar kredit dijadikan macet, saat penabung menarik tabungannya. Bersamaan ketika itu krisis baht, anjlok di Thailand.
Penarik uang itu mengkonversi rupiah yang ke dollar, sehingga harga dollar melicit. Krisis moneter.
Sehingga memfait accompli negara turun tangan. Bukankah praktek demikian sesungguhnya tehnik penipuan yang diatur? Ingatkah, saat itu Soeharto sudah serahkan kekuasaannya pada Mei 1997, sehingga kroninya segra memanfaatkan sebesar-besarnya uang negara yang bisa diraup dengan muslihat IMF.
Terhadap krisis moneter itu, IMF menyarankan menyuntik dana bailout menalangi Bank yang disebut salah kelola itu. Pada Desember 1998 bailout BLBI, menghabiskan pundi negara 144,53 triliun.
Ternyata bank-bank pingsan (sengaja) salah kelola itu, diantaranya 24 dari 48 penerima dana BLBI bukan disehatkan para pemilik atau direksi Bank tersebut. Mereka umumnya melanjutkan menggarong. Terutama trik konglomerat pemilik bank besar. Sebagian besar dana BLBI itu digondol konglomerat itu sekalian hengkang keluar negeri. Terbanyak ke Singapura.
Krisis moneter semakin parah di Indonesia, sedang krisis di Thailand sudah melandai.
Pada 2000 Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) menemukan fakta/data kerugian negara sebanyak Rp 138,7 triliun. Selain itu, hasil temuan Badan Pengawasan Keuangan dan Ternyata bank-bank pingsan (sengaja) salah kelola itu, diantaranya 24 dari 48 penerima dana BLBI bukan disehatkan para pemilik atau direksi Bank tersebut. Mereka umumnya melanjutkan menggarong. Terutama trik konglomerat pemilik bank besar. Sebagian besar dana BLBI itu digondol konglomerat itu sekalian hengkang keluar negeri.
Pada 2000 Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) menemukan fakta/data kerugian negara sebanyak Rp 138,7 triliun. Selain itu, hasil temuan Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) memperlihatkan penyimpangan dana hingga Rp 54,5 triliun oleh 28 bank penerima dana BLBI tersebut. Nominal diantara terindikasi penyelewengan penyaluran alias korupsi dana BLBI itu berjumlah sekitar 114 triliun.
Bank-bank tersebut makin bermasalah. Pemerintah ambil alih. BPPN dibentuk mengasuh Bank bermasalah itu. BPPN ini pun ruang permainan kroni rezim Suharto. Kepala BPPN, Syafruddin Tumenggung korupsi.
Atas desain IMF, dengan dalih menyehatkan bank yang sudah sekarat setelah pingsan itu, dana BLBI yang tak lagi terbayar Bank penerima berhubung pemiliknya korup dan dibawa hengkang ke luar negeri, pemerintah jadikan obligasi rekap BLBI yang otomatis bunganya ditanggung APBN.
Mustahil para konglomerat, pengusaha dan politisi geng Soeharto, manut tulus perintah Tim Satgas BLBI. Semoga Tim Satgas BLBI tidak gembos, waspada, tangkas dan bertindak secepatnya.
Bekasi, 21 Februari 2023
* Penulis, Toga Tambunan pengamat ekonomi politik