Minggu, 19 Oktober 2025

NAAAH….! Buka Posko Pengaduan, SPD: Menaikan Iuran BPJS, Pak Jokowi Koq Menelan Ludah Sendiri Sih?

Solidaritas Pemuda Demokratik buka Posko Pengaduan di Propinsi Lampung. (Ist)

BANDAR LAMPUNG-   Pelayanan kesehatan yang diasuransikan pada Badan Pelayanan Jaminan Sosial (BPJS) kesehatan semakin jauh dari yang diharapkan rakyat. Beberapa pelayanan kesehatan pada beberapa penyakit berat tertentu justru sudah tidak dijamin oleh BPJS Kesehatan. Anehnya pemerintah malah menyetujui ajuan kenaikan iuran peserta  BPJS Kesehatan. Padahal sudah berkali-kali BPJS Kesehatan defisit anggaran. Hal ini disampaikan Badri, Ketua Umum Solidaritas Pemuda Demokratik (SPD) Lampung kepada pers, Senin (9/9).

“Pak Jokowi silahkan tanya pada rakyat langsung, Seluruh rakyat keberatan kenaikan iuran BPJS. Kenapa dipaksakan? Ini jauh dari rencana pak Jokowi mau meningkatkan Sumberdaya manusia. Ini sama dengan menelan ludah sendiri,” ujarnya.

Lucunya menurut Badri, alasan BPJS Kesehatan, defisit anggaran BPJS Kesehatan katanya karena kebanyakan masyarakat menunggak membayar iuran BPJS Kesehatan. Ini menunjukkan iuran tersebut sudah membebani masyarakat.

“Koq malah BPJS minta sekarang iurannya dinaikin? Bukankah itu akan semakin berat membebani rakyat. Sebesar kemarin saja gak bisa bayar, apalagi dinaikin. Jadi tujuannya menaikan iuran, supaya defisit lagi kan?” katanya.

Badri memastikan bahwa sudah pasti rakyat akan menolak rencana kenaikan iuran pasien BPJS Kesehatan karena ini pelayanan kesehatan saat ini sangat jauh dibawah standar yang diharapkan. 

“Triliunan dana APBN terus menerus dihabisi oleh BPJS Kesehatan, tapi pelayanan terus memburuk. Tidak semua penyakit ditanggung BPJS Kesehatan. Utang rumah sakit tetap tidak terbayar. Rumah sakit setiap saat terancam bangkrut,” tegasnya.

Menyandera Presiden Jokowi

Menurutnya, BPJS Kesehatan seperti terus menerus menyandera Presiden Jokowi dan meminta talangan utang rumah sakit. Anehnya Presiden selalu memenuhi membayar talangan utang BPJS Kesehatan.

“Rakyat bertanya-tanya. Mengapa Presiden Jokowi selalu mau bayar utang BPJS Kesehatan? Padahal itu perusahan merugi terus. Defisit seperti penyakit kambuhan BPJS Kesehatan. Presiden Jokowi selalu disandera dengan tagihan utang BPJS,” ujarnya.

Serikat Pemuda Demokratik Lampung menurutnya meminta agar Presiden Jokowi segera melakukan evaluasi besar-besaran kinerja BPJS Kesehatan dan membatalkan rencana kenaikan iuran pasien BPJS Kesehatan. Karena rakyat dipastikan tidak akan mampu membayar iuran yang sangat tinggi

“Batalkan kenaikan iuran. Evaluasi kinerja BPJS Kesehatan. Minta KPK memeriksa direksi dan manajemen BPJS  Kesehatan.

Ia juga mengingatkan bahwa sudah saatnya pemerintah melaksanakan program pelayanan kesehatan gratis bagi seluruh Rakyat Indonesia tanpa terkecuali.

“Karena anggaran kesehatan sudah sangat besar untuk membayar kesehatan masyarakat secara maksimal, tegas Badri.

Buka Posko Pengaduan

Menyikapi kenaikan iuran BPJS, Serikat Pemuda Demokratik di Lampung membuka posko-posko pengaduan di seluruh kabupaten, kota, kecamatan dan desa di seluruh Provinsi Lampung.

“Jika mengalami kesulitan di puskesmas dan rumah sakit saat berobat, silahkan datang ke Posko untuk dibela dan di dampingi oleh kader-kader SPD setempat. Insya Allah kami akan bela sampai dilayani oleh rumah sakit, puskesmas dan BPJS Kesehatan,” tegasnya.

Kepada Bergelora.com sebelumnya diberitakan, sebelumnya Kementerian Keuangan (Kemenkeu) menegaskan, tidak semua iuran Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan Naik 100%. Hanya kelas 1 dan kelas 2 yang naik 100%, sementara kelas 3 naik 65%.

“Itu (kenaikan 100%) hanya berlaku untuk Kelas 1 dan Kelas 2. Untuk kelas 3, tidak sebesar itu. Untuk Kelas 3, usulan kenaikannya adalah dari Rp25,5 ribu menjadi Rp42 ribu, atau naik 65%,” kata Kepala Biro Komunikasi dan Layanan Informasi (Kepala Biro KLI) Kemenkeu Nufransa Wira Sakti dalam siaran persnya di Jakarta, Senin (9/9) siang.

Menurut Nufransa, kenaikan peserta mandiri kelas 3 sebesar Rp42 ribu itu sama dengan iuran bagi orang miskin dan tidak mampu yang iurannya dibayar oleh Pemerintah. Bahkan bagi peserta mandiri Kelas 3 yang benar-benar tidak mampu dapat dimasukkan ke dalam Basis Data Terpadu Kementerian Sosial (Kemensos) sehingga berhak untuk masuk Penerima Bantuan Iuran (PBI) yang iurannya dibayarkan oleh pemerintah.

Adapun besaran iuran BPJS Kelas 1 dan 2 yang diusulkan pemerintah akan berlaku mulai Januari 2020 adalah: a. Kelas 1 jadi Rp160.000 per bulan (sebelumnya Rp80 ribu), dan kelas 2 menjadi Rp110 ribu per bulan (sebelumnya Rp51.000).

Kepala Biro Komunikasi dan Layanan Informasi Kemenkeu Nufransa Wira Sakti menegaskan, dalam menaikkan iuran ini, pemerintah mempertimbangkan 3 hal utama yaitu kemampuan peserta dalam membayar iuran (ability to pay), upaya memperbaiki keseluruhan sistem JKN sehingga terjadi efisiensi, serta gotong royong dengan peserta pada segmen lain.

“Pemerintah sangat memperhitungkan agar kenaikan iuran tidak sampai memberatkan masyarakat dengan berlebihan,” jelas Nufransa.

Untuk itu, lanjut Nufransa, jika ada peserta yang merasa benar-benar berat membayar, bisa saja peserta yang bersangkutan melakukan penurunan kelas, misalnya dari semula Kelas 1 menjadi Kelas 2 atau Kelas 3; atau dari Kelas 2 turun ke Kelas 3.

Namun Nufransa memastikan, kenaikan iuran BPJS ini akan diiringi dengan perbaikan sistem JKN (Jaminan Kesehatan Nasional) secara keseluruhan sebagaimana rekomendasi Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP), baik terkait kepesertaan dan manajemen iuran, sistem layanan dan manajemen klaim, serta strategic purchasing.

Nufransa juga menyampaikan, bahwa rencana kenaikan iuran ini juga adalah hasil pembahasan bersama oleh unit-unit terkait, seperti Kementerian Koordinator Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (Kemenko PMK), Kementerian Keuangan (Kemenkeu), (Kemenkes), dan Dewan Jaminan Sosial Nasional (DJSN) yang nantinya akan ditetapkan dengan Peraturan Presiden (Perpres).

Tidak Bayar Iuran

Kepada Bergelora.com dilaporkan, dalam kesempatan itu Kepala Biro Komunikasi dan Layanan Informasi (Kepala Biro KLI) Kemenkeu Nufransa Wira Sakti juga mengklarifikasi alasan pemerintah menaikkan iuran BPJS. Ia menyebutkan,   diantara penyebab utama defisit program Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) yang sudah terjadi sejak awal pelaksanaannya adalah besaran iuran yang underpriced dan adverse selection pada peserta mandiri.

Menurut Nufransa, banyak peserta mandiri yang hanya mendaftar pada saat sakit dan memerlukan layanan kesehatan yang berbiaya mahal, dan setelah sembuh, peserta berhenti membayar iuran atau tidak disiplin membayar iuran.

Pada akhir tahun anggaran 2018, tingkat keaktifan peserta mandiri hanya 53,7 persen. Artinya, 46,3 persen dari peserta mandiri tidak disiplin membayar iuran alias menunggak. Sejak 2016 – 2018, besar tunggakan peserta mandiri ini mencapai sekitar Rp15 triliun.

“Pemerintah menaikkan iuran program Jaminan Kesehatan Nasional dan usulan untuk mendisiplinkan peserta yang menunggak iurannya, khususnya peserta mandiri,” jelas Nufransa.

Sepanjang 2018, total iuran dari peserta mandiri adalah Rp8,9 triliun, namun total klaimnya mencapai Rp27,9 triliun. Dengan kata lain, claim rasio dari peserta mandiri ini mencapai 313 persen. Dengan demikian, seharusnya kenaikan iuran peserta mandiri lebih dari 300%. (Salimah)

Artikel Terkait

Stay Connected

342FansSuka
1,543PengikutMengikuti
1,120PelangganBerlangganan

Terbaru