JAKARTA- Ketua DPR RI Bambang Soesatyo mengatakan data lembaga dibawah PBB, UNDP (United Nations Development Programme) menyebutkan perairan Indonesia sebagai habitat bagi 76 persen terumbu karang dan 37 persen ikan karang dunia. Kepada Bergelora.com dilaporkan, hingga kini nelayan di Pulau Jawa masih menghadapi dilema terkait keberadaan alat tangkap cantrang. Di satu sisi, penggunaan alat tangkap cantrang bisa mengurangi sumberdaya ikan serta merusak habitat dan ekosistem laut. Namun di sisi lain, pendapatan nelayan menjadi menurun.
“Dampak ekologis pelarangan cantrang akan menimbulkan dampak positif bagi kondisi lingkungan. Namun, kenyataan tersebut berbanding terbalik dengan dampak ekonomi dan sosial yang ditimbulkan. Pada aspek ekonomi, pelarangan cantrang jelas mempengaruhi tingkat pendapatan. Jumlah hasil tangkapan dan diferensiasi alat tangkap. Sementara, dampak sosial yang ditimbulkan yaitu berubahnya hubungan sosial dalam kehidupan nelayan dan tingkat kesejahteraan yang menurun,” ujar Bamsoet Senin (19/3).
Bamsoet mendorong potensi ekonomi sektor kelautan yang mencapai lebih 1,3 triliun USD pertahun, dan mampu menyerap tenaga kerja hingga 40 juta jiwa itu bisa memberikan kontribusi nyata yang lebih besar lagi terhadap produk domestik bruto (PDB).
“Di tahun 2016, sektor perikanan menyumbang 3 persen terhadap PDB Nasional. Sampai dengan 2019, kita berharap angkanya mampu meningkat mencapai 9 persen. Bahkan jika memungkinkan menembus dua digit. Ini tentu bukan hal yang mudah, butuh kerja sama semua pihak,” paparnya.
Karena itu, Bamsoet meminta Kementerian Kelautan dan Perikanan memaksimalkan penggunaan anggaran Rp 7,28 triliun dari APBN 2018. Sehingga mampu menggerus tingkat kemiskinan para nelayan. Data BPS pada 2016 mencatat nelayan berkontribusi sekitar 26 persen atau 7,87 juta jumlah penduduk miskin di Indonesia.
“Program kerja kementerian harus mengedepankan asas manfaat. Berbagai program bagus yang telah dijalankan harus dilanjutkan dan diperluas di tahun 2018 ini. Antara lain pengadaan kapal perikanan, alat tangkap ramah lingkungan, hingga premi asuransi nelayan,” tambahnya. (Enrico N. Abdielli)