JAKARTA- PPNI dan Forum Stovia JogLoSemar menyatakan prihatin atas beredarnya rekaman video pada tanggal 25 Januari 2018 dengan pengambilan gambar di RS oleh keluarga Pasien dan diunggah oleh pasien itu sendiri di akun Instagram yang berisi kemarahan pasien kepada seorang perawat yang dituduh melakukan pelecehan seksual di ruang pemulihan pasca operasi pada tanggal 23 Januari 2018 pukul 11:30 – 12:00.
“Video viral tersebut telah mengiring opini masyarakat dan menimbulkan dampak ketidaknyamanan pelayanan medis di Rumah Sakit lainnya yang disebabkan pasien menjadi takut mendapatkan perlakuan yang sama ketika dalam keadaan tidak sadar atau setengah sadar dengan berbagai respon yang membuat terganggunya Patient Safety,” Harif Fadillah, Skep.,SH., MKep Ketum PPNI (Persatuan Perawat Nasional Indonesia) kepada Bergelora.com di Jakarta, Senin (29/1)
“Rumah Sakit adalah tempat yang steril dari perekaman baik suara maupun video berdasarkan UU No. 29 tahun 2004 tentang Praktek Kedokteran pasal 48 dan pasal 51. Juga berdasarkan Undang Undang No 36 tahun 1999 Pasal 40 tentang Telekomunikasi,” katanya.
Ia menjelaskan, potongan Video 58 detik yang beredar viral dan membentuk opini pengakuan bersalah perawat itu belum tentu lengkap dan seharusnya dibuktikan dahulu oleh ahli digital forensik, tetapi video itu langsung dijadikan barang bukti di Polisi, dan akibat barang bukti ini tersangka ditahan di Polrestabes Surabaya Utara.
“Apa yang dituduhkan oleh Pasien Ny. W tidak benar, tersangka tidak melakukan apa yang dituduhkan dan yang dilakukan hanya melepas sadapan disposible ECG Electrode yang menempel di sekitar dada pasien, jumlah sadapan electrode sebanyak 6 buah, 3 buah memang menempel di sekitar dekat papilla mamae (puting); V3, V4, V5 dan pasien Ny. W dalam kondisi post operasi dimana masih ada pengaruh dari obat bius. Sehingga keterangannya tidak dapat sepenuhnya dibenarkan,” tegasnya.
Ia mengatakan, perawat yang dituduh pada dasarnya hanya menjalankan tugasnya sesuai dengan standard pelayanan operasional medis dan tidak melakukan hal di luar itu.
“Maka penahanannya berdasarkan barang bukti yang belum diuji ahli digital forensik merupakan bentuk ketidakadilan,” ujarnya.
Ia menegaskan, polisi tetap harus memegang teguh praduga tidak bersalah, dan menerima laporan harus memastikan barang bukti bukan sebuah rekayasa, utuh tanpa editan dan sudah diuji dalam digital forensik, agar konflik konflik yang ada di masyarakat dapat diselesaikan dengan adil.
“Masyarakat agar tidak mudah terprovokasi dengan postingan postingan dan memviralkan yang video belum jelas yang menyebabkan keresahan. Peristiwa ini harus menjadi pelajaran bersama bagaimana bangsa ini seyogya nya tidak boleh diombang-ambing dengan postingan yang akhirnya mengarah ke sebuah opini yang salah,” ujarnya. (Mariya)