Ngabalin mengatakan radikalisme di Indonesia kerap memanfaatkan agama menjadi kedok penyebaran ajaran mereka. Pemahaman itu biasanya membandingkan kitab suci keagamaan dengan ideologi di Indonesia.
“Bayangkan kalau dia berceramah di atas mimbar, dan dia membandingkan antara pilih Alquran atau Pancasila, kira-kira itu paham apa? Paham radikal,” ujar Ngabalin.
Kepada Bergelora.com di Jakarta dilaporkan, perbandingan itu dinilai tidak sesuai. Masyarakat diminta berhati-hati dalam mencerna ajaran penceramah yang berbau radikal.
“Paham radikal itu dipakai oleh para ekstrimis, ekstrimisme, dan para teroris,” tutur Ngabalin.
Agama dinilai menjadi senjata efektif menyebarkan radikalisme. Kepercayaan masyarakat dijadikan alat untuk menyerang pergerakan politik negara secara perlahan.
“Jadi, mimbar-mimbar agama dengan term-term agama itu dipakai untuk mengacaukan situasi politik dan situasi sosial kehidupan kemasyarakatan,” ucap Ngabalin.
Paham ini juga diyakini Ngabalin sudah beredar sampai ke grup WhatsApp TNI dan Polri di Indonesia. Makanya, Presiden Joko Widodo (Jokowi) memberikan teguran langsung ke seluruh anggota TNI dan Polri di Indonesia beberapa waktu lalu.