Sabtu, 12 Juli 2025

Omnibus Total Final Rekonsiliasi Nasional 1945-2020

Christianto Wibisono, Ketua Pendiri Pusat Data Bisnis Indonesia. (Ist)

Omnibus Law, adalah upaya pemerintahan Presiden Jokowi untuk mengatasi berbagai tumpang tindih undang-undang yang menghambat kemajuan Republik Indonesia. Christianto Wibisono, Ketua Pendiri PDBI (Pusat Data Bisnis Indonesia), menggagas sebuah maklumat ‘Omnibus Total Final Rekonsiliasi Nasional 1945-2020’ dan dimuat Bergelora.com (Redaksi)

Oleh: Christianto Wibisono

KAMI para anggota masyarakat Indonesia yang sadar akan tantangan eksistensial bangsa dan Negara Kesatuan Republik Indonesia setelah mencermati dengan saksama perjalanan sejarah 75 tahun Indonesia Merdeka dengan ini:

* menyatakan kesediaan untuk berdamai dengan sejarah malapetaka politik kabalistic, partisan dan sektarian masa lalu agar,

* masa depan tidak dibebani lagi dengan dendam kesumat angkara murka timbal balik dari dalam tubuh bangsa kita  dengan ini bersatu hati tekad dan pikiran dalam suatu wadah/forum Komite Rekonsiliasi Nasional dengan visi misi dan program sebagai berikut:

Pelbagai malapetaka politik yang berkaitan dengan suksesi dan kudeta terselubung maupun pemberontakan terbuka dan pembunuhan politik serta kerusuhan dan kekerasan politik sejak:

1. “Surat Wasiat” Tan Malaka 30 September 1945 Bung Karno dan BungHatta “mewariskan” kepemimpinan Republik kepada Tan Malaka cs berujung terbunuhnya Tan Malaka oleh militer RI

2. Peristiwa 3 Juli 1946 penculikan PM Syahrir oleh kelompok Persatuan Perjuangan pimpinan

Tan Malaka dimana politisi yang terlibat diadili dan hukum oleh Mahkamah Agung RI.

3. Peristiwa rasialis terhadap penduduk keturunan Tionghoa di BentengTangerang memicu penunjukan Mr Tan Po Goan sebagai Menteri Negara urusan Peranakan oleh Kabinet Syahrir III (2 Okt 1946-27 Juni 1947) dilanjutkan oleh Siauw Giok Tjhan di Kabinet Amir Syarifuddin I-II (3 Juli 1947 -11 Nov 1947 – 29 Jan 1948)

4. Pemberontakan PKI/Madiun 18 September 1948 dan eksekusi mantan PM Amir Syarifudin

5. Pemberontakan DI/TII/NII 1949 oleh SM Kartosuwiryo, Daud Beureuh dan Kahar Muzakkar

6. Pemberontakan APRA Westerling Sultan Hamid di Bandung, Andi Azis di Makassar dan semi kudeta 17 Oktober 1952 serta “kudeta 14 Maret 1957”. Ketika kabinet Ali Roem Idham hasil pemilu 1955 bubar dan negara dinyatakan dalam keadaan darurat perang dan Angkatan Darat menjadi Penguasa Perang Pusat (PEPERPU).

7. Pemberontakan PRRI/Permesta 15 Februari 1958, insiden rasialis 10 Mei 1963 di Bandung memakan korban keluarga anggota PPKI drs Yap Tjwan Bing

8. Kudeta G30S PKI dan kontra kudeta Gerakan 1 Oktober 1965 Soeharto

9. Pelanggaran HAM berat selama Orde Baru sejak Malari 1974, penyerbuan kampus ITB 1978 dan rentetan pelanggaran HAM seperti kasus Tanjung Priok, Talang Sari, penculikan aktivis, perkosaan dan penjarahan Mei 1998, Tragedi Semanggi I (13 November 1998), Tragedi Semanggi II (23 September 1999), adu domba sara di Ambon 2000 dan Poso 2001 serta terbunuhnya aktivis buruh Marsinah, wartawan Udin (kasus Sum Kuning), penghilangan Wiji Tukul dan 13 aktivis serta terbunuhnya aktivis HAM, Munir 7 September 2004

Adalah masa lalu yang pahit dan kelam yang tidak bisa kita lupakan, namun bisa kita maafkan sambil beriman bahwa Tuhan yang Mahatahu  memiliki hak prerogative eksklusif untuk mengampuni mereka yang terlibat tapi bertobat menyesali kejahatan yang mereka lakukan atau menghukum mereka yang tetap berkepala batu tidak menyesali kejahatan mereka dimasa lalu.

Dalam mewujudkan hakekat Pancasila secara faktual dalam realitas politik abad XXI yang menempatkan Hak Hak Asasi Manusia sebagai basis kemanusiaan global maka kami menyarankan kepada  Presiden Ketujuh RI untuk dalam masa jabatan kedua merampungkan visi dan misi idee pembentukan suatu   Komite Rekonsiliasi Nasional. Yang dengan jiwa besar menuntaskan proses penyesalan, pertobatan dan pemulihan silaturahim antar anak bangsa. Untuk membentuk suatu Nasion yang bebas dari belenggu dan beban dendam kesumat sejarah trauma dan stigma politik kabalistic Ken Arok sesama elite di  masa lalu dengan program sebagai berikut:

1. Menyantuni para korban tindakan politik partisan pelanggaran HAM berat yang dilakukan oleh aparat Negara/pemerintah RI sejak Proklamasi hingga terbentuknya KRN. Anggaran penyantunan dibebankan kepada APBN dengan pesan khusus diplomasi HAM tingkat tinggi oleh Pemerintah untuk memperoleh kompensasi dari superpower yang diuntungkan oleh malapetaka politik di Indonesia. Konkretnya, Indonesia menjadi anti komunis dengan beaya nol sen dollar bahkan bunuh diri setengah juta sesama anak bangsa tahun 1965. Sementara untuk perang 20 tahun membendung komunisme di Vietnam (1955-1975) AS harus berkorban 50.000 jiwa dan menelan beaya 500 juta dollar harga berlaku waktu itu. Dalam semangat Rawagede, Indonesia layak memperjuangkan kompensasi dari AS melalui Mahkamah Internasional The Hague karena keterlibatan AS dalam riwayat kudeta dan kontra kudeta sejak PRRI hingga G30S dan epilognya.

2. Dalam semangat Pembukaan UUD untuk Memelihara Perdamaian Dunia maka RI dapat berperanan dalam menindaklanjuti KTT Israel Palestina menuju harmoni sinergis ketiga unsur agama Samawi Abrahamik dalam perdamaian dunia  berkelanjutan diawali dari Timur Tengah . Semua pihak harus menghentikan tindak kekerasan yang mengarah kepada terorisme. Dan semua pihak tanpa terkecuali harus sepakat bahwa ancaman terorisme merupakan kejahatan terhadap kemanusiaan yang tidak bisa di tolerir dengan dalih apapun, dimanapun dan oleh kelompok agama, etnis ataupun negara bangsa apapun. Kepada para pelaku pelanggaran HAM berat masa lalu yang telah mengakui, menyesali dan bertobat. Maka untuk menjamin tidak terulangnya perbuatan serupa, dikenakan sanksi moral etika: tidak eligible untuk menduduki jabatan public atau masuk kembali dalam jajaran penyelenggara negara. Kita maju ke masa depan dengan semangat rekonsiliasi dan amnesti politik Nelson Mandela tanpa balas dendam kesumat berkepanjangan dalam politik domestik maupun dalam interaksi geopolitik kita.

3. Dalam semangat Rekonsiliasi dan Transformasi Nasional maka untuk mengatasi kemelut korupsi yang telah mencapai tingkat mengkawatirkan dengan ICOR 6,46 atau sangat tidak efisien sedunia ; KRN mengusulkan 3 gebrakan yaitu:

a). UU Amnesti Berpenalti terhadap korupsi masa lalu

b). UU Pembuktian Terbalik bagi current corruption

c). UU Anti Konflik Kepentingan dengan pembentukan Blind Trust Management pengelola asset bisnis para pengusaha yang berdwifungsi menjadi penguasa politik cq penyelenggara Negara. Agar Negara tidak terbajak/tersandra oleh kepentingan dwifungsi penguasaha (penguasa merangkap pengusaha) tertentu.

Dengan trobosan Rekonsiliasi Nasional tuntas Insya Allah Presiden ketujuh akan merampungkan periode kedua untuk mewujudkan INDONESIA no 4 sedunia pada Seabad Indonesia  2045 sesuai harkat martabat sebagai bangsa terbesar ke-4 didunia. Bukan hanya dari segi kuantitas melainkan juga kualitas manusia Indonesia unggulan abad XX !

Jakarta 12 Januari 2020

PREVIOUS ARTICLE

Mati Saja Yang Tak Berani

Artikel Terkait

Stay Connected

342FansSuka
1,543PengikutMengikuti
1,120PelangganBerlangganan

Terbaru