JAKARTA – Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) BRICS ke-17 yang akan berlangsung di Rio de Janeiro, Brasil, mencatat sejarah penting dengan penerapan format baru, yakni BRICS+. Untuk pertama kalinya, forum ini akan dihadiri oleh 11 negara anggota dan 10 negara mitra, menunjukkan perluasan signifikan dalam sejarah organisasi yang dibentuk sejak 2006. Awalnya terdiri dari Brasil, Rusia, India, dan China, kelompok ini berkembang dengan masuknya Afrika Selatan pada 2011.
Pada periode 2024-2025, enam negara tambahan resmi bergabung, di antaranya Ethiopia, Mesir, Iran, Indonesia, Arab Saudi, dan Uni Emirat Arab (UEA), memperluas jangkauan strategis BRICS ke kawasan Timur Tengah dan Asia Tenggara.
Dalam KTT Kazan 2024, para pemimpin juga menyepakati kategori baru, yakni negara mitra BRICS.
Saat ini terdapat 10 negara mitra, termasuk Malaysia, Vietnam, dan Uzbekistan. Kehadiran Indonesia dan Vietnam sebagai anggota tetap sekaligus menandai ekspansi pertama BRICS ke Asia Tenggara, yang merupakan kawasan penting
Saat ini, BRICS+ mewakili lebih dari 40 persen populasi dunia, serta menguasai 40 persen produksi dan ekspor minyak global, dan 40 persen volume perdagangan dunia.
Perluasan keanggotaan ini memberikan peluang pasar yang lebih luas, akses terhadap sumber daya strategis, serta potensi investasi yang besar bagi negara-negara anggota dan mitra.
Kepada Bergelora.com di Jakarta, Senin (7/7) dilaporkan menurut laporan kebijakan dari UNIDO (Organisasi Pengembangan Industri Perserikatan Bangsa-Bangsa) yang dirilis Februari 2025, total nilai perdagangan global negara-negara BRICS melonjak drastis dari USD572 miliar pada 2002 menjadi lebih dari USD4 triliun atau setara Rp64.768 triliun pada 2021 meningkat lebih dari tujuh kali lipat.
Pertumbuhan perdagangan ini didorong oleh peningkatan transaksi antarnegara anggota BRICS, meskipun belum ada perjanjian perdagangan formal.
Dalam beberapa tahun terakhir, laju perdagangan intra-BRICS tumbuh lebih cepat dibandingkan dengan negara-negara non-anggota, memperlihatkan integrasi ekonomi yang kian kuat.
Perdagangan intra-BRICS yang berkembang juga memberi dampak positif bagi negara berkembang non-anggota, terutama dalam membangun rantai pasok yang saling melengkapi dan membuka jalan menuju keterlibatan lebih besar dalam rantai nilai global. Tren ini turut mendorong lonjakan perdagangan antar negara berkembang atau perdagangan Selatan-Selatan.
Data UNCTAD menunjukkan bahwa volume perdagangan Selatan-Selatan meningkat dari USD2,3 triliun pada 2007 menjadi USD5,6 triliun pada 2023.
Ketergantungan terhadap mitra dagang tradisional pun terus berkurang. Di sisi lain, peningkatan kerja sama di bidang investasi juga menjadi kekuatan utama BRICS. China tercatat sebagai salah satu dari tiga penerima investasi asing langsung (FDI) terbesar di dunia pada 2023, sementara Brasil dan India masing-masing menerima FDI sebesar USD130 miliar. BRICS kini menjadi motor utama pertumbuhan FDI di pasar negara berkembang.
Arus investasi ke negara-negara BRICS meningkat dari USD84 miliar pada 2001 menjadi USD355 miliar pada 2021. Porsi BRICS dalam total FDI global pun melonjak dua kali lipat, dari 11 persen menjadi 22 persen, seiring dengan masuknya negara-negara seperti Indonesia, Vietnam, UEA, dan Arab Saudi yang juga menjadi destinasi FDI utama. Dengan dukungan FDI, BRICS mampu memfasilitasi transfer teknologi, penguatan infrastruktur, serta mendorong pertumbuhan ekonomi berkelanjutan dan transisi energi bersih. Dalam dua dekade terakhir, kelompok ini mengalami perluasan pengaruh signifikan dalam perekonomian global.
Laporan dari Carnegie Endowment for International Peace menunjukkan bahwa sejak tahun 2000, kontribusi BRICS terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) global berdasarkan paritas daya beli (PPP) meningkat dari 21 persen menjadi hampir 35 persen.
Sebaliknya, porsi negara-negara G7 menurun dari 43 persen menjadi 30 persen. Pada 2018, BRICS melampaui G7 dalam indikator ini, dan kesenjangan semakin melebar pada 2024.
KTT BRICS ke-17 dijadwalkan akan membahas langkah strategis untuk memperkuat kerja sama perdagangan, investasi, dan pembiayaan di antara negara-negara Selatan.
Forum ini juga diproyeksikan menjadi ruang untuk merumuskan tatanan ekonomi dunia yang lebih inklusif, berkeadilan, dan berbasis multipolaritas. (Web Warouw)