TAHUNA- Solidaritas masyarakat menolak tambang mas di Pulau Sangihe, Sulawesi Utara terus meluas. Sekelompok penulis novel dan sastra dari berbagai daerah di Indonesia berkumpul di Tahuna, ibukota Kabupaten Sangihe. Mereka menyampaikan protes dan mendesak pencabutan IUP PT Tambamg Mas Sangihe (TMS).
“Bila penambangan diteruskan maka itu artinya genosida. Sangihe harus diselamatkan dari bencana yang disebabkan tangan manusia,” tegas Ita Siregar, salah seorang penulis yang menjadi manager program dalam Sangihe Writers and Readers Festival (SWRF) dari Tahuna kepada Bergelora.com di Jakarta, Sabtu (30/10).
Selama ini menurutnya, masyarakat rakyat Sanger hidup dengan menjaga keseimbangan alam yang indah. Mereka hidup tentram dan cukup dari hasil alam
“Rakyat Sanger yang saya ihat mengambil secukupnya saja dari alam. Karena mereka menjaga kelestarian alam yang diwarisi leluhurnya,” ujarnya.
Ia memprotes perijinan yang diberikan oleh pemerintah pusat tanpa perduli pada nasib rakyat Sanger yang sudah tinggal di pulau itu secara turun temurun. Ada 58 mata air di gunung Sahendaruman akan hilang dan sudah cukup mematikan. Lain-lain kesulitan akan menyusul.
“Kalau ada wilayah tambang seluas 42.000 hektar separoh dari Pulau Sangihe dan akan beroperasi selama 30 tahun, apa itu tidak mematikan seluruh kehidupan makhluk hidup di Sangihe, termasuk manusianya,” katanya.
Ita Siregar mengatakan, banyak negara lain yang juga mempunyai potensi emas dan kekayaan lain di tanahnya, tapi tidak melakukan penambangan karena alasan keseimbangan alam.
“Saya bertemu dengan Michal Sklenar di Hattarua, Tahuna, seorang Chekoslovakia yang sudah lima tahun tinggal di Tahuna. Dia bilang ada bagian tanah di negara mereka yang banyak sekali mengandung emas tapi tidak melakukan penambangan karena akibat yang disebabkannya akan lebih buruk dan mengerikan daripada hasil dari penambangan emas itu,” katanya.
80 Desa di 7 Kecamatan
Dirjen Minerba ESDM mengeluarkan izin tambang Nomor: 163.K/MB.04/DJB/2021 kepada PT. Tambang Mas Sangihe (TMS). Luas izin 42.000 Ha atau lebih dari setengah Pulau Sangihe. Artinya, Pulau Sangihe akan dibongkar secara terbuka dan masif selama 33 tahun (2021-2054).
Ada 80 Desa dari 7 Kecamatan di Kabupaten Sangihe yang dihuni sekitar 57.000 penduduk serta hutan Sahendarumang terancam digusur.
Sementara itu, UU No. 1 Tahun 2014 tentang Pengelolaan Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil, mengatur bahwa pulau dengan luas daratan kurang dari 2000 km2 dikategorikan sebagai pulau kecil dan dilarang oleh Pasal 35 huruf k UU No. 1 Tahun 2014 untuk ditambang.
Kemudian, dalam Pasal 26 A UU No. 1 Tahun 2014, tanpa Izin Pemanfaatan Pulau dari Menteri Kelautan dan Perikanan. Jadi, PT TMS tidak boleh beroperasi di Pulau Sangihe, karena PT TMS tidak memiliki Izin Pemanfaatan Pulau dari Menteri Kelautan dan Perikanan.
Berdasarkan penelusuran dalam Minerba One Data Indonesia dalam website resmi ESDM, PT. Tambang Mas Sangihe beralamt di Kuningan, Jakarta Selatan. Saham PT. TMS dimili Sangihe Gold Corporation (Kanada) 70 persen, PT. Sungai Belayan Sejati (Indonesia) 10 persen, PT. Sangihe Prima Mineral (Indonesia) 11 persen, dan PT. Sangihe Pratama Mineral (Indonesia) 9 persen.
Susunan Direksi PT. TMS, terdiri dari Terrence Kirk Filbert (Direktur Utama), Gerhardus Antonius Kielenstyn (Direktur), Nicholas David John Morgan (Komisaris Utama), Ahmad Yani (Komisaris), Michael Rembangan (Komisaris), dan Todotua Pasaribu (Direktur). (Web Warouw)