JAKARTA- Sebanyak 250.000 hektar bekas lahan tambang batubara terbuka ditinggal perusahaan tambang batubara di Kalimantan Timur. Dulunya pertambangan dilakukan secara ilegal dan bekasnya ditinggal tanpa tanggung jawab. Hal ini disampaikan oleh Dr. Kurtubi, anggota DPR-RI dari Fraksi Nasdem kepada Bergelora.com di Jakarta, Selasa (17/9)
Sebelumnya, saat kunjungan Komisi VII ke Kalimantan Timur, dari Kepala Dinas ESDM Provinsi Kalimantan Timur dilaporkan ada sekitar 250.000 hektar lahan tambang batubara yang ditambang secara illegal tanpa ijin.
“Penambangan liar di Kaltim ini menyisakan lobang-lobang besar yang saat ini terisi air yang tercemar bekas penambangan yang tidak bisa dimanfaatkan untuk perikananan dan pertanian,” jelas Kurtubi.
Menurutnya, butuh biaya besar untuk penataan kembali agar tidak membahayakan dan sesuai dengan ketentuan lingkungan hidup yang berlaku.

“Tapi masak negara yang harus membiayainya. Koq bisanya penambangan batubara secara illegal dan liar berlangsung bertahun-tahun tanpa ditindak para pelakunya. Lha wong proses penambangan pasti terjadi siang hari sehingga pasti ketahuan siapa pekakunya,” katanya.
Sebagai anggota Komisi VII DPRRI, dirinya tidak bisa menerima laporan yang sudah terlambat ini.
“Mestinya, para pelaku penambangan liar yang harus membiayai pemulihan lingkungannya. Lobang-lobang bekas penambangan yang dilakukan oleh perusahaan penambang yang berijin/IUP, biaya pemulihannya dibebankan kepada mereka,” katanya.
Makan Korban
Sebelumnya diberitakan, euforia pemindahan ibu kota ke Kalimatan Timur diiringi duka. Kamis, 22 Agustus 2019 lalu seorang pemuda bernama Hendrik Kristiawan (25) tewas di lubang bekas tambang di Desa Beringin Agung, Kecamatan Samboja, Kabupaten Kutai Kartanegara.
Tempat kejadian perkara itu diduga merupakan bekas lubang tambang milik PT Singlurus Pratama. Petaka itu kian menambah daftar panjang korban tewas di kolam bekas tambang, yang kini berjumlah 36 orang.
“Lokasi kejadian tak jauh dari rumah korban, hanya 770 meter,” ucap Dinamisator Jaringan Advokasi Tambang (Jatam) Kaltim, Pradarma Rupang, Rabu (28/8).
Kata Rupang, sebelum tenggelam di lubang tambang. Hendrik diketahui sedang berburu burung tak jauh dari kediamannya. Tatkala senapannya itu mengenai burung di udara, burung itu kemudian jatuh ke sebuah kolam. Dari penelusuran Jatam di lokasi kejadian lubang tambang tersebut milik konsesi PT Singlurus Pratama.
“Dia (korban) berenang (ke dalam kolam bekas tambang) mau ngambil burung tersebut, kelelahan kemudian tenggelam,” katanya.
Berdasarkan data Jatam, sejak 2011, korban yang mangkat di bekas lubang tambang terus bertambah. Liang bekas tambang batu bara di Samarinda paling banyak menelan korban, yakni 21 orang.
Sementara itu dari Kabupaten Kutai Kartanegara bertambah satu, sehingga menjadi 13 orang.
Sisanya masing-masing satu orang dari Kutai Barat (Kubar) dan Penajam Paser Utara (PPU). Dari semuanya itu, korban laki-laki berjumlah 26 orang, sementara perempuan 9 orang, satu tak berhasil teridentifikasi.
“Secara umum, para korban berumur 16 tahun ke bawah. Detailnya 32 anak-anak sementara dewasa ada 4,” tambahnya.
Jatam pun menyesalkan sikap pemerintah yang seolah tak pernah belajar dari kelalaian sebelumnya. Padahal, kejadian ini bukan satu atau dua kali terjadi, tapi berkali-kali. Ada 36 nyawa melayang di lubang tambang.
Itu sebabnya, menurut Rupang, perusahaan tambang batubara PT Singlurus Pratama harus bertanggung jawab secara hukum atas kematian Hendrik Kristiawan, karena perusahaan tersebut lalai dalam melakukan pengawasan.
“Seharusnya lubang tersebut ditutup karena dekat dengan permukiman warga,” tegasnya. (Web Warouw)