Sistem oligarki itu pertama kali muncul di Indonesia pada tahun 1970 yang dibangun oleh Soeharto. Untuk memimpin sistem oligarki yang dibentuknya, dimana Soeharto berlagak layaknya seorang The Godfather yang membagi-bagi kekayaan alam Indonesia pada kelompok-kelompok tertentu. Apakah Sistim semacam itu sudah berhasil dihapus saat ini? Himawan Sutanto, aktivis 1980, budayawan menuliskanya buat pembaca Bergelora.com. (Redaksi)
Oleh: Himawan Sutanto
SAYA tidak tahu kenapa bangsa ini memelihara sebuah kekuasaan yang oligarki? Pertanyaan tersebut pasti muncul ketika kita melihat langkah ataupun narasi yang dibangun selama pemerintahan Jokowi. Untuk itu, mari kita mengenal sejarah tentang asal muasal kata tersebut muncul. Kata oligarki dimulai pada periode Arkaik awal, sekitar tahun 900 SM, Athena mulai berkembang kembali. Orang Athena menerapkan sistem pemerintahan baru, yaitu oligarki, yang mana sekelompok pria kaya berkumpul dan membuat hukum serta menentukan segalanya.
Selama periode Arkaik, sistem pemerintahan nampaknya berat terhadap rakyat jelata, dan lebih memihak orang kaya. Pada tahun 621 SM Drako menjabat sebagai arkhon dalam pemerintahan Athena. Drako adalah orang kaya, bagian dari oligarki. Dia memerintahkan budak-budaknya untuk menuliskan hukum, supaya semua orang tahu hukum apa yang berlaku dan supaya orang kaya dalam oligarki tidak dapat lagi membuat hukum sesuka hatinya. Namun isi hukumnya masih berat sebelah. Hukumnya menyatakan bahwa orang miskin dapat dihukum mati bahkan atas kejahatan ringan, misalnya mencuri makanan.
Hukum ini juga menerapkan hukuman yang yang berbeda-beda bagi orang kaya dan orang miskin. Jika seorang perempuan miskin berutang pada seorang pria kaya dan tak mampu mmebayarnya, maka dia dapat dijadikan budak untuk membayar utangnya, namun jika seorang pria kaya berutang pada perempuan miskin dan tak mampu membayarnya, maka hukumannya lebih ringan.
Dalam hal diatas maka oligarki adalah sebuah struktur pemerintahan dimana kekuasaan berpusat hanya pada sekelompok orang. Seringkali golongan ini mengendalikan kekuasaan sesuai dengan kepentingan mereka sendiri. Menurut Aristoteles, oligarki, yang makna literalnya dapat diterjemahkan menjadi “kekuasaan oleh segelintir orang,” merupakan manifestasi pemerintahan yang buruk. Oleh karena sifatnya yang elitis dan eksklusif, terlebih lagi biasanya beranggotakan kaum kaya, oligarki tidak memperhatikan kebutuhan masyarakat luas dan yang membutuhkan.
Sementara oligarki tidak dapat disamakan dengan aristokrasi yang dapat dianggap sebagai pemerintahan oleh golongan kecil yang benar. Yang berkuasa dalam pemerintahan aristokrasi adalah kaum bangsawan yang berparitisipasi di parlemen beserta dengan raja dan ratu yang dipercayai sebagai pemimpin oleh karena garis keturunannya. Walau memang aristokrasi juga dikendalikan oleh kelompok kecil orang, perbedaannya dengan oligarki dapat dilihat dari komitmen aristokrat untuk tidak menyalahgunakan wewenangnya dan memastikan bahwa rakyatnya hidup sejahtera. Namun, aristokrasi juga dapat berubah menjadi oligarki apabila dipengaruhi oleh kelompok elitis bangsawan seperti penasehat-penasehat tinggi suatu kerajaan.
Sejarah oligarki di Indonesia dimulai oleh rejim Soeharto yang melanggengkan kekuasaannya selama 32 tahun. Kekuasaan dengan rapi dibagi-bagi kepada orang-orang yang setia dan manut dan bermentalkan oportunis.
Berawal Dari Soeharto
Kita coba telusuri, bahwa sistem oligarki itu pertama kali muncul di Indonesia pada tahun 1970 yang dibangun oleh Soeharto. Untuk memimpin sistem oligarki yang dibentuknya, dimana Soeharto berlagak layaknya seorang The Godfather yang membagi-bagi kekayaan alam Indonesia pada kelompok-kelompok tertentu, seperti kelompok para jenderal, penguasa etnis Tionghoa dan kelompok pribumi.
Setelah berkuasa, ancaman nyata Soeharto itu ada pada para Jenderal TNI, jadinya dia membagi-bagikan kekayaan misalnya dengan pengelolaan hutan di Kalimantan dan menyebut para Jenderal itu kaya karenanya. Sedangkan Soeharto itu seorang Godfather yang ekonomis dan politis.
Sistem oligarki Soeharto mulai mengalami gangguan saat anak-anak Soeharto menjadi dewasa dan mulai berbisnis. Kejatuhan Soeharto pada tahun 1998, karena para oligark di bawah Soeharto sudah tidak mau membela Soeharto karena tingkah laku anak-anaknya sudah tidak bisa dikendalikan.
Sementara anak-anak Soeharto tidak bisa dikendalikan, para oligarki menjatuhkan Soeharto sepaket dengan anak-anaknya, karena Soeharto tidak mau membatasi anak-anaknya. Seperti contoh saja, ketika LB Moerdani mengeluhkan tentang anak-anak Soeharto dan akhirnya Benny Moerdani dipecat.
Demonstrasi mahasiswa di tahun 1998 yang menggoyang pohon oligarki Soeharto dinilai hasilnya tidak dinikmati oleh para aktivis mahasiswa. Justru para oligark yang ia sebut termasuk Rulling Oligarchy yang akhirnya menikmati kekuasaan. Akhirnya yang terjadi adalah demokrasi kriminal, demokrasi tanpa sepaket dengan hukum dan para penguasa rata-rata memiliki kasus kriminalitas.
Saat ini di Indonesia, kekuatan oligarki dikuasai oleh pemain lama, karena mereka memiliki uang dan jabatan. Akan tetapi kini oligark hadir lagi dari pengusaha non pribumi memiliki akses langsung lagi ke penguasa, sebab kekuatan para oligark ke kekuasaan bukan hanya sebagai pengusaha, melainkan sudah merambah kedalam politik kekuasaan sendiri dari Eksekutif, Legislatif dan Yudikatif. Eksistensi mereka sudah mulai nampak semenjak pemerintahan Jokowi berkuasa. Hal itu sangat wajar, jika kita melihat siapa dibalik kekuasaan tersebut.
Dari hal diatas kita masih mewarisi oligark yang memiliki benang merah dari orang-orang yang berada didalam kekuasaan Soeharto. Seperti anak buah Benny Moerdani yang bekolaborasi dengan para taipan yang dulu juga mendapat kemudahan, jaman keemasan ketika bapak atau kakeknya ketika jaya di jaman Soeharto. Sudah menjadi rahasia umum bahwa pemerintahan paska Soeharto sampai Jokowipun tak luput dari suasana kekuatan para oligark yang sama dengan orang yang berbeda. Cara kerja dan polanya masih belum berubah.
Untuk itu jangan heran, jika kekayaan alam kita tidak pernah dinikmati oleh rakyat Indonesia. Contoh saja, bahwa kepemilikan tanah masih dikuasai 2% warga Indonesia, coba bayangkan. Sementara salah satu data terbaru yang dikeluarkan ADB bahwa sektor pertanian di Indonesia telah berkembang secara signifikan dalam beberapa dekade terakhir.
Namun, masih banyaknya orang yang bekerja di sektor pertanian tradisional, di mana petani dibayar rendah dengan produktivitas hasil pertanian yang jauh dari maksimal, dinilai menjadi penyebab banyak orang di Indonesia menderita kelaparan. Banyak dari mereka tidak mendapat makanan yang cukup dan anak-anak mereka cenderung stunting, terperangkap dalam lingkaran kemiskinan dalam hitungan generasi. Di tahun 2016-2018, sekitar 22 juta penduduk Indonesia akan menderita kelaparan.
Asumsi yang muncul akibat dari oligarki diatas adalah matinya demokrasi yang sudah terbuka di era reformasi. Bahkan menurut Yudi Latif, yang didengungkan adalah penyehatan demokrasi, pilihannya malah mengukuhkan oligarki dalam lembaga perwakilan dan kabinet. Hal lain.terlihat dalam survey LSI (Lembaga Survey Indonesia) bahwa menyebut kebebasan sipil di era pemerintahan Presiden Jokowi yang cenderung memburuk. Seiring memburuknya kebebasan sipil seiring penurunan sejumlah indikator demokrasi di Indonesia.