JAKARTA- “Innalillahi wa inna ilaihi rojiun. Telah wafat Bapak Djohan Effendy, mantan Mensekneg era Presiden KH Abdurrachman Wahid (Gus Dur) pukul 10 pm di Nursing Home McKellar Centre Geelong Australia. Mohon dibukakan pintu maaf bila ada kesalahan yang disengaja maupun tidak. Jenazah akan dimakamkan di Geelong menunggu kedatangan putri pak Djohan yamg akan tiba malam ini dari Indonesia,” demikian pesan berantai di berbagai media sosial Jumat (16/11) malam.
Terbayang sepak terjang perjuangan Djohan Effendy dimasa-masa sulit di era Orde Baru. Berbagai kalngan menundukkan kepala mengantar kepulangannya dari jauh.
“Dia ikut terus advokasi Syiah dan Ahmadiyah bahkan pernah mendampinginya pondok-pondok pesantren di Singkil yang ditutup waktu audiensi ke DPR. PDIP yang terima,” demikian anggota DPR, Eva Kusumah Sundari kepada Bergelora.com semalam.
Eva teringat saat bertemu dalam kegiatan-kegiatan ICRP yang fokus dalam dialog lintas agama.
“Walau sering sakit beliau dedicated, dan menjadi spirit moral bagi komunitas kebebasan beragama,”
Irene Gayatri, peneliti Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) mengenangnya sebagai budayawan, ahli studi agama-agama.
“Pak Djohan dikenal ramah ama temen-teman yang muda-muda. (Djohan) ga jaim (jaga image, gengsi), low profile. Ia perintis dialog antar agama, sedih lihat fotonya,”
Dara Affiah dalam akun Facebooknya menyatakan belasungkawa yang dalam. “Innalillahi wa Inna Ilaihi Rajiun, Bapak Djohan Effendi. Ia sering bilang bahwa ia seorang salik (pejalan dalam kehidupan). Kini ia tiba pada tujuan perjalanan itu. Dari beliau juga saya memahami,” ujarnya
Alamsyah M. Djafar, Direktur, The Wahid Foundation juga mengucapak Selamat Jalan. Ia menceritakan pengalamannya pertama kali mengenalnya di tahun 2000-an.
“Sederhana, santun, dan tak terlalu banyak omong. Itu kesan pertama saya. Ia kebapakan. Jadi saya yang waktu itu mahasisiwa strata satu dan aktif di forum kajian, nyaman saja di dekatnya. “Pak Djohan terlalu baik,” kata Gus Dur suatu ketika saat menjelaskan saat Pak Djohan berhenti sebagai Mensesneg-nya,” kenangnya.
Komitmen dan perjuangannya pada perdamaian antar agama dan keyakinan tak diragukan. Ia satu di antara tokoh yang berteriak soal kekerasan yang dialami Ahmadiyah dan komunitas kepercayaan. Gagasan dan perjuangannya ini diinstitusionalisasikan menjadi Indonesian Conference on Religion and Peace (ICRP), organisasi yang mewadahi agama dan keyakinan, termasuk agama-agama di luar yang enam.
“Pak Djohan penulis yang piawai. Tulisannya rapi dan renyah. Baca saja kolom-kolomnya di media cetak. Ia juga mantan penulis pidato Presiden Soeharto,” ujarnya.
Sebagai penulis, ia pencinta buku. Bukunya banyak. Setahun yang lalu sempat didengar ia berwasiat kalau ia pergi, buku-bukunya ingin dihibahkan bagi masyarakat.
“Membaca dan menulis tak ubahnya bernapas. Saat didera penyakit akibat usia, Pak Djohan masih bersemangat menulis. Bahkan ketika ia tak bisa lagi menulis, ia minta orang lain menuliskan,” katanya.
Dengan pencapaiannya yang sudah diraihnya dalan hidup, Pak Djohan satu manusia Indonesia yang amat bersahaja. Enteng saja pergi pakai metromini, bajaj, atau taksi.
“Saya bersyukur bisa menulis tentangnya sebagai skripsi mahasiswa Fakultas Dakwah. Judulnya, Dakwah Transformatif: Studi Kasus Pemikiran Djohan Effendi,” katanya.
Simpati dan penghormatan terus mengalir.
“Orang besar berpulang lagi. RIP Pak Djohan Effendi.” Tegas Ronny Agustinus, Penerjemah dan Penulis
“Cak Nur, Gus Dur, bang Buyung dan kini pak Djohan. Perjuangan dancita-cita luhur akan terus kami lanjutkan” demikian Mubarik Ahmad, tokoh Ahmadiyah
“Selamat Malam Pak Djohan Effendi, karyamu abadi,” demikian, Muhammad Nurkhoiron, mantan Komisioner Komnas HAM
“Malam ini saya bersama Mohamad Guntur Romli melakukan solat ghoib dan membaca tahlil atas kepergian mas Djohan Effendi. Insya Allah mas Djohan sudah di surga bersama Ibu. Juga ketemu umi dan abah di sana.. Allahummaghfirlahum…..”- Nong Darol Mahmada, aktivis pluralisme
Bahkan penghormatan juga disampaikan oleh salah seorang pendiri Partai Rakyat Demokratik (PRD), Danial Indra Kusuma.
“Ampun Djohan, kenapa pergi duluan. Ya, bahagia lah,” katanya.
Menurut Danial buku-buku dan tulisan Djohan sangat berharga dan penting.
“Pribadi yang sangat rendah hati dan agak sukar diterka serta penampilannya yang sama sekali tidak menonjolkan diri bertolak belakang dengan kenyataan bahwa Djohan cukup dipandang di kalangan elit politik Indonesia dan di seantero masyarakat sipil,” jelasnya. (Web Warouw)