Kamis, 17 Juli 2025

Nah..! ICW : Prof Romli Keliru Besar

Guru Besar Universitas Padjadjaran (Unpad), Bandung, Jawa Barat, Prof Romli Atmasasmita (Ist)

JAKARTA- Indonesia Corruption Watch (ICW) membantah semua tuduhan Guru Besar Universitas Padjadjaran (Unpad), Bandung, Jawa Barat, Prof Romli Atmasasmita melalui cuitan twitter pribadinya @rajasundawiwaha, yang menunjukkan sejumlah dana asing atau dana hibah yang mengalir kepada ICW. Hal ini disampaikan Adnan Topan Husodo, Koordinator ICW kepada Bergelora.com, di Jakarta, Selasa (4/7).

Pertama, tuduhan Romli bahwa ICW, Pukat dan lain-lain terima dana hibah dari KPK dengan dasar hasil audit BPK sangat serampangan. Bisa jadi KPK memang punya program yang dikerjasamakan dengan kelompok masyarakat karena KPK memiliki direktorat pencegahan, yang didalamnya ada satu organ khusus bernama pendidikan dan pelayanan masyarakat. Namun audit BPK itu tidak pernah menyebut lembaga masyarakat mana saja yang pernah bekerjasama dengan KPK.

“Sementara ICW sendiri tidak pernah punya program bersama dengan KPK. Lantas, mengapa Romli dengan gegabah menyimpulkan jika itu ICW, Pukat dan lain-lain? Kualitas buku semacam apa yang sedang disajikan Romli kepada publik jika metoda penelitian dan kajiannya sendiri sangat tidak masuk akal?” ujarnya.

Adnan Topan Husodo menjelaskan, tuduhan Romli yang lain adalah bahwa ICW menerima dana hibah dari KPK dan karenanya ICW sangat membabi buta mendukung KPK.

“Ini juga kesimpulan yang sangat menyesatkan. Mengapa? Karena data yang digunakan Romli untuk menyimpulkan hal ini adalah dokumen laporan keuangan hasil audit milik ICW sendiri yang telah dipublikasikan di www.antikorupsi.org, jelasnya. Dalam laporan keuangan tahun 2014, disebutkan ada penerimaan dana tak terikat dengan nama penerimaan “saweran KPK”. Ini yang dianggap Romli sebagai dana hibah dari KPK untuk ICW. Romli salah besar soal ini,” jelasnya.

Dana saweran KPK itu menurutnya dikumpulkan justru untuk pembangunan gedung baru KPK. Sejarahnya, pada tahun 2012 KPK mengajukan usulan pembangunan gedung baru, tapi DPR kala itu menolak, maka lahirlah inisiatif dari masyarakat untuk patungan yang rekeningnya dibuka oleh ICW. Jadi yang masuk ke rekening itu adalah uang masyarakat yang menyumbang untuk pembangunan gedung baru KPK.

“Mengapa tahun 2014 masih ada? Karena mekanisme hibah dari masyarakat kepada lembaga negara tidak ada aturannya. Konsultasi dengan Kementerian Keuangan telah beberapa kali dilakukan, tapi mereka sendiri tidak punya solusinya. KPK sendiri tidak mau melanggar aturan sehingga belum siap menerima dana itu. Terjadilah deadlock. Uang saweran masyarakat itu tetap berada di rekening yang dibuka ICW sampai kemudian tahun 2015 saya minta rekening itu ditutup dan total uangnya sebesar Rp 424.152.000,00 diserahkan kepada KPK (bukti penerimaan terlampir dalam foto) supaya ICW tidak terbebani dengan uang sebesar itu. Ini kedua kalinya Romli tersesat atas kesimpulannya,” jelasnya.

Tuduhan bahwa ICW tidak terbuka atas dana hibah dari pihak asing menurutnya menggunakan sumber bahan hasil audit keuangan yang dipublikasikan secara teratur oleh ICW melalui website www.antikorupsi.org dan laporan tahunan. Jika tidak terbuka, tidak mungkin Romli akan mendapat laporan keuangan ICW yang kemudian gagal dia baca/analisis secara benar.

“Selain itu, Romli juga menyatakan bahwa hibah dari donor asing pasti tidak ada yang gratis. Tudingan Romli sebenarnya basi dan tidak jauh berbeda dengan tudingan beberapa orang yang tidak merasa senang diawasi LSM seperti ICW, yang menyatakan LSM penerima hibah asing tidak nasionalis dan menjadi kepanjangan tangan kepentingan asing di Indonesia,” katanya. 

Adnan Topan Husodo mengatakan, apabila Romli benar serius baca data atau memiliki kemampuan membaca data, hibah asing yang masuk ke Indonesia sebagian besar justru mengalir ke lembaga-lembaga negara. Berdasarkan data dari kementrian keuangan, sepanjang 2011 hingga pertengahan 2016, total dana hibah mencapai Rp. 41,58 triliun. Masing-masing Rp. 14,36 triliun hibah dari dalam negeri dan Rp. 27,22 triliun dari luar negeri (asing). Uang tersebut menyebar ke hampir semua lembaga negara, mulai dari Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) hingga hingga Kejaksaan Agung. Sebagai contoh pada tahun 2014, Kepolisian Republik Indonesia (Polri) mendapat hibah sebesar Rp. 470,8 milyar, kementrian kesehatan (kemenkes) Rp. 866,8 milyar, dan kementrian hukum dan HAM Rp.84 milyar.

“Romli pasti tidak akan berani menanyakan penggunaan dana hibah tersebut apalagi menuding lembaga-lembaga itu tidak nasionalis dan antek asing,” katanya.

Soal Korupsi Migas

Keempat, tuduhan bahwa ICW tidak berani masuk ke sektor migas, sehingga yang diurus ICW adalah soal pemerintahan/birokrasi saja. Hal itu karena ICW telah menerima hibah dari RWI-Migas. Begitu klaimnya. Istilah RWI-Migas sekali lagi adalah istilah dalam laporan keuangan ICW yang telah diaudit dan telah dipublikasikan.

“Romli mengutip itu dan menyimpulkan bahwa ICW tidak berani masuk ke sektor migas karena telah menerima dana dari RWI-Migas. Mungkin dalam benak Romli, yang dimaksud RWI-Migas itu BP Migas ya,” katanya.

Ia meluruskan, RWI itu adalah kependekan dari Revenue Watch Institute. RWI adalah lembaga donor internasional yang memfokuskan pada advokasi keterbukaan kontrak sektor migas. Websitenya bisa ditengok di www.revenuewatch.org.

“Mandat dari program yang diterima oleh ICW sangat jelas, bagaimana supaya sektor migas, terutama kontrak-kotraknya di Indonesia lebih transparan. Inisiatif EITI yang menjadi tonggak dari berdirinya Publish What You Pay (PWYP) Indonesia salah satunya didukung oleh RWI. Jadi kalau Romli mengatakan ICW mendapatkan dana dari RWI-Migas dan karenanya tidak bersuara pada sektor migas adalah keliru besar. Salah kaprah,” tegasnya.

Selain ikut mendorong lahirnya PWYP sebagai organisasi yang mendorong agenda reformasi sektor migas, ICW juga telah banyak mengkritisi kebijakan migas di Indonesia.

“Jika Romli cukup berbesar hati untuk mengunjungi google dan ketik dua kata: ICW migas, maka akan banyak sekali informasi terkait dengan advokasi ICW di sektor itu. Belum lagi ketika bicara timah, tambang, dan sektor kehutanan. Link dibawah ini cuma contoh kecil saja ya,” ujarnya.

Dari berbagai penjelasan tersebut, pendek kata, ia menegaskan Prof Romli melakukan banyak kesalahan fatal dalam kajiannya karena beberapa hal.

“Pertama, kajian yang ia buat tidak melalui proses cek and ricek serta klarifikasi sehingga kemungkinan salah mengambil kesimpulan terbuka lebar. Kedua, Romli memang guru besar hukum pidana, tapi ia bukan ahli akuntansi sehingga kalau ia paksakan ilmu hukumnya untuk membaca laporan audit keuangan, tentu tidak akan klop. Jadi, kami maklumi sajalah kekeliruannya, mumpung masih suasana lebaran,” katanya

Buku Romli

Sebelumnya, Guru Besar Universitas Padjadjaran (Unpad), Bandung, Jawa Barat, Prof Romli Atmasasmita melalui cuitan twitter pribadinya @rajasundawiwaha, menunjukkan sejumlah dana asing atau dana hibah yang mengalir kepada Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dan sejumlah organisasi sipil pegiat antikorupsi, seperti Indonesia Corruption Watch (ICW). Romli menilai KPK dan ICW telah menyimpang dari hittah awal pembentukan kedua lembaga tersebut.

Dari kutipan catatan kaki buku yang dibagikannya, Romli mengungkapkan adanya pelanggaran Undang-undang Hibah yang dilakukan oleh KPK dan ICW.

“Menurut keterangan Taufik Ruki Plt. Pimpinan KPK Kepada Direktur LPIKP bahwa KPK Jilid III telah menandatangani MOU dengan negara donor. Akan tetapi, aliran dana dari donor tidak ditransfer ke rekening KPK melainkan langsung ke rekening LSM Antikorupsi. LPKIP belum memperoleh data perihal tersebut di atas, akan tetapi memiliki keyakinan bahwa informasi yang disampaikan Taufik Ruki adalah benar,” tulis Romli dalam buku Sisi Lain Akuntabilitas KPK dan Lembaga Pegiat Antikorupsi: Fakta dan Analisis.

 

Ia pun meminta Panitia Khusus (Pansus) Hak Angket yang saat ini sedang dilakukan DPR untuk  menyelidiki aliran dana bantuan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) kepada sejumlah organisasi sipil pegiat antikorupsi, seperti ICW. (Web Warouw)

Mereka yang kembali dari Suriah patut diduga pernah bergabung dengan ISIS.
Illustrasi:Gelombang repatriasi WNI dari Suriah ke-285 diantar oleh staf KBRI Damaskus, Muklas Hamdi Rais, 10 Maret 2017. KBRI Damaskus

TEMPO.CO, Jakarta – Kepala Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) Komisaris Jenderal Suhardi Alius mengatakan warga negara Indonesia (WNI) yang baru kembali dari Suriah diwajibkan mengikuti program deradikalisasi. “Siapa yang menjamin mereka tidak radikal? Sebagai pencegahan, kami kasih pencerahan dan diberikan program deradikalisasi,” ujar dia di Kantor Kemenko Polhukam, Jakarta, Senin, 3 Juli 2017.
Menurut Suhardi, sebelum mengikuti program deradikaliasi, para WNI itu lebih dulu menjalani sistem verifikasi dari BNPT. “Kami verifikasi, lalu kami kasih pencerahan di Bambu Apus selama satu bulan, baru kami antar mereka sampai ke rumah masing-masing,” katanya.
Baca: Diduga Ingin Bergabung ke Suriah, 3 WNI Dideportasi  
Sebagaimana telah diberitakan sebelumnya, penegak hukum di Indonesia tengah mewaspadai 1.000 Warga Negara Indonesia yang akan kembali ke Indonesia dari Timur Tengah, termasuk Suriah. Sebab, bisa saja di antara mereka adalah kombatan ISIS (Islamis State of Iraq and Syria) yang melakukan divergensi.
Kekhawatiran itu sendiri didasari beberapa hal. Selain dikarenakan masih banyaknya aksi teror di Indonesia, juga dikarenakan mulai melemahnya kekuatan ISIS di Suriah. Biasanya, jika posisi sebuah organisasi teroris melemah di pusatnya, maka organisasi tersebut akan memecah dirinya, mengirimkan sejumlah anggotanya ke daerah asal untuk melanjutkan aksinya.
Baca: Malaysia Umumkan 7 Tersangka Teroris Termasuk Satu WNI
Kendala yang dihadapi BNPT saat ini adalah tidak ada aturan yang bisa digunakan untuk memilah orang-orang yang dicurigai sebagai alumnus ISIS alias kombatan teroris. “Kami kan belum punya undang-undang yang mendukung,” ujar Suhardi.
Namun demikian, BNPT tetap berupaya melakukan antisipasi masuknya penumpang gelap dalam rombongan WNI dari Timur Tengah. Salah satunya dengan memperkuat kerjasama pengawasan bersama pemerintah Turki. Sebab selama ini WNI  yang masuk ke Suriah kerap melalui Turki. “Kami berharap pemerintah Turki memberikan informasi lebih awal (perihal WNI yang akan pulang dari Suriah via Turki),” katanya.
ANTARA, ISTMAN MP                        

Artikel Terkait

Stay Connected

342FansSuka
1,543PengikutMengikuti
1,120PelangganBerlangganan

Terbaru