JAKARTA – Pemerintah kembali menegaskan akan mengembangkan nuklir sebagai sumber energi. Menurut rencana, penggunaan energi nuklir untuk pembangkit listrik bisa dimulai pada tahun 2032 mendatang.
Direktur Jenderal Energi Baru Terbarukan dan Konservasi Energi (Dirjen EBTKE) Kementerian ESDM Eniya Listiani Dewi menyebut persiapan sudah mulai dilakukan saat ini oleh kabinet Presiden Prabowo Subianto.
“Penggunaan nuklir UU untuk tenaga listrik on freed 2032, kalau on Freed 2032 berarti seharusnya mulai disiapkan di kabinet ini,” katanya dalam Launching Toyota Hydrogen Refuelling Station PT Toyota Motor Manufacturing (TMMIN) Kawarang, Selasa (11/2/2025).
Ketika Pemerintah sudah mendorong penggunaan nuklir maka harapannya produk yang bisa dihasilkan lebih murah, misalnya untuk sumber energinya.
“Semoga pemerintah go nuklir juga sehingga bisa menghadirkan produk hidrogen lebih murah, tunggu aja apa murah sekali atau murahnya seperti apa,” ujarnya.
Indonesia memiliki kesempatan baik untuk mengembangkan hidrogen dan amonia dalam mendukung upaya transisi energi dan mendukung dekarbonisasi sistem global, karena Indonesia mempunyai modal kuat berupa sumber daya energi terbarukan yang berlimpah.
“Kementerian ESDM sedang melaunching roadmap hidrogen amonia sekarang lagi membahas untuk capai penggunaan, dimana hidrogen salah satunya,” ujar Eniya.
Kerjasama Rusia
Terpisah, Duta Besar Indonesia untuk Rusia Jose Tavares menyebut pemerintah ingin mengajak kerja sama perusahaan nuklir Rusia Rosatom. Indonesia ingin membangun pembangkit listrik tenaga nuklir (PLTN).
Tavares mengatakan saat ini pemerintah Indonesia ingin memulai pembicaraan dengan Rosatom. Namun dia mengaku belum bisa menjelaskan secara detail rencana tersebut.
“Kami ingin memulainya. Namun saya tidak memiliki rinciannya,” kata Tavares dilansir dari Sputnik, Selasa (11/2/2025).
Dia menyadari ada pro kontra tentang rencana tersebut. Dia berharap Indonesia punya tenaga ahli nuklir sebelum akhirnya rencana itu terwujud.
“Seperti biasa, ada pro dan kontra. Kami pikir penting untuk memiliki personel yang berkualifikasi untuk menggunakan PLTN dari sudut pandang pembangunan berkelanjutan dan keselamatan, jika kami memutuskan untuk membangunnya,” ujarnya.
Sebelumnya, Rosatom mengakui sedang berdiskusi dengan pemerintah Indonesia terkait rencana pembangunan PLTN.
Rencana lokasi PLTN berada di Sulawesi Tenggara.
Segini Kapasitasnya
Sebelumnya kepada Bergelora.com di Jakaeta dilaporkan, lemerintah berencana membangun pusat tenaga nuklir dengan kapasitas total mencapai 4,3 gigawatt (GW). Hal tersebut diungkapkan oleh Utusan Khusus Presiden RI Bidang Iklim dan Energi, Hashim S. Djojohadikusumo.
Menurut Hashim, rencana tersebut merupakan bagian dari strategi pemerintah. Khususnya dalam menghadapi tantangan perubahan iklim dan transisi energi.
“Kalau tidak salah sampai 4,3 GW termasuk Small Modular Reactor (SMR) yang terapung (floating) dan ada satu dua tiga pusat tenaga nuklir besar 1 GW masing-masing ini semua menjawab tantangan perubahan iklim,” kata Hashim dalam acara CNBC Indonesia ESG Sustainability Forum 2025, dikutip Kamis (6/2/2025).
Sebelumnya, Dewan Energi Nasional (DEN) mengungkapkan bahwa Indonesia memiliki 29 lokasi potensial untuk dibangun Pembangkit Listrik Tenaga Nuklir (PLTN). Setidaknya, total kapasitas PLTN yang bisa dibangun di 29 lokasi tersebut mencapai 54 gigawatt (GW).
Anggota DEN, Agus Puji Prasetyono menyampaikan bahwa pihaknya telah memetakan sejumlah lokasi potensial untuk dibangun PLTN. Adapun, terdapat 29 lokasi potensial dari Sumatra hingga ke Papua untuk dibangun PLTN.
“Jadi kita sudah study ya namanya ya, ada sekitar 29 potensial untuk kita bangun energi nuklir, yang semuanya itu nanti total adalah 45-54 gigawatt. Itu pada daya-daya tertentu yang umumnya itu di luar Jawa untuk menumbuhkan ekonomi Indonesia Tengah dan Indonesia Timur,” ujarnya dalam acara Anugerah DEN 2024, dikutip Senin (6/1/2025).
Meski begitu, Agus menyebut bahwa terdapat tiga hal yang harus dipenuhi Indonesia untuk membangun PLTN. Mulai dari dibentuknya Badan Pelaksana Program Energi Nuklir atau Nuclear Energy Program Implementation Organization (NEPIO), stakeholder involvement, serta national position.
Ketiga hal tersebut dipersyaratkan oleh International Atomic Energy Agency (IAEA) atau lembaga dunia yang fokus pada pembangunan PLTN. (Web Warouw)