Sabtu, 5 Juli 2025

Pelajaran Penting Dari Kebijakan Energi Anti Nuklir Jerman

Musim dingin di Jerman tahun ini. (Ist)

Musim dingin telah memberikan pelajaran pada Jerman yang anti nuklir. Pusat-pusat energi Jerman yang mengandalkam tenaga surya dan tenaga angin mati. Ini pelajaran penting bagi pemerintah Indonesia yang nuklirphobia dan sedang menghadapi krisis energi. Dr. Kurtubi, pakar energi dari Himpunan Mayarakat Nuklir Indonesia, Alumni Colorado School of Mines, Institut Francaise du Petrole dan Universitas Indonesia,– menjelaskan untuk pembaca Bergelora.com. (Redaksi)

 
Oleh: Dr. Kurtubi.
 
WINTER (musim dingin) di Eropa kali ini, terutama di Jerman ternyata telah menyebabkan Pembangkit Listrik Tenaga Surya (PLTS) dan Pembangkit Listrik Tenaga Angin (PLTB) lumpuh total, tidak menghasilkan listrik. 
 
Panel-panel photovoltaic PLTS tertutup salju tebal, sinar matahari minimum, ditambah dengan  tiupan angin yang menghilang sehingga kincir PLTB “momot meco” (bahasa Sasak: diam tidak bergerak sama sekali). 
 
Produktivitas PLTS dan PLTB anjlok bahkan sampai 0% selama berjam-jam, berhari-hari bahkan bermiggu-minggu .
 
Kapasitas energi nuklir dibanding yang lainnya. (Ist)

Akibat salju yang manutup panel-panek photovoltaic PLTS telah membuktikan bahwa Kebijakan Energi Jerman yang selama ini  terkenal sebagai negara pelopor anti energi nuklir dunia, ternyata tidak tepat dan merugikan diri sendiri.

 
Lewat masa transisi energi (Energiewende) Jerman akan menutup semua PLTN dan PLTU Batubara. Diganti 100% akan mengandalkan energi hijau dan bersih dari sumber energi terbarukan yang bersifat INTERMITTEN, terutama tenaga Surya dan Tenaga Angin.
 
Jerman tidak mau lagi memakai PLTN,  menutup terlebih dulu  PLTN nya yang sudah tua dan tidak diganti dengan membangun yang baru.
 
Kebijakan Energi Jerman untuk menutup semua pembangkit energi fossil dan energi nuklir kemudian diganti dengan Energi Terbarukan   yang intermitten.
 
Padahal PLTN energinya lebih bersih bebas emisi karbon sejalan dengan Paris Agreement on Climate Change dan termasuk energi Non-Intermitten, tidak tergantung musim dan cuaca. 
 
Sisi positif dari energi nuklir ini lenyap dikalangan politisi dan pihak-pihak tertentu yang anti energi nuklir secara berkebihan,  antara lain akibat dari trauma musibah Chernobyl dan Fukushima. Mereka lupa kalau teknologi energi nuklir dunia terus berkembang.
 
Banyak pihak yang tergeleng-geleng dengan kebijakan energi  Jerman ini. Kini terbukti kebijakan energi yang anti energi nuklir secara berlebihan adalah tidak tepat dan merugikan Jerman sendiri.
 
Konyolnya kebijakan energi Jerman ini banyak dijadikan rujukan oleh pegiat dan  NGO anti nuklir di dunia dan di Indonesia untuk menghambat pemanfaatan energi nuklir.
 
Data dari US Energy Information Administration tentang tingkat efisiensi setiap jenis pembangkit baik yang intermitten maupun yang non-intermitten, digambarkan oleh faktor kapasitas terpakai dari setiap jenis pembangkit,  telah menunjukkan.
 
Dari seluruh jenis energi, diketahui bahwa Tingkat Efisiensi energi nuklir adalah yang paling tinggi yakni sebesar 93,5%.  Jauh diatas tingkat efisiensi energi terbarukan yang bersifat intermitten seperti energi hidro (39,1%), energi bayu (34,5%) dan energi surya (24,5%). 
 
Efisiensi energi fossil yang Non-Intermitten, seperti gas dan batubara  juga lebih tinggi dari efisiensi energi terbarukan yang Intermitten, seperti  gas bumi efisiensinya (56,8%) dan energi batubara (47,5%). 
 
Akhirnya kebijakan energi Jerman terbantahkan oleh alam. Kini langkah yang diambil oleh pemerintahnya agar rakyat dan industri Jerman bisa bertahan,  terpaksa harus mengoperasikan 100% semua PLTU batubara meski dengan meningkatkan impor batubara dari Polandia. Padahal masyarakat energi dunia tahu kalau sumber terbesar emisi karbon adalah PLTU Batubara. Lucunya, Jerman juga terpaksa impor listrik dari produksi PLTN Perancis,  negara dengan 75% listriknya dari energi nuklir.
 
Sebuah Pelajaran yang sangat berharga meskipun di Indonesia tidak ada winter, tetapi musim hujan seringkali matahari tertutup hujan dan  awan berhari-hari dan berminggu-minggu selama musim penghujan. 
 
Sementara kekuatan hembusan  angin seringkali juga tidak menentu dalam 24 jam. Karena memang sifat angin yang ‘angin-anginan’,– kadang-kadang kencang, kadang-kadang lemah, sepoi-sepoi dan lebih banyak ‘momot meco’ karena anginnya tidak berhembus sama sekali. 
 
Kita di Indonesia membutuhkan energi bersih bebas emisi karbon dan polutan dari semua jenis EBT, bukan hanya energi terbarukan yang sebagian besar intermitten. Tapi juga bangsa besar ini butuh energi nuklir yang di dalam management energi di Indonesia digolongkan sebagai energi baru bersama energi hidrogen dan lainnya.
 
Tentu energi baru dan terbarukan teknologinya harus terus dikembangkan. Termasuk teknologi energi nuklir yang hingga saat ini sudah sampai pada tahap Generasi ke IV yang sudah jauh lebih aman dan lebih effisien.          

Artikel Terkait

Stay Connected

342FansSuka
1,543PengikutMengikuti
1,120PelangganBerlangganan

Terbaru