JAKARTA- Perang dagang antara China dan Amerika Serikat memberikan peluang yang jarang-jarang terjadi bagi negara berkembang seperti Indonesia. Namun, kenyataannya berkompetisi dengan Vietnam saja dalam menggaet investasi, Indonesia masih kalah.
Menanggapi hal itu Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) Thomas Lembong mengajak semua pihak tetap optimistis, karena peluang (menggaet investasi) masih sangat-sangat besar. Hal ini menunjuk persepsi internasional kepada Indonesia yang saat ini sedang bagus-bagusnya.
“Buktinya rupiah lagi menguat, rupiah lagi menguat terus, nih. Harga obligasi pemerintah lagi naik terus. Jadi ini menunjukkan kalangan investor internasional sangat-sangat mengapresiasi Indonesia yang terus konsisten berorientasi pada orde reformasi ekonomi, dengan prudential sangat rasional dan bertanggung jawab dalam mengelola makro dan kebijakan ekonomi,” kata Thom, panggilan akrab Thomas Lembong kepada wartawan usai mengikuti rapat terbatas di Kantor Presiden, Jakarta, Rabu (11/9) sore.
Diakui Kepala BKPM jika juga ada ancaman sebagaimana dilaporkan oleh Bank Dunia pekan lalu, bahwa dengan perlambatan pertumbuhan ekonomi dunia ada ancaman bagi negara-negara berkembang, yaitu capital outflow, yang kalau investor-investor menarik investasinya dalam jumlah yang besar.
Ini menurutnya tentunya jadi bisa membahayakan kurs dan juga cadangan devisa bank-bank sentral negara berkembang, termasuk Indonesia.
“Solusi yang paling elegan, yang paling efektif, yang paling jelas, kita harus membenahi diri untuk lebih efektif untuk bisa lebih menang di kontestasi regional, untuk bisa menarik investasi di pabrik-pabrik, di sektor riil yang juga kemudian menciptakan lapangan kerja, yang menciptakan sumber-sumber pertumbuhan ekonomi yang baru,” ujarnya.
5 Kendala
Kepada Bergelora.com dilaporkan, Kepala BKPM Thomas Lembong mengemukakan, dalam rapat terbatas yang membahas masalah Perbaikan Ekosistem Investasi itu dirinya telah memaparkan 5 (lima) besar keluhan yang sering kali disampaikan investor, baik domestik maupun internasional.
Yang pertama, menurut Thomas Lembong, soal regulasi. Ia meniilai, peraturan-peraturan yang abu-abu, enggak jelas, tumpang-tindih kewenangan, atau suka berubah-berubah mendadak tanpa pemberitahuan terlebih dahulu. Kemudian juga perizinan yang bertele-tele.
“Pendaftaran dijadikan izin, syarat dijadikan izin, rekomen teks dijadikan izin, semuanya dijadikan izin. Inikan sangat-sangat menghambat proses-proses dunia usaha,” terang Thomas Lembong.
Kedua menurutnya adalah isu-isu perpajakan. Meskipun sudah banyak perbaikan tetap cukup banyak keluhan dari investor dari sisi pemberlakuan atau perlakuan pajak kepada investor.
“Ketiga, urusan lahan di lapangan. Di daerah jelas banyak sekali sengketa lahan, kesulitan untuk membebaskan lahan tapi juga izin-izin terkait izin bangunan. Sertifikat layak fungsi yang bisa butuh waktu berbulan-bulan mengurusnya dengan membutuhkan biaya yang juga tidak kecil,” jelasnya.
Keempat, lanjut Kepala BKPM, urusan yang berkaitan dengan tenaga kerja. Menurut Kepala BKPM itu, Undang-Undang Ketenagakerjaan dari 2003 itu sudah tidak berfungsi dengan baik.
“Ini undang-undang sudah 16 tahun, dunia sudah sangat-sangat berubah dan diperlukan penyesuaian-penyesuaian undang-undang ketenagakerjaan supaya lebih fleksibel, lebih modern, lebih mencerminkan realita ketenagakerjaan di abad 21,” tutur Thomas Lembong.
Dan terakhir, menurut Kepala BKPM, kesulitan-kesulitan yang dihadapi di sektor BUMN.
“Dengan penuh hormat harus kami akui juga banyak sekali keluhan dari dunia usaha swasta mengenai dominasi BUMN dan hubungan antara sektor swasta dengan sektor BUMN yang kurang kondusif,” kata Thomas Lembong.
Menurut Kepala BKPM Thomas Lembong, Presiden telah memberikan waktu satu bulan untuk jajaran kementerian/lembaga (K/L) memfinalkan formulasi-formulasi solusi-solusi. Jadi, lanjut Thomas Lembong, mau tidak mau harus ada pemangkasan besar-besaran aturan-aturan, syarat-syarat, kewajiban-kewajiban, izin-izin karena itu yang jadi beban buat kita semua.
“Itu semua memakan waktu, memakan tenaga yang tidak produktif dan akan semakin sibuknya kita semua mengurus izin, terus mengecek izin. Mohon maaf, sering kali izin juga dijadikan gimmick atau objek transaksional, ya kan, untuk pungli atau oleh aparat penegak hukum bisa dijadikan subjek pemerasan. Dan ini semua kegiatan-kegiatan yang tidak produktif,” ungkap Thomas Lembong.
Menurut Kepala BKPM itu, dirinya sudah mendapat izin oleh Presiden untuk menegur atau marah kepada para menteri yang membuat terlampau banyak peraturan yang tidak produktif itu.
“Jadi saya kira dalam beberapa minggu ini saya akan angkat suara, angkat bicara mengenai hal-hal yang sebetulnya sangat konyol. Aturan-aturan, syarat-syarat yang sangat memberatkan kita semua,” pungkas Thomas Lembong.
Presiden Kecewa
Sebelumnya diberitakan, Presiden Joko Widodo (Jokowi) mengeluh tidak ada satu pun perusahaan yang mau merelokasi perusahaannya dari China ke Indonesia dalam dua bulan terakhir. Menurut dia, perizinan yang berbelit-belit bikin investor enggan merelokasi basis produksinya ke Indonesia.
Jokowi mengaku mendapat informasi tersebut dari laporan kantor perwakilan Bank Dunia di Indonesia. Laporan itu menyebut ada 33 perusahaan yang keluar dari China sekitar dua bulan lalu.
Sebanyak 23 perusahaan memilih pindah ke Vietnam dan mendirikan bisnis di sana. Sisanya, 10 perusahaan pindah ke Malaysia, Kamboja, dan Thailand. Sayangnya, tak ada satupun yang mau bergeser ke Indonesia.
“Tidak ada yang ke Indonesia, tolong ini digarisbawahi. Hati-hati, berarti kita punya persoalan yang harus kita selesaikan,” tutur Jokowi kala membuka rapat terbatas mengenai perkembangan ekonomi global di Kompleks Istana Kepresidenan, Jakarta, Rabu (4/9).
Menurutnya, perusahaan yang keluar dari China tidak memilih Indonesia karena perizinan yang rumit. Sementara itu, negara-negara tetangga ternyata menawarkan waktu dua bulan untuk mengurus perpindahan izin.
Begitu pula dengan 73 perusahaan yang keluar dari Jepang. Ia mengatakan sebanyak 43 perusahaan lari ke Vietnam, 11 perusahaan ke Thailand dan Filipina, sisanya hanya 10 perusahaan yang ke Indonesia.
“Artinya, masalah itu ada di internal kita sendiri, agar keluar dari perlambatan ekonomi global dan kemungkinan bisa memayungi kita dari kemungkinan resesi global yang semakin besar juga ada di situ,” papar Jokowi.
Mantan Gubernur DKI Jakarta ini menyesalkan kondisi tersebut. Sebab menurutnya hanya investasi yang ampuh menjadi penawar kilat bagi ancaman resesi yang menghantui perekonomian global beberapa waktu terakhir.
Terlebih, bukti nyata perlambatan ekonomi sudah tercermin dari depresiasi yuan China dan peso Argentina yang terjadi dalam beberapa waktu terakhir. Makanya kata Jokowi, pemerintah juga harus menyederhanakan perizinan dan menyisir regulasi yang menghambat jika ingin investasi tetap moncer.
“Kuncinya hanya ada di situ, tidak ada yang lain,” tekannya.
Ia kemudian berpesan kepada jajaran menteri Kabinet Kerja untuk mengingat pepatah ‘sedia payung sebelum hujan’ dalam menghadapi tekanan perlambatan ekonomi global. Sehingga, ia meminta jajaran pembantunya untuk meracik kebijakan yang bisa mengantisipasi tantangan ekonomi ke depan dan memiliki dampak yang cepat.
“Payung harus kita (Indonesia) siapkan, kalau hujannya besar, kita tidak kehujanan, kalau gerimis, kitanya juga tidak kehujanan. Syukur tidak ada hujan dan tidak ada gerimis,” pungkas Jokowi. (ZKA Warouw)