Sabtu, 12 Juli 2025

Papua Menggugat Nasionalisme Patriotik Pancasila: Konspirasi Komprador ?

Penyerbuan Asrama Mahasiswa Papua di Surabaya berbasiskan rasisme beberapa waktu lalu yang menyulut kemarahan rakyat Papua. (Ist)

Papua bergolak terpancing provokasi segelintir orang pada mahasiswa Papua di Surabaya. Berbagai dugaan muncul mencari motif dibalik provokasi yang berujung kerusuhan diberbagai kota di tanah Papua. Budayawan Parduru menuliskannya buat pembaca Bergelora.com. (Redaksi)

Oleh: Parduru

SEJARAH merupakan notaris menukilkan realis absolut energi dan materi keseluruhan dimensi kehidupan dinamika manusia dan alam raya. Terproses oleh bauran rekayasa sadar aktivitas manusia dan yang bukan. Kelahiran merupakan kemuliaan dalam kehidupan menanggalkan cangkang  pengusungnya yang semula mengayomi. Bukankah anak lahir bermula dari gamet dalam sprema laki-laki (suami) selaku faktor obyektif berganda dengan sel telor dalam rahim perempuan (ibu) selaku faktor subyektif membentuk zygote, akankah itu cukup tanpa energi dan otoritas non-manusia, yakni Tuhan, sang Pencipta? Pastilah kemuliaan Allah turun menetapkannya.

Durhaka atas faktor obyektif berganda dengan faktor subyektif itu saja sudah dipastikan celaka. Jika mengabai rahmat Allah, maka  pujian dan doa kepada Tuhan hanya ritual basibasi protokuler seremonial tok.

Perihal konstruksi kelahiran nasionalisme Indonesia demikian juga. Bukan diruang idee steril. Justru pada era puncak kebengisan kolonial kapitalisme Belanda di nusantara. Organisasi sistim, dan metodik penjajahannya perompak sda dan nafas warga senusantara, sebagai faktor obyektif, berganda secara mutual antagonistis dengan kesatuan warga se nusantara yang disebut nasion-hood sebagai faktor subyektif yang sama niat bergotong-royong meretas belenggu penjajahan demi merdeka.

Nasion-hood atau sukma berbangsa satu anti nekolim ber Pancasila itulah terkonstruksi menjadi DNA genetika karakter rakyat ditiap suku senusantara, berlingua franca Melayu, dari Sabang di ujung Barat Sumatra hingga Merauke di ujung Timur Netherlands Nieuw Guinea. Selanjutnya  nasionalisme itu yang melahirkan Indonesia, seiring turunnya rahmat Allah.

Sekadar mengingatkan notulen notaris sejarah menukilkan kosakata Indonesia bermuatan makna politik, pertama kali oleh kaum komunis yang mendirikan partai politik pertama di nudantara pada tahun 1920 mengusung istilah Indonesia, yaitu PKI. Berlanjut pula pertama kali beraksi vivere pericolosa bersenjata berkarakter nasionalisme dan bukan bermotif lokal demi suku tertentu, dilaksanakan pada tahun 1926 di pulau Jawa, terutama di Priangan dan Banten, serta meluas ke Sumatra terutama di Pariaman, Silungkang hingga Brastagi dan Aceh pada 1927.

Karena Jazirah Malaya beretnis serumpun warga  pulau Sumatra dijajah Britania, dan begitu pula Timor Leste dijajah Portugis maka dalam sukma mereka otomatis tidak turut gotongroyong nasion-hood seperti di kawasan terluas nusantara.

Di bumi Netherlands Nieuw Guinea yang kini disebut Papua, tegas nyata kekuasaan Gubernur Jendral Belanda bercokol kuat. Di Sorong, Biak, Manokwari, Fakfak, hingga Digoel di Merauke. Nyata tegas penjajah Belanda membui membuang patriot Indonesia di wilayah kolonialnya.

Terhitung sejak tahun 1920 itulah, di pulau Jawa, Sumatra dan di seluruh kawasan yang dahulunya nusantara, perjuangan bersenjata meretas penjajahan termasuk meretas penjajahan fasis Jepang menjelang proklamasi, adalah perjuangan juga untuk pembebaskan Papua dari belenggu terjajah. Proklamasi 17 Agustus 1945 mencakup segenap tanah, laut dan udara  Netherlandshe Indie, adalah untuk segenap pulau dan etnis warga setempat, juga diantaranya Netherlands Nieuw Guinea. Ikrar Pemuda 28 Oktober 1928, Lagu Indonesia Raya ekspresi gotongroyong semua etnis se-wilayah Hindia Belanda yang di era fasis Jepang dinamainya Hindia Timur adalah juga  eksperesi rakyat di Netherlands Nieuw Guinea.

Sekadar mengingat Soegoro Atmoprasodjo seorang patriot berasal Partindo (Partai Indonesia) yang di busng di Digoelis mengobarkan nilai nasionalisme di Netherlandse Nieuw Guinea. Bahkan menyusun pemberontakan meski gagal, terdiri dari warga Papua terutama murid didiknya, dan juga suku lain selain warga Jawa, juga kabarnya turut serta orang Batak marga Siregar, Sultan Hamid dan Panjaitan, Aran. Notulen notariat sejarah ini menyatakan perjuangan berwatak nasionalisme membuncah di Papua. Johannes Abraham Dimara, Frans Kaiseppo, Silas Papare, Martin Inget, Corinus Krey, Nimrod, Lukas Rumkoren, hanyalah beberapa diantara warga mayoritas berkarakter nasional patriotik Indonesia di Papua.

Pihak negara penjajah dan komplotannya dikepalai Amerika Serikat  berkat konstruksi sistim politik imperialisme membatu dalam sukmanya, selamanya berupaya menggagalkan setidaknya melongsorkan watak patriotisme nasionalistis bangsa Indonesia. Skenario globalisme ekonomi dan kultur demokrasi pasar bebas yang dijajalkan, cangkangnya tetap nekolim dengan warna gontaganti. Terutama melalui bentukan klandestin komprador, konspiratif hingga bermain tersamar dalam ruang terbuka. Dilingkungan pemerintahan pusat dan daersh, elite  di pusat maupun elite di daerah, dalam bidang politik, ekonomi, budaya, pertahanan maupun di lini lainnya.

Sejak awal berdiri RI. Misalnya, konsipirasi red drive proposal di Sarangan, 1948, dibarengi guyur US $ 50.000,-,  di pusat pemerintahan, PRRI & Permesta di daerah yang salahsatu inisiatornya Prof. Syafruddin Prawiranegara, ayahnya Letjen (pur) Subianto Prabowo, selain NII, DI & TII, hingga orde otoritarian militeris fasis Suharto.

Nekolim mengkonstruksi klas pengikutnya, disemua lini dan daerah. Termasuk di Papua. Bukankah Tommy Suharto yang pendiri dan ketua Partai Berkarya mantan napid kasus pembunuhan hakim  agung Safiuddin Kartasasmita mendaftarkan dirinya bacaleg 2019 di Papua. Adakah kehadirannya berkaitan dengan seruan Treferendum yang diawali (konspiratif?) anarkinya Tri Susanti, anggota ormas FKPPI dan Gerindra?

Pernah terbacaku artikel penanaman modal konglomerat Malaysia, aku lupa namanya, di sektor perkebunan sawit di Papua. Dia mendapat izin mengelola areal teramat luas. Kabarnya kebun sawit terluas nomor wahid sedunia. Bagaimana dampaknya terhadap nasionalisme?

Warga Papua memang dalam waktu yang lama dalam era otoritarian militeris fasis Suharto teramat sengsara. Apalagi kekayaan di pulau Papua sewenang-wenang dikadokan ke genggam Freeport Macmoran, sementara warga Papua diobrak abrik ketentramannya serta nasionalisme warisan patriotik J.A.Dimara – Frans Kaiseppo cs digerus. Dengan begitu penistaan terhadap rakyat Papua lebih terasa  dibanding dengan rakyat wilayah Indonesia lainnya yang juga sengsara. Reformasi yang berhadil melengserkan Suharto juga untuk kepentingan rakyat Papua, upaya patriot Indonesia  memproses konstruksi era Berdikari. Secara ilmiah kasus Papua teranyar kali ini,  merupakan bukti konfirmasi, kontradiksi komprador dengan rakyat Indonesia, yang dengan rahmat Allah terkonstruksi dalam satu nasion, berkarakter patriotik nasionalisme Pancasila dan mendirikan nation-state NKRI.

Adalah a-ilmiah menghapuskan sukma nasionalisme patrotik Indonesia di Papua. Bahkan gagasan referendum merupakan skenario nekolim menguntal Papua. Arab Spring sekolah besar bagi umat manusia. Dan sebelumnya Osama bin Laden dan Taliban di Afghanistan, alasan keji adanya senjata pemusnah di Irak, alasan kemanusiaan di Libya, begitu pula kini dengan menggunakan separatisme & milisinya serta ISIS di Suriah, kita disingkapkan kejahatan Amerika Serikat.

Pemerintahan Jokowi gagal dihambat stop di periode ke-satu saja oleh komprador. Sudah pasti di periode kedua bahkan sebelum dilantik pemerintahannya Jokowi sudah dibrondong mortir penggaduh.

Rakyat di Papua dan belahan lainnya Indonesia sependeritaan sama berhubung belum seutuhnya merdeka ber-Berdikari, maka musuh bersama rakyat Indonesia se-Sabang Merauke adalah komprador dan cecunguknya seperti pendominasi tanah guntai, koruptur, ormas pengkafir RI serta skuad LSM berlogo satuan pengaman yang anarkis.

Di era dunia yang perang dingin ekonomi antara Tiongkok vs Amerika Serikat ini, rakyat disegenap belahan bumi Indonesia, tak terkecuali rakyat di Papua bersatu padu mengeleminasi komprador dan cecunguknya tersebut.

Sekaligus bermakna rakyat Papua terintegrasi sesaudara kerakyatan dalam sukma rakyat Indonesia di semua propinsi lainnya yang tidak menggenaliser anti Papua oleh Tri Susanti dan di Malang sebagai tindak ambigu pemerintah Jokowi.

Bukankah Allah merahmati warga senusantara menembus   cangkang era layu imperialisme memasuki zaman baru nasion Indonesia dari Sabang hingga Merauke melalui proklamasi Kemerdekaan 17 Agustus 45? Kita sembah sujud bersyukur kepada Allah, selain berterimakasih kepada rakyat patriot nasionalis Indonesia dengan tekad melanjutkan pengabdian mereka.

Artikel Terkait

Stay Connected

342FansSuka
1,543PengikutMengikuti
1,120PelangganBerlangganan

Terbaru