Selasa, 1 Juli 2025

PANTANG MUNDUR…! Ratusan Petani dan Masyarakat Adat Jambi Persiapkan Aksi Long March 1 Maret Ke Jakarta Lagi

Rapat kaum tani dan suku anak di Jambi mempersiapkan aksi Long March ke Jakarta. (Ist)

JAMBI- Ratusan petani dan masyarakat adat dari sejumlah Kabupaten di Jambi akan menggelar aksi dari Jambi menuju Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan dan Istana Negara RI. 

 
Mereka mewakili puluhan ribu masyarakat yang sedang tercekik konflik agraria di Jambi, menjadi korban dari kebijakan neoliberalisme liberalisasi investasi. 
 
Kepada Bergelora.com 
Andi Saputra, Sekretaris Jenderal Serumpun Hijau Nusantara (SHN) menjelaskan,–melalui tangan pemerintah, para pemilik modal difasilitasi untuk melakukan perampasan atau penggusuran lahan pemukiman dan perkebunan milik rakyat.
 
Pemerintah telah mengambil alih, hutan alam seluas 108.000 yang telah dirusak oleh  HPH PT Industries Et Forest Asiatiques (IFA) sebuah  Pabrikan Moulding  milik Prayogo Pangestu di blok mayang Tebo Provinsi Jambi dan 70.000 ha di blok Indragiri Hulu Provinsi Riau.  
 
Saat moratorium kehutanan berjalan pada tahun 2010 Prayogo Pangestu dengan  PT Lestari Asri Jaya (LAJ) mendapat konsesi untuk membangun sebuah HTI (Hutan Tanaman Industri) dari  Kemenhut sesuai akte No. 40 tanggal 26 Juli 2007 PT. Lestari Asari Jaya (LAJ) dengan SK. 141/Menhut-II/2010 seluas 61.495 Ha di Kabupaten Tebo provinsi Jambi. 
 
PT. Lestari Asari Jaya (LAJ) sendiri sebuah corporate joint venture  swasta nasional dan internasional antara PT Royal Lestari Utama (PT RLU) patungan PT Barito Pasific di Indonesia dan Michelin di Perancis.
 
Sebelumnya, di era 1990-an  petani sudah berladang  membangun pemukiman di empat kecamatan Kecamatan Serai Serumpun, Kecamatan Sumay, VII Koto, VII Koto Ilir. Saat ini perkampungan dengan fasos dan fasum telah terbangun oleh swadaya petani.
 
Sedari awal membangun Korporasi HTI Karet PT. Lestari Asari Jaya (LAJ) dengan dukungan dana publik internasional telah banyak melancarkan  skandal degradasi dan deforestasi serta perampasan perkebunan rakyat yang telah dibangun belasan tahun oleh petani sebagai upaya memenuhi target luasan izin. Berbagai  intimidasi dilancarkan langsung oleh aparat, preman dan orang-orang perusahaan alhasil 4 orang petani dipenjara, 3 orang masuk dalam daftar DPO, puluhan petani mendapatkan surat panggilan polisi dengan berbagai alasan yang tidak tepat.
 
Jejak kekerasan yang dilakukan PT RLU menghasilkan trauma berkepanjangan bagi ribuan kepala keluarga petani, keluarga miskin diancam dibui. Aparat dan pihak perusahaan  mendatangi rumah petani lalu mengintimidasi mereka agar menyerahkan lahannya dengan tawaran ‘tali asih’ sebesar 6 -7 juta/ha.
 
Seharusnya kekerasan dan kriminalisasi terhadap petani ini tidak dilakukan oleh PT. Lestari Asari Jaya (LAJ) sebagai cerminan  baik dalam menuntaskan persoalan agraria sesuai  Surat Edaran Menteri Menteri Lingkungan Hidup Dan Kehutanan Ri Nomor Se.1/Menlhk-Ii/2015 Tentang Penangan Kasus –Kasus Lingkungan Hidup Dan Kehutanan Yang Memerintahkan Dalam Konflik Kehutanan Harus Dihindari Tindakan Represif Dan Mengedepankan Dialog Dengan Memperhatikan Prinsip-Prinsip Hak Azasi Manusia (HAM) dalam mempertegas kehadiran Negara dalam sengketa agrarian sebagai jalan keluar presiden telah menerbitkan Peraturan Presiden Nomor 88 Tahun 2017 Tentang Penyelesaian Penguasaan Tanah Dalam Kawasan Hutan (PPTKH).
 
Hal serupa juga dialami oleh petani dan masyarakat adat di Dusun Kunangan Jaya II (Batanghari), Dusun Mekar Jaya, Dusun Sungai Butang (Sarolangun) yang berkonflik dengan PT. Agronusa Alam Sejahtera dan PT. Wanakasita Nusantara, pak Anzar dan kelompoknya  di Gowa Sulawesi Selatan di intimidasi dan kriminaliasi di lahan yang sudah mereka garap turun temurun dengan menanam Kopi dan Kayu Putih, konflik masyarakat adat Suku Anak Dalam 113 dengan PT. Asiatic Persada/Berkat Sawit Utama, masyarakat adat dan petani Desa Muara Bahar dengan PT. Rimba Hutani Mas (RHM), dan banyak lagi petani dan masyarakat adat lainnya di Indonesia yang mengalami konflik agraria akibat kebijakan neoliberalisme yaitu liberalisasi investasi oleh pemerintah.
 
Bergelora.com menerima pers rilis dari Ahmad Azhari, Ketua Umum Serumpun Hijau Nusantara (SHN), Senin (22/2) di Jakarta.
 
Ahmad Azhari menegaskan, konflik agrarian yang dihadapi oleh petani dan masyarakat adat ini adalah contoh kecil dari pengelolaan sektor agraria yang buruk. Sebab, setiapkali ada konsesi/ijin investasi disektor agraria, selalu berujung konflik. Karena itu, sudah saatnya pemerintah menjadikan reforma agraria sebagai program darurat yang mesti segera dijalankan, dan bukannya “reforma gadungan” yang berupa janji-janji manis untuk mobodohi petani dan masyarakat adat. 
 
“Untuk itu,  kami mengajukan tuntutan mendesak kepada pemerintah pusat,” tegasnya.
 
Tuntutan itu adalah:
 
1. Meminta Presiden Republik Indonesia untuk segera menyatakan Darurat Agraria dan membentuk Badan Nasional/Komite Nasional Penyelesaian Konflik Agraria yang berpedoman pada konstitusi Pasal 33 UUD 1945 dan UUPA No 5/1960.
 
2. Meminta Presiden RI dan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutan RI untuk mengembalikan lahan masyarakat Empat Kecamatan (Serai Serumpun, Kecamatan Sumay, VII Koto, VII Koto Ilir) Kabupaten Tebo yang diclaim oleh PT. Lestari Asari Jaya (LAJ) RLU Group atau Cabut Izin HTI PT. Lestari Asari Jaya (LAJ) – PT. Royal Lestari Utama (RLU);
 
3. Sebelum penyelesaian konflik dengan masyarakat Empat Kecamatan (Serai Serumpun, Kecamatan Sumay, VII Koto, VII Koto Ilir) Kabupaten Tebo diselesaikan, maka kami meminta Kepada ibu Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutan RI untuk membekukan RKT/RKU PT. Lestari Asari Jaya (LAJ) – PT. Royal Lestari Utama (RLU);
 
4. Meminta kepada Presiden RI, Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutan RI dan Kapolri untuk menarik aparat kemaanan dari lokasi konflik masyarakat Empat Kecamatan (Serai Serumpun, Kecamatan Sumay, VII Koto, VII Koto Ilir) Kabupaten Tebo dengan PT. Lestari Asari Jaya (LAJ) – PT. Royal Lestari Utama (RLU);
 
4. Meminta kepada Presiden RI, Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutan RI dan Aparat Penegak Hukum memberikan jaminan dan perlindungan hukum kepada masyarakat Empat Kecamatan (Serai Serumpun, Kecamatan Sumay, VII Koto, VII Koto Ilir) Kabupaten Tebo melakukan aktifitas perkebunan, perladangan, pembangunan pemukiman, fasum, fasos, dll di lokasi yang diclaimm PT. Lestari Asari Jaya (LAJ) – PT. Royal Lestari Utama (RLU);
 
6. Meminta KLHK memberikan jaminan  SP3 terhadap  kasus kriminalisi terhadap petani dan masyarakat adat oleh pihak kepolisian;
 
7. Meminta kepada KPK RI untuk mengusut dugaan kegiatan perambahan dan penguasaan kawasan hutan secara masif tanpa izin diduga dilakukan oleh perusahaan perkebunan kelapa sawit dan perusahaan pemegang izin Kawasan Hutan, sehingga menimbulkan potensi kerugian Negara pada sektor PBB bidangP3 dan PNBP yang mencapai trilyunan rupiah, dan termasuk mengusut pejabat negara/pemerintah yang diduga terlibat dalam persekongkolan tersebut;
 
8. Hentikan kriminalisasi terhadap aktivis, petani dan masyarakat adat. (Web Warouw)
 
 
 
 

Artikel Terkait

Stay Connected

342FansSuka
1,543PengikutMengikuti
1,120PelangganBerlangganan

Terbaru