Satu lagi seorang patriot berpulang. Iganitius Damianus Pranowo, pelopor dan perintis gerakan buruh dibawah kediktaktoran Orde Baru Soeharto dan Sekretaris Jenderal Persatuan Perjuangan Buruh Indonesia (PPBI), organisasi buruh progresif nasional pertama ditahun 1990-an diluar SPSI. Tulisan dibawah diambil dari facebook penulis, kawan seperjuangannya Petrus Hari Harijanto, Sekjend Partai Rakyat Demokratik (PRD). (Redaksi)
Oleh: Petrus Hari Harijanto
DENGAN tergagap-gagap temanku ini mampu mengembalikan shuttlecock kiriman lawan tandinganya. Tapi bila bola lob dipastikan dia gagal menangkisnya. Sebelum bola terjatuh di dekatnya keburu dia menganyunkan raketnya. Alhasil, dia memukul udara kosong, dan tertawalah kami yang melihat kejadian itu.
Wowok atau nama lengkapnya Damianus Ignatius Pranowo ini nekad bermain bulutangkis walau tidak memakai kacamatanya. “Kacamataku pecah, sudah mengajukan ke LP agar periksa mata tapi belum diijinkan,” ujarnya ke aku saat itu di LP Cipinang.
Ia baru saja dipindah dari Rutan Salemba, sedang ephoria bermain bulutangkis karena di LP Cipinang ada fasilitasnya.
“Lha memang kelihatan bolanya Wok?,” tanyaku.
“Lumayan lah, kalau ada benda warnanya putih aku pukul,” ujarnya dengan tertawa.
Tak berapa lama kemudian kami yang merupakan Napol PRD mendapat kacamata dan peralatan main bulutangis dari Palang Merah Internasional. Ini adalah sekelumit kenangan aku dan Wowok yang sama-sama dipenjara oleh Rezim Orde Baru.
Wowok hukumannya tertinggi ketiga setelah Budiman dan Garda, melebihi pengurus pusat lainnya. Pemuda dari Batang itu gigih melakukan perlawanan saat diadili. Sang pemuda kurus kecil menolak menghadiri sidang. Aku menyaksikan lewat televisi dirinya diseret paksa keluar dari Rutan Salemba agar mau menghadiri sidang. Dengan masih mengenakan baju tidur, dirinya ditarik keluar oleh beberapa petugas. Tubuhnya yang kecil itu membuat para petugas mudah meringkusnya.
Si bung satu ini kalau diskusi akan dengan gigih mempertahankan pendapatnya, walau ketika berbicara sering terbata-bata. Paling susah kalau sedang mimpin rapat di dalam penjara terjadi perdebatan antara Wowok dan Garda. Akhirnya, diskusi didominasi perdebatan mereka berdua yang tak mau ada yang mengalah.
Kenal pertamakalinya di Tahun 90’, saat itu Majalah Mahasiswa IKIP PGRI bernama Vokal dibredel oleh birokrat kampus mereka. Wowok datang ke Fakultas Sastra Undip untuk mencari bantuan. Bertemulah dirinya dengan kami para pengelola Majalah Mahasiwa Fakultas Sastra “Hayamwuruk”.
Dari sanalah Wowok akhirnya sering datang ke kampus sastra di mana sudah muncul gerakan mahasiswa. Ia lantas bergabung dengan kami di Solidaritas Mahasiswa Semarang, dan mampu menyeret beberapa mahasiswa IKIP PGRI, seperti Nurul dan Wakidah, untuk terlihat dalam gerakan mahasiswa melawan Soeharto.
Wowok satu-satunya dari kami yang mau ditugaskan di basis buruh (Mangkang). Basis tersebut peninggalan pengorganisiran kawan2 Yogya (Sugeng Bahagijo). Berat bagi organisir buruh, karena dia harus tercerabut dari kampus. Ia harus total tinggal bersama buruh.
Aksi Peringatan May Day pertamakali dijaman Soeharto yang terjadi di Semarang Tahun 1995, tidak lepas dari peran besarnya. Wowok dengan ketekunannya mampu membuat gerakan buruh di Semarang menjadi maju. Berkali-kali terjadi aksi mogok buruh. Bahkan, aksi koalisi antara mahasiswa dan buruh pertamakali terjadi di Semarang.
Karena perannya yang begitu cemerlang membangun gerakan buruh di Semarang, dia terpilih menjadi Sekjen Pusat Perjuangan Buruh Indonesia, mendampingi Dita Indah Sari. Dengan tugas barunya itu, akhirnya aku satu kolektif dengannya lagi. Kondisi politik yang begitu dinamis membuat ormas-ormas harus mendukung kerja-kerja partai.
Pasca 27 Juli, aku kami semua tercerai-berai satu dengan lainnya. Aku baru melihat dia sehari setelah disekap di BIA. Aku sempat melihat dirinya yang begitu lusuh dibawa introgator di markas yang sangat rahasia itu. Sampai dibebaskan dari sana, aku tak pernah ketemu Wowok. Aku ditahan di Kejagung, sementara dia ditahan di Kejaksaan Negeri Jakarta Selatan.
Sayang, setelah sama-sama tidak aktif di PRD aku jarang bertemu denganmu. Kamu adalah pekerja tekun, sempat kaget kalau dirimu IT di sebuah perusahaan. Kamu belajar sendiri dengan tekun. Pertemuan terakhir darimu saat kita jumpa di sebuah mall dengan sponsor Iwan (Jek). Saat itu diriku minta agar para Napol PRD kumpul untuk kuwawancarai. Kamu salah satu yang masih ingat peristiw-peristiwa jaman lampau. Beberapa tulisanku hasil wawancara dengan kamu.
Belum selesai aku mewawancarai kamu, hari ini keburu kamu pergi untuk selamanya. Tangisku segera pecah. Kesedihanku sangat terasa akan perginya kawan yang sangat banyak meninggalkan kenangan lama.
Selamat jalan Damianus Ignatius Pranowo. Bersamalah dengan Allah Bapa di surga.