JAKARTA – Kejaksaan Agung (Kejagung) menyatakan bekerja sama denga Jaksa RI di Singapura untuk mencari Beneficial Owner PT Orbit Terminal Merak, Muhammad Riza Chalid (MRC). Diketahui, meski Kejagung sudah menetapkan Riza Chalid sebagai tersangka terkait kasus dugaan korupsi dalam tata kelola minyak mentah dan produk kilang pada Pertamina subholding dan KKKS tahun 2018-2023, namun bos minyak itu belum ditahan.
“Untuk itu kami sudah kerja sama dengan perwakilan kejaksaan Indonesia di luar negeri, khususnya di Singapura,” kata Direktur Penyidikan Jaksa Agung Muda Bidang Tindak Pidana Khusus (Dirdik Jampidsus) Kejaksaan Agung, Abdul Qohar saat konferensi pers di kantornya, dikutip Bergelora.com di Jakarta Sabtu (12/7/2025).
“Kami sudah ambil langkah-langkah, karena informasinya ada di sana,” sambungnya.
Qohar menambahkan, sejatinya Kejagung sudah melayangkan pemanggilan terhadap yang bersangkutan. Namun, Riza Chalid tidak kunjung datang hingga ditetapkan sebagai tersangka.
“Khusus MRC, selama tiga kali berturut-turut dipanggil dengan patut, tidak hadir, berdasarkan informasi yang bersangkutan tidak tinggal di dalam negeri,” ujarnya.
Harta Kekayaan Riza Chalid
Di luar kasus hukum yang menjeratnya, selama ini Riza Chalid dikenal sebagai saudagar minyak atau The Gasoline Godfather karena memiliki usaha di pelbagai sektor seperti perkebunan sawit, perdagangan minyak, hingga industri minuman.
Dihimpun dari berbagai sumber, salah satu perusahaan miliknya, yakni Global Energy Resources, bahkan pernah disebut sebagai pemasok utama minyak untuk Petral (Pertamina Energy Trading Ltd), anak perusahaan Pertamina yang berbasis di Singapura.
Tak hanya di sektor energi, Riza juga melebarkan kerajaan bisnis ke industri lain seperti mode ritel, perkebunan sawit, dan minuman dalam kemasan.
Dirinya memiliki berbagai perusahaan yang berbasis di Singapura, seperti Supreme Energy, Paramount Petroleum, Straits Oil dan Cosmic Petroleum.
Tak ayal, pada tahun 2015, majalah Globe Asia menempatkan dirinya sebagai orang ke-88 terkaya di Indonesia. Dengan estimasi kekayaan saat itu mencapai USD415 juta atau setara Rp6,8 triliun.
Diketahui, Kejagung menetapkan Riza Chalid bersama delapan orang lainnya sebagai tersangka baru dalam kasus tersebut. Selain Riza Chalid, Kejagung telah melakukan penahanan. Berikut daftar sembilan tersangka baru dalam kasus tersebut:
1. AN (Alfian Nasution) selaku Vice President Supply dan Distribusi Kantor Pusat PT Pertamina tahun 2011 – 2015
2. HB (Hanung Budya) selaku Direktur Pemasaran & Niaga PT Pertamina Tahun 2014,
3. TN (Toto Nugroho) selaku SVP Integreted Suplly Chain Juni 2017 s.d. November 2018,
4. DS (Dwi Sudarsono) selaku selaku VP Crude & Product Trading ISC – Kantor Pusat PT Pertamina Persero Sejak 1 Juni 2019-September 2020
5. AS (Arif Sukmara) selaku Direktur Gas, Pertochemical & New Business, PT. Pertamina International Shipping
6. HW (Hasto Wibowo) selaku Mantan SVP Integreted Supply Chain 2018-2020
7. MH (Martin Haendra Nata) selaku Business Development Manager PT Trafigura Pte. Ltd periode November 2019-Oktober 2021
8. IP (Indra Putra) selaku Business Development Manager PT Mahameru Kencana Abadi,
9. MRC (Muhammad Riza Chalid) selaku Beneficial Owner (BO) PT Tangki Merak dan PT Orbit Terminal Merak,
Peran Riza Chalid
Sebelumnya, Qohar menjelaskan, Riza membuat kesepakatan dengan beberapa tersangka untuk menyewakan terminal tangki bahan bakar minyak (BBM) Tangki Merak.
Kesepakatan tersebut melibatkan Vice President Supply dan Distribusi Kantor Pusat PT Pertamina tahun 2011-2015 Alfian Nasution (AN), Direktur Pemasaran dan Niaga PT Pertamina tahun 2014 Hanung Budya (HB), dan Direktur Utama PT Orbit Terminal Merak dan juga Komisaris PT Jenggala Maritim Nusantara, Gading Ramadhan Joedo.
“Melakukan perbuatan secara bersama-sama dengan tersangka HB, AN dan GRJ secara melawan hukum untuk menyepakati penyewaan Terminal BBM Tangki Merak,” ujar Qohar dikutip Bergelora.com, Sabtu (12/7/2025).
“Dengan melakukan intervensi kebijakan tata kelola PT Pertamina berupa memasukkan rencana kerja sama penyewaan terminal BBM Merak yang pada saat itu PT Pertamina belum memerlukan tambahan penyimpanan stok BBM,” tambahnya.
Kejagung juga menduga, Riza Chalid bersama tersangka lainnya menghilangkan skema kepemilikan aset Terminal BBM Merak dalam kontrak kerja sama dan menetapkan harga kontrak yang tinggi.
Kejagung juga sudah menggeledah rumah Riza di Jalan Jenggala 2, Kebayoran Baru, Jakarta Selatan pada Selasa (25/2/2025) hingga Rabu (26/2/2025).
Penggeledahan dilakukan karena rumah Riza digunakan sebagai kantor tersangka kasus dugaan korupsi tata kelola minyak mentah dan produk kilang PT Pertamina Subholding dan kontraktor kontrak kerja sama pada 2018-2023.
“Untuk hasil penggeledahan yang di Jalan Jenggala penyidik itu menyita, Ada 34 ordner yang berisi dokumen-dokumen dan itu sekarang sedang diteliti karena di dalam ordner. Kemudian, ada 89 bundel dokumen,” ujar Kapuspenkum Kejagung Harli Siregar.
“Kemudian ada uang tunai sebanyak Rp 833 juta dan 1.500 dollar Amerika,” tambahnya.
Di sisi lain, penyidik juga menyita dua unit mesin CPU dari rumah Riza dan empat kardus berisi surat dan dokumen di Plaza Asia lantai 20.
Sebelum Riza, Kejagung sudah menetapkan Direktur Utama PT Pertamina Patra Niaga Riva Siahaan dan beneficial owner PT Navigator Khatulistiwa Muhammad Kerry Adrianto sebagai tersangka. (Web Warouw)