JAKARTA- Nepal diguncang gelombang protes besar-besaran yang dipimpin generasi muda sejak Jumat (5/9/2025). Adapun demo Nepal itu bermula dari kebijakan pemerintah memblokir sejumlah platform media sosial, lalu berkembang menjadi ledakan amarah atas dugaan korupsi pejabat dan minimnya peluang ekonomi.
Kerusuhan yang terjadi pada Senin (8/9/2025) berujung tragedi. Setidaknya 22 orang dilaporkan tewas, sementara lebih dari 400 orang lainnya mengalami luka-luka.
Kepada Bergelora.com di Jakarta dilaporkan berikut ini kronologi demo Nepal yang mematikan.

Awal Pemicu Protes
Kemarahan warga, terutama kelompok usia 13–28 tahun atau generasi Z, sebenarnya sudah lama terpendam. Mereka menuding pemerintah gagal memberantas korupsi yang telah berlangsung puluhan tahun. Kekecewaan semakin memuncak ketika pemerintah Nepal memutuskan memblokir media sosial populer, seperti Facebook, Instagram, WhatsApp, YouTube, hingga X.
Kebijakan ini disebut bertujuan membendung berita bohong dan ujaran kebencian, sekaligus menekan perusahaan teknologi asing agar mendaftar secara resmi di Nepal. Namun, kebijakan tersebut justru memantik gelombang demonstrasi di ibu kota Kathmandu dan kota-kota lainnya.

Menurut Bank Dunia, tingkat pengangguran pemuda di Nepal mencapai 20,8 persen pada 2024, situasi yang memperkuat rasa frustrasi generasi muda.
Selain itu, gerakan daring yang menentang “Nepo Kids” atau istilah bagi anak-anak politisi yang kerap memamerkan gaya hidup mewah turut memperbesar kemarahan publik terhadap kesenjangan sosial dan praktik nepotisme.
Kerusuhan yang mematikan Aksi damai berubah ricuh pada Senin (8/9/2025) ketika massa mencoba menerobos barikade kawat berduri di sekitar kompleks parlemen Kathmandu. Polisi merespons dengan gas air mata, meriam air, peluru karet, bahkan diduga peluru tajam.
Menteri Keuangan Bishu Paudel. Pria 65 tahun itu, dikejar-kejar di jalan, ditendang dan ditelanjangi hingga tercebur ke sungai:
“Polisi menembak tanpa pandang bulu,” kata seorang pengunjuk rasa kepada Reuters.
Reuters melaporkan, massa yang sebagian besar pelajar sekolah dan mahasiswa melempari polisi anti huru-hara dengan benda-benda, bahkan membakar ambulans serta pos polisi.
Video yang beredar juga memperlihatkan rumah pribadi Perdana Menteri KP Sharma Oli dirusak dan dibakar oleh demonstran.
Dr Mohan Regmi, Direktur Eksekutif Rumah Sakit Layanan Sipil di Kathmandu, menyebut sedikitnya 22 orang meninggal dunia akibat bentrokan itu, Selasa (9/9/2025).
“Setidaknya 22 orang tewas,” ujarnya kepada CNN.
Kementerian Kesehatan Nepal melaporkan lebih dari 400 orang luka-luka, termasuk lebih dari 100 anggota pasukan keamanan.
Kekerasan yang meluas ini memaksa bandara internasional di Kathmandu ditutup.
“Operasional bandara terdampak karena situasi kota yang memburuk,” kata juru bicara Otoritas Penerbangan Sipil Nepal, Gyanendra Bhul, kepada CNN.
Tekanan Politik Dan Mundurnya Pemimpin
Gelombang protes yang semakin besar membuat Perdana Menteri KP Sharma Oli akhirnya menyatakan mundur dari jabatannya pada Selasa (9/9/2025). Dalam surat pengunduran diri yang diunggah ajudannya di media sosial, Oli menyebut langkah itu diambil karena situasi luar biasa di negara ini.
Presiden Nepal Ram Chandra Poudel pada hari yang sama meminta generasi muda menghentikan aksi kekerasan. Ia mengajak mereka untuk mencari jalan keluar lewat musyawarah.
“Dalam demokrasi, tuntutan yang diajukan oleh warga negara dapat diselesaikan melalui perundingan dan dialog, termasuk melalui partisipasi perwakilan Generasi Z,” kata Poudel dalam pernyataan resmi.
Namun, tak lama setelah Oli mengundurkan diri, Poudel pun memilih langkah serupa. Ia menyatakan mundur dari jabatan presiden hanya beberapa jam setelah pengunduran diri sang perdana menteri.
Menteri Dalam Negeri Nepal, Ramesh Lekhak, lebih dulu meletakkan jabatan pada Senin, disusul menteri pertanian, air, dan kesehatan sehari kemudian. Gagan Thapa, Sekretaris Jenderal Kongres Nepal, menegaskan partainya tidak bisa berdiam diri.
“Kongres Nepal tidak boleh, dan tidak bisa, tetap menjadi saksi dan mitra dalam situasi ini, bahkan untuk satu hari pun. Kongres Nepal harus segera mundur dari pemerintahan. Saya akan berupaya agar keputusan ini diambil dalam rapat partai,” ujarnya.
Kantor Hak Asasi Manusia PBB menyatakan terkejut atas jumlah korban tewas, dan mendesak adanya penyelidikan yang transparan.
Amnesty International juga menilai penggunaan peluru tajam terhadap demonstran tidak bersenjata sebagai pelanggaran serius hukum internasional.
Sementara itu, Departemen Luar Negeri Amerika Serikat mengimbau warganya di Nepal agar tetap berada di tempat tinggal masing-masing dan menunda perjalanan.
Masa Depan Politik Nepal
Nepal, negara dengan populasi sekitar 30 juta jiwa, dikenal memiliki dinamika politik yang tidak stabil. Sejak menghapus sistem monarki pada 2008 setelah perang saudara selama satu dekade, negara ini telah mengalami berkali-kali pergantian pemerintahan.
Analis kebijakan publik Universitas Kathmandu, Binay Mishra, mengatakan kepada CNN bahwa setelah pengunduran diri Oli, presiden akan memanggil parlemen untuk membentuk pemerintahan baru.
“Karena saat ini belum ada partai dengan mayoritas yang jelas, kemungkinan besar akan dibentuk pemerintahan sementara, dengan beberapa organisasi Gen Z berpotensi dilibatkan dalam diskusi siapa yang dapat memimpin dalam jangka pendek,” ujar Mishra. (Web Warouw)