Bergelora.com memuat resensi Edward Curtin pada buku Greg Poulgrain yang berjudul “The Incubus of Intervention: Conflicting Indonesian Strategies of John F. Kennedy and Allen Dulles”. Buku ini mengungkap pengakuan seorang pimpinan CIA tentang peristiwa 1965 dalam hubungannya dengan pembunuhan Kennedy. Edward Curtin adalah seorang penulis yang telah mempublikasikan tulisan-tulisannya secara luas. Dia mengajar sosiologi di Massachusetts College of Liberal Arts. Terjemahan ini diambil dari Global Research, 12 Juni 2016 (Redaksi)
Oleh: Edward Curtin
APAKAH Allen Dulles membunuh Presiden Amerika Serikat untuk memastikan pencapaian ‘strategi Indonesia’ -nya? Inilah pertanyaan utama yang diajukan oleh Greg Poulgrain dalam buku yang sangat penting, ‘The Incubus of Intervention: Conflicting Indonesian Strategies of John F. Kennedy and Allen Dulles’.
Dua hari sebelum pembunuhan Presiden John Kennedy (JFK) pada 22 November 1963, Kennedy menerima undangan dari Presiden Indonesia Sukarno untuk mengunjungi negara itu pada musim semi berikutnya. Tujuan kunjungan tersebut adalah untuk mengakhiri konflik (Konfrontasi) antara Indonesia dan Malaysia dan melanjutkan upaya Kennedy untuk mendukung negara pasca-kolonial Indonesia dengan bantuan ekonomi dan pembangunan, bukan militer. Ini adalah bagian dari strategi Kennedy yang lebih besar untuk mengakhiri konflik di seluruh Asia Tenggara dan membantu pertumbuhan demokrasi di negara-negara pasca-kolonial yang baru dibebaskan di seluruh dunia.
Sebelumnya, Kennedy telah meramalkan posisinya dalam pidato dramatis pada tahun 1957 ketika, sebagai Senator Massachusetts, dia mengatakan kepada Senat bahwa dia mendukung gerakan pembebasan Aljazair dan menentang imperialisme kolonial di seluruh dunia. Pidato tersebut menimbulkan kegemparan internasional dan Kennedy diserang keras oleh Eisenhower, Nixon, John Foster Dulles, dan bahkan kaum liberal seperti Adlai Stevenson. Tapi Kennedy mendapatkan pujian di seluruh dunia ketiga.
Tentu saja JFK tidak pernah sampai ke Indonesia pada tahun 1964, dan strategi damai untuk membawa Indonesia ke pihak Amerika dan untuk meredakan ketegangan dalam Perang Dingin tidak pernah terwujud, berkat Allen Dulles. Dan penarikan dari Vietnam yang diajukan Kennedy, yang didasarkan pada kesuksesan di Indonesia, dengan cepat dibalikkan oleh Lyndon Johnson setelah pembunuhan JFK. Segera kedua negara akan mengalami pembantaian massal yang direkayasa oleh lawan Kennedy di CIA dan Pentagon. Jutaan akan mati. Selanjutnya, mulai bulan Desember 1975, diktator Amerika yang dipasang di Indonesia, Suharto, akan membantai ratusan ribu orang Timor-Leste dengan senjata Amerika setelah Soeharto bertemu dengan Henry Kissinger dan Presiden Ford dan menerima persetujuan mereka.
Rahasia Dulles’s
Apa yang JFK tidak ketahui adalah bahwa rencananya mengancam konspirasi lama yang tersembunyi yang direkayasa oleh Allen Dulles untuk mempengaruhi perubahan rezim di Indonesia melalui cara-cara berdarah. Tujuan utama di balik rencana ini adalah untuk mendapatkan akses tanpa hambatan ke sumber daya alam yang sangat besar yang diisukan Dulles dari Kennedy,– yang menganggap Indonesia kekurangan sumber daya alam. Tapi Dulles tahu bahwa jika Kennedy, yang sangat populer di Indonesia, mengunjungi Sukarno, akan menimbulkan pukulan mematikan terhadap rencananya untuk menggulingkan Sukarno, memasang pengganti CIA (Suharto), memusnahkan komunis yang dituduhkan, dan mengamankan ladang minyak yang dikendalikan Rockefeller,– juga kepentingan pertambangan,–kepada siapa Dulles mengabdi sejak 1920-an.
Dr. Poulgrain, yang mengajar Sejarah, Politik, dan Masyarakat Indonesia di University of Sunshine Coast di Australia, mengeksplorasi secara mendalam berbagai masalah historis yang sangat penting saat ini. Berdasarkan hampir tiga dekade wawancara dan penelitian di seluruh dunia, dia telah menghasilkan sebuah buku yang sangat padat yang berbunyi seperti novel detektif dengan karya-karya menarik.
Pentingnya Indonesia
Kebanyakan orang Amerika memiliki sedikit kesadaran akan kepentingan strategis dan ekonomi di Indonesia. Ini adalah negara terpadat ke-4 di dunia, terletak di jalur pelayaran penting yang berdekatan dengan Laut Cina Selatan, memiliki populasi Muslim terbesar di dunia, memiliki endapan mineral dan minyak yang luas, dan merupakan rumah bagi Grasberg, tambang tembaga dan emas terbesar di dunia , dimiliki oleh Freeport McMoRan dari Phoenix, Arizona. Dengan medan perang yang panjang dalam Perang Dingin, Indonesia tetap sangat penting dalam era New Cold War yang diluncurkan oleh pemerintahan Obama melawan Rusia dan China,– sebuah antagonis yang sama dengan Allen Dulles yang berhasil menang dengan menggunakan tipu muslihat dan kekerasan.
Baru-baru ini pemerintah Indonesia, di bawah tekanan dari tentara yang telah menghalangi reformasi demokrasi selama 18 tahun, menandatangani sebuah kesepakatan pertahanan dengan Rusia untuk berbagi intelijen, penjualan peralatan militer Rusia, termasuk jet tempur, dan pembuatan senjata di Indonesia. . Meskipun bukan berita halaman depan di A.S., fakta-fakta ini membuat Indonesia sangat penting saat ini dan menambah gravitasi sejarah Poulgrain.
Ada Iblis Di Surga
Penggunaan kata “inkubus” (roh jahat yang melakukan hubungan seksual dengan wanita yang sedang tidur) dalam judul itu tepat karena karakter jahat yang membolak-balik analisis historisnya adalah Allen Dulles, Direktur CIA dan musuh lama dan utama Kennedy.
Sementara walau berbeda konteks, gambaran tentang Dulles oleh David Talbot dalam ‘The Devil’s Chessboard’,– Poulgrain memotret dulles dalam kerangka sejarah Indonesia yang sama-sama membawa mimpi buruk. Keduanya menggambarkan Dulles sebagai jenius jahat yang siap melakukan apapun untuk memajukan agendanya.
Membaca analisis hebat Poulgrain, seseorang dapat dengan jelas melihat betapa sejarah modern adalah perjuangan untuk mengendalikan dunia bawah di mana terletak bahan bakar yang menjalankan megamachine – minyak, mineral, emas, dan lain-lain. Konflik ideologis yang nyata, sambil mengumpulkan berita utama, sering mengubur rahasia dari permainan iblis bawah tanah ini.
Ceritanya dimulai dengan sebuah penemuan yang kemudian dirahasiakan selama beberapa dekade: “Di wilayah pegunungan Belanda New Guinea (yang dinamai di bawah pemerintahan kolonial Belanda – sekarang, Irian Barat, sekarang Papua) pada tahun 1936, tiga orang Belanda menemukan kawasan bergunung-gunung dengan kandungan tinggi bijih tembaga dan konsentrasi emas yang sangat tinggi. Ketika dianalisis di Belanda, emas (dalam gram / ton) terbukti dua kali lipat dari Witwatersrand di Afrika Selatan, yang merupakan tambang emas terkaya di dunia, namun informasi ini tidak dipublikasikan.”
Salah seorang dari ketiga ahli geologi, Jean Jacques Dozy, bekerja untuk Netherlands New Guinea Petroleum Company (NNGPM), yang seolah-olah merupakan perusahaan yang dikuasai Belanda yang berbasis di Den Haag, namun kepentingan pengontrolannya benar-benar berada di tangan keluarga Rockefeller. Begitu pula perusahaan pertambangan, Freeport Indonesia (sekarang Freeport McMoRan, salah satu dari para Direktur pada tahun 1988-95 adalah Henry Kissinger, rekan kerja Dulles dan rekan kerja Rockefeller) yang memulai operasi penambangan di sana pada tahun 1966.
Allen Dulles, saat itu menjadi pengacara yang berbasis di Paris dan bekerja untuk Rockefeller’s Standard Oil. Dulles yang pada tahun 1935 mengatur kepentingan mengendalikan NNGPN untuk Rockefeller. Dan itu adalah Dulles, di antara beberapa orang lainnya, yang karena berbagai kejadian yang menyolok, termasuk pada Perang Dunia II, yang membuat eksploitasi menjadi tidak mungkin,– menyimpan rahasia tambang emas itu selama hampir tiga dekade, bahkan dari Presiden Kennedy.
JFK “tidak pernah diberitahu tentang ‘El Dorado’ yang tanpa disadari telah diambil dari tangan Belanda sehingga (sekali rintangan politik yang tersisa di Indonesia diatasi) Freeport akan memiliki akses tanpa hambatan ke konsesi pertambangannya.” Rintangan politik itu membutuhkan rezim,– yang efeknya memakan waktu lama sampai saat ini.
Hubungan Indonesia-Kuba
Tetapi, pertama, JFK harus dieliminasi, karena dia telah mendukung kedaulatan Indonesia atas Irian Barat pada Sukarno dari Belanda yang memiliki hubungan dengan Freeport Sulphur. Freeport terkejut dengan potensi hilangnya “El Dorado,” terutama karena mereka baru saja melakukan kilang nikel paling canggih di dunia yang diambil alih oleh Fidel Castro, yang telah menunjuk Che Guevara sebagai manajer barunya. Kerugian Freeport di Kuba membuat akses ke Indonesia semakin penting. Kuba dan Indonesia bergabung dalam permainan catur mematikan antara Dulles dan Kennedy, dan seseorang harus kalah.
Sementara banyak yang telah ditulis tentang Kuba, Kennedy, dan Dulles, sisi cerita di Indonesia telah diremehkan. Poulgrain memperbaiki ini dengan eksplorasi yang mendalam dan sangat diteliti tentang masalah ini. Dia merinci kelancaran operasi rahasia yang dilakukan Dulles di Indonesia selama tahun 1950an dan 1960an.
Poulgrain menggambarkan betapa Kennedy terkejut dengan tindakan Dulles, namun tidak pernah sepenuhnya memahami semua kejeniusan pengkhianat ini. Dulles selalu “bekerja dua atau tiga tahap di depan masa kini.”
Setelah mempersenjatai dan mempromosikan pemberontakan melawan pemerintah pusat Sukarno pada tahun 1958, Dulles kegagalannya. Bayang-bayang kekelahan Amerika di Teluk Babi (Bay of Pig), Kuba muncul di otaknya.
Namun, hasil akhir dari campur tangan CIA dalam urusan internal Indonesia melalui Pemberontakan 1958 digambarkan sebagai kegagalan pada saat itu. Secara konsisten digambarkan sebagai kegagalan sejak saat itu. Hal ini berlaku hanya jika tujuan yang dinyatakan dari CIA sama dengan tujuan sebenarnya.
Bahkan lebih dari lima dekade kemudian, analisis media terhadap tujuan pemberontak The Outer Island (luar jawa) masih digambarkan sebagai pemisahan diri, yang didukungan diam-diam oleh Amerika. Tujuan sebenarnya dari Allen Dulles dalam babak ini adalah mendorong sentralisasi tentara sedemikian rupa, sehingga tampaknya dukungan CIA terhadap pemberontak gagal.
Kebutuhan Untuk Pembunuhan
Dulles mengkhianati pemberontak PRRI/Permesta yang dipersenjatinya dan didorongnya,– sama seperti dia mengkhianati teman dan musuh selama karirnya yang panjang. Pemberontakan yang dia rintis dan yang direncanakan gagal adalah tahap pertama dari strategi intelijen yang lebih besar yang akan membuahkan hasil di tahun 1965-66 dengan penggulingan Sukarno (setelah beberapa usaha pembunuhan yang tidak berhasil) dan institusi teror yang diikuti. Itu juga ketika – 1966 – Freeport McMoRan memulai pertambangan besar-besaran mereka di Papua di Grasberg pada ketinggian 14.000 kaki di wilayah Alpine.
Dulles bukan apa-apa jika tidak sabar. Dia pernah berada di pertandingan ini sejak Perang Dunia I. Bahkan setelah Kennedy memecatnya setelah kegagalan di Bay of Pigs, Kuba. Namun rencana Dulles tetap jalan,– kepada siapapun yang menghalangi kepentingan mereka. Poulgrain mengungkapkan fakta kuat pada kasus-kasus kematian JFK, Sekretaris Jenderal U.N Dag Hammarskjold yang bekerja dengan Kennedy untuk solusi damai di Indonesia dan tempat-tempat lain dan Presiden Kongo, Patrice Lumumba.
Fokusnya adalah mengapa mereka perlu dibunuh. Hammarskjold, dalam banyak hal, adalah saudara spiritual Kennedy,– merupakan hambatan yang sangat kuat terhadap rencana Dulles untuk Indonesia dan negara-negara di seluruh Dunia Ketiga. Seperti JFK,– Hammarskjold berkomitmen untuk memerdekakan masyarakat adat dan kolonial di mana-mana, dan mencoba menerapkan ” gaya Swedia-nya yang ketiga” dan mengusulkan perdamaian.
Seandainya Sekretaris Jenderal PBB ini berhasil membawa separuh dari negara-negara ini untuk merdeka, dia akan mengubah PBB menjadi kekuatan dunia yang signifikan dan menciptakan sekumpulan negara yang begitu besar untuk menjadi beban berat bagi mereka yang terlibat dalam Perang Dingin.
Poulgrain mengacu pada dokumen dari Komisi Kebenaran dan Rekonsiliasi Afrika Selatan (TRC) dan Ketua Uskup Agung Desmond Tutu untuk menunjukkan hubungan antara “Operasi Celest” Afrika Selatan dan keterlibatan Dulles dalam pembunuhan Hammarskjold pada bulan September 1961. Sementara dilaporkan pada saat itu sebagai Kecelakaan pesawat yang tidak disengaja, dia mengutip mantan Presiden Harry Truman berkata, “Dag Hammarskjold sedang melakukan sesuatu saat mereka membunuhnya. Perhatikan bahwa saya berkata, ‘Ketika mereka membunuhnya’.”
Dulles menjual strategi Indonesia yang terbuka sebagai upaya untuk menggagalkan pengambilalihan komunis dalam bahasa Indonesia. Retorika Perang Dingin, seperti “perang melawan terorisme” hari ini, sama sebagai sampulnya. Dalam hal ini dia memiliki Kepala Staf Gabungan di pihaknya. Mereka menganggap Kennedy bersikap lunak terhadap komunisme, di Indonesia dan Kuba dan di tempat lain. Agenda rahasia Dulles adalah untuk melayani kepentingan para elit kekuasaannya.
Dulles dan George De Mohrenschildt
Poulgrain menambahkan secara signifikan pemahaman kita tentang pembunuhan JFK dan akibatnya dengan menyajikan informasi baru tentang George de Mohrenschildt, pawang Lee Harvey Oswald di Dallas.
Dulles memiliki hubungan yang panjang dengan keluarga de Mohrenschildt, kembali ke 1920-1921 ketika di Konstantinopel dia bernegosiasi dengan Baron Sergius Alexander von Mohrenschildt atas nama Standard Oil Rockefeller. Saudara laki-laki dan mitra bisnis Baron adalah ayah George.
Firma hukum Dulles, Sullivan & Cromwell, “sebenarnya adalah meja depan Standard Oil.” Negosiasi ini atas nama kepentingan kapitalis elit, yang menjadi bayang-bayang Revolusi Rusia, menjadi template karir Dulles: eksploitasi ekonomi tidak dapat dipisahkan dari masalah militer,–yang pertama tersembunyi di balik retorika anti-komunis yang terakhir. Tali anti-merah terus melilit melalui karier Dulles. Kecuali darah merah, yang dianggapnya bisa dibuang. Dan jumlahnya adalah legiun.
“Melalui Standard Oil, sebuah hubungan ada antara Dulles [yang mengendalikan Komisi Warren] dan Mohrenschildt, dan ini seharusnya diajukan menjadi perhatian Komisi Warren namun tidak dipublikasikan saat Dulles memiliki peran yang sangat menonjol.”
Poulgrain berpendapat dengan meyakinkan bahwa De Mohrenschildt bekerja di “intelijen minyak” sebelum keterlibatan CIA-nya, dan bahwa intelijen minyak bukan hanya pekerjaan Dulles saat pertama kali bertemu dengan ayah George, Sergius, di Baku, namun “kecerdasan minyak” itu adalah redundansi.
Bagaimanapun, CIA adalah ciptaan Wall Street dan kepentingan mereka selalu tergabung. Badan tersebut tidak dibentuk untuk memberikan intelijen kepada Presiden Amerika Serikat,– itu adalah mitos yang nyaman yang digunakan untuk menutupi tujuan sebenarnya yang melayani kepentingan bankir investasi dan elit kekuasaan.
Saat bekerja pada tahun 1941 untuk Minyak Humble (Prescott Bush adalah pemegang saham utama, Dulles adalah pengacaranya, dan Standard Oil telah secara diam-diam membeli Humble Oil enam belas tahun sebelumnya), de Mohrenschildt terjebak dalam sebuah skandal yang melibatkan Vichy (pro-Nazi) intelejen Prancis dalam menjual minyak ke Jerman. Ini serupa dengan Dulles bersaudara dan urusan bisnis Standard Oil yang terkenal dengan Jerman.
Seperti sebuah jaringan rumit komidi putar dengan Allen Dulles di tengahnya.
Di tengah skandal tersebut, de Mohrenschildt, dicurigai sebagai agen intelijen Prancis Vichy, “menghilang” untuk sementara waktu. Dia kemudian mengatakan kepada Komisi Warren bahwa dia memutuskan untuk mengebor minyak, tanpa menyebutkan nama Humble Oil yang mempekerjakannya lagi, kali ini sebagai sebuah roustabout.
“Tepat ketika George perlu ‘menghilang’, Humble Oil memberikan tim eksplorasi minyak untuk disubkontrakkan ke NNGPM – perusahaan Allen Dulles telah mendirikan lima tahun sebelumnya untuk bekerja di Netherlands New Guinea (Irian Barat).” Poulgrain menemukan bukti kuat bahwa de Mohrenschildt, agar tidak muncul di pengadilan, masuk di New Guinea Belanda (Irian Barat) pada pertengahan 1941 di mana dia membuat penemuan minyak rekor dan menerima bonus $ 10.000 dari Humble Oil.
“Menghindari publisitas yang buruk tentang perannya dalam menjual minyak ke Vichy France adalah prioritas utama. Bagi George, petualangan pengeboran singkat di daerah terpencil New Guinea Belanda akan menjadi jalan keluar yang tepat waktu dan strategis.
“Dan siapa yang terbaik untuk membantunya dalam pelarian ini daripada Allen Dulles – secara tidak langsung, tentu saja. Ini modus operandi Dulles:adalah mempertahankan “jarak” dari kontaknya,– seringkali selama beberapa dekade.
Dengan kata lain, Dulles dan de Mohrenschildt sangat terlibat dalam waktu lama sebelum pembunuhan JFK. Poulgrain dengan tepat mengklaim bahwa “keseluruhan fokus penyelidikan Kennedy akan bergeser jika Komisi [Warren] menyadari hubungan 40 tahun antara Allen Dulles dan Mohrenschildt.”
Hubungan mereka melibatkan minyak, mata-mata, Indonesia, Nazi Jerman, Rockefeller, Kuba, Haiti, dll. Itu adalah jaringan intrik internasional yang melibatkan pemeran karakter yang tidak pernah dikenal dalam fiksi, komandan tinggi dari operasi biasa dan tidak biasa.
Dua hal yang patut disebut adalah Michael Fomenko dan Michael Rockefeller. Fomenko eksentrik – alias “Tarzan” – adalah keponakan Rusia-Australia dari istri Mohrenschildt, Jean Fomenko. Penangkapan dan deportasi dari New Guinea Belanda pada tahun 1959, di mana dia melakukan perjalanan dari Australia dengan sampan, dan kehidupan selanjutnya, sangat menarik dan menyedihkan. Ini adalah film aneh.
Sepertinya dia adalah salah satu korban yang harus dibungkam karena dia tahu rahasia tentang penemuan minyak George tahun 1941 yang tidak dibagikan.
“Pada bulan April 1964, pada saat yang sama George de Mohrenschildt menghadapi Komisi Warren – saat ada publisitas mengenai Sele 40 [catatan penemuan minyak George] bisa mengubah sejarah – diputuskan bahwa terapi elektro-kejut akan digunakan pada Michael Fomenko.” Dia kemudian dipenjara di Rumah Sakit Jiwa Khusus Ipswich.
Yang juga menarik adalah mitos media seputar hilangnya Michael Rockefeller, putra Nelson dan pewaris kekayaan Standard Oil, yang diduga dimakan oleh kanibal di New Guinea pada tahun 1961. Kisahnya menjadi berita halaman depan, “sebuah acara media ditutup untuk penjelasan lain dan implikasi politik dari kepergiannya menjadi tragedi yang terus berlanjut bagi masyarakat Papua.”
Sampai hari ini, orang Papua, yang tanahnya digambarkan oleh pejabat Standard Oil Richard Archbold pada tahun 1938 sebagai ” Shangri-la, “– berjuang untuk kemerdekaan mereka
Gambaran Poulgrain yang paling menarik mengambil dua karakter ini dan menunjukkan bagaimana cerita mereka terhubung ke kisah intrik yang lebih besar.
Ini adalah buku yang sangat penting dan menarik. Kadang sulit dan padat, lebih ekspansif pada orang lain, ini sangat menambah pemahaman kita mengapa JFK dibunuh. Dengan fokusnya di Indonesia, ini menunjukkan kepada kita bagaimana lingkup mengerikan Allen Dulles tersebar luas dan lama; bagaimana hal itu termasuk lebih dari Kuba, Guatemala, Iran, dll; Secara khusus, betapa pentingnya Indonesia yang jauh-jauh dalam pemikirannya, dan bagaimana pemikiran itu bertentangan dengan isu penting Presiden Kennedy. Ini memaksa kita untuk mempertimbangkan betapa berbedanya dunia jika JFK pernah hidup.
Incubus of Intervention menyoroti sejarah Indonesia dan keterlibatan Amerika dalam tragedi tersebut. Pembacaan penting saat ini saat Barack Obama mengeksekusi pivotnya ke Asia dan mempromosikan konflik dengan China dan Rusia. Meski tidak dieksplorasi dalam buku Poulgrain, menarik untuk dicatat bahwa ayah tiri Obama dari Indonesia, Lolo Soetero, meninggalkan Obama dan ibunya di Hawaii pada tahun krusial tahun 1966 ketika pembunuhan massal sedang berlangsung untuk kembali ke Indonesia untuk memetakan Western New Guinea (Barat Papua) untuk pemerintah Indonesia.
Setelah perubahan rezim Dulles selesai dan Soeharto menggantikan Soekarno, dia bekerja untuk Unocal, perusahaan minyak pertama yang menandatangani perjanjian pembagian produksi dengan Soeharto. Aneh yang kebetulan, buah pahit.
Apakah Poulgrain benar? Apakah Allen Dulles mengarahkan pembunuhan Presiden Kennedy untuk memastikan strategi Kennedy-nya, berhasil?
Kami tahu CIA mengkoordinasikan pembunuhan Presiden Kennedy. Kami tahu Allen Dulles terlibat. Kita tahu bahwa Indonesia adalah salah satu alasan. Apakah itu “alasannya”? Bacalah buku yang bagus ini dan putuskan.