Kamis, 17 Juli 2025

Pembicara di ALF 2017: Dari Faisal Tehrani hingga Martin Aleida

Pagelaran sastra ASEAN Literary Festival 2017 di Jakarta (Ist)

JAKARTA- Pagelaran sastra ASEAN Literary Festival 2017 akan menghadirkan penulis-penulis berpengaruh dan kritis dari kawasan Asia Tenggara. Mulai penulis asal Malaysia yang bukunya dilarang diedarkan Faisal Tehrani hingga penulis tanah air yang baru saja meraih penghargaan cerpen terbaik Kompas, Martin Aleida, mereka akan memeriahkan festival kali ini yang bertepatan dengan perayaan 50 tahun ASEAN.

“Faisal akan membuka ALF dengan memberikan kuliah umum tentang demokrasi, kebebasan berekspresi dan sastra di Asia Tenggara di Fatahillah Square, Kota Tua, yang bersejarah” ujar Direktur Program ALF Okky Madasari, Rabu, 5 Juli 2017. 

Pidato Faisal tak lepas dari pengalamannya sebagai penulis yang enam karyanya dilarang diedarkan di negeri jiran meski ia pernah menang Hadiah Sastera Utusan Malaysia-Exxon Mobil 2002 lewat novelnya 1515 dan menerima National Book Prize in 2005 kategori bahasa melayu. 

Karya Faisal ‘1515’ kemudian dijadikan bahan kuliah di program studi Melayu di Universitas Cologne, Jerman dan diterjemahkan serta diterbitkan kembali oleh Malaysian Institute of Translation & Books pada 2011. Profesor Emeritus Dr Salleh Yaapar dari Universiti Sains Malaysia memuji novel itu sebagai penemuan kembali identitas dan sejarah orang Melayu. Karyanya itu juga menjadi satu-satunya novel kontemporer oleh penulis Malaysia yang masuk Ensiklopedia Novel (Blackwell, 2011).

Kuliah umum yangmerupakan acara prestisius pada malam pembukaaan festival, selalu menghadirkan pemikir-pemikir yang kritis dan berpengaruh di Asia Tenggara setiap tahunnya, yang bukan hanya dikenal karyanya tapi juga perjuangannya menegakkan keadilan, kebebasan dan kemanuisaan. Telah tampil tahun-tahun sebelumnya antara lain Pete Lacaba dari Filipina, Ma Thida dari Myanmar, dan Jose Ramos Horta dari Timor Leste. 

Bersama Faisal, juga akan hadir Direktur Jenderal Kebudayaan Kementerian Pendidikan dan Kebudayan Hilmar Farid yang juga akan menyampaikan pidato tentang usaha menyatukan Asia Tenggara lewat sastra. 

Selain menghadirkan Faisal yang akan bicara tentang peran sastra dan penulis untuk mendorong dan memajukan demokrasi serta kebebasan berekspresi di Asia Tenggara, ALF juga akan menghadirkan pembicara seperti jurnalis dan penulis Arswendo Atmowiloto untuk menanggapi isu terbaru di tanah air, yakni penistaan agama. Arswendo pernah dijeboloskan penjara karena kasus penistaan agam setelah melakukan survei untuk tabloid Monitor. 

Tema lainnya yang diangkat adalah populisme dan radikalisme. “Kami menghadirkan jurnalis sekaligus penulis yang sudah malang melintang di kawasan ini, Michael Vatikiotis. Ia telah puluhan tahun meneliti Indonesia dan kawasan ini. Buku terbarunya juga tentang konflik agama,” ujar Okky. 

Michael adalah Direktur Regional Asia di Center of Humanitarian Dialogue. Ia dulu Koresponden BBC dan Editor Far Eastern Economic Review, dan telah menjadi seorang penulis dan jurnalis di Asia selama 30 terakhir. Michael pernah tinggal di Indonesia, Malaysia, Thailand dan Hong Kong. Dia adalah penulis buku ‘Blood and Silk: Power and Conflict in Modern Southeast Asia’ (2017) dan dua buku lainnya tentang politik di Asia Tenggara, dan juga dua novel di Indonesia: ‘The Spice Garden’ (2004) dan ‘ The Painter of Lost Souls ‘ (2012). Michael lulus dari School of Oriental and African Studies, London, dan meraih gelar doktor dari Universitas Oxford.

Topik lain yang tak kalah penting dari penistaan agama adalah persekusi yang belakangan kerap terjadi di masyarakat. Untuk topik ini, ALF menghadirkan tiga penulis dari Myanmar; Han Zaw, Nyi Pu Lay, Suu Mie Aung. Ketiganya akan bicara soal persekusi di Myanmar. Kemudian Martin Aleida, penulis yang juga korban persekusi ideologi politik pada 1965 yang baru saja memenangkan cerpen terbaik Kompas 2017, akan menuturkan kisah yang sama. 

Selain itu, untuk merespons perkembangan teknologi terkini, tak bisa dipungkiri bahwa teknologi telah memajukan dunia penulisan dan mendorong kebebasan berekspresi tetapi ekses negatif dari kemajuan ini telah meresahkan banyak kalangan. Daalam kaitan ini, ALF akan mengangkat tema hoax dan hate speech

Untuk kebebasan berekspresi, Andrew Fowler akan menjadi salah satu pembicara utama. Ia adalah wartawan investigasi yang memenangkan penghargaan, memulai karirnya di Inggris di mana ia meliput kampanye pengeboman IRA tahun 1970 untuk London Evening News. Ia pernah menjadi kepala staf dan editor di koran The Australian. Selama 20 tahun ia menjadi reporter dengan program Four Corners and Foreign Correspondent di ABC Australia. Buku pertama Fowler The Most Dangerous Man in the World, diterjemahkan dan diterbitkan di negara-negara seperti Amerika Serikat, China, Korea Selatan, Rusia dan Indonesia dan disebut sebagai salah satu serial yang mencekam. Buku menjelaskan mengapa motif Julian Assange membuatnya sangat berbahaya. Buku terakhirnya adalah The War on Journalism tentang kemunduran media. Dia saat ini sedang menulis ‘Shoot the Messenger’, yang akan diterbitkan akhir tahun ini oleh Routledge UK, tentang bagaimana undang-undang pengawasan dan anti-terorisme digunakan untuk mengendalikan perbedaan pendapat di media.

Untuk isu feminisme, ALF menghadirkan wartawan senior Maria Hartiningsih yang juga peraih Yap Thiam Hien Award. 

Selain sesi kuliah umum dan diskusi di atas, ALF mempersembahkan program spesial percakapan mendalam dengan tiga penulis besar di tanah air lewat program In conversation with. Mereka adalah Goenawan Muhammad, Martin Aleida, dan Arswendo Atmowiloto. 

Festival ini juga memberi banyak ruang untuk penulis-penulis muda untuk menyesuaikan kebutuhan perspektif millenial. Para penulis ini akan tinggal bersama warga lewat program Sastra Masuk Kampung dan Residensi. 

Digelar di Kota Tua

Berbeda dengan tahun-tahun sebelumnya, Festival sastra yang diikuti penulis dari 10 negara ASEAN serta puluhan lainnya dari lebih dari 20 negara-negara di lima benua ini, akan diselenggarakan di kawasan Kota Tua pada 3-6 Agustus nanti. ALF akan memanfaatkan gedung-gedung tua bersejarah di Jakarta sebagai tempat diskusi dan pameran seperti gedung pos, cipta niaga, museum keramik, hingga museum wayang. 

Beberapa tahun belakangan, Kawasan Kota Tua memang telah direnovasi oleh Pemerintah Provinsi DKI Jakarta. Selain menjadi kawasan sejarah, tempat ini juga menjadi kawasan wisata. Okky mengatakan, masyarakat di dalam dan luar Jakarta cukup menjadikan tempat ini sebagai tujuan wisata favorit. Predikat ini akan menguntungkan penyelenggaraan ALF yang ingin semakin mendekatkan diri pada keramaian, di mana masyarakat awam berkumpul. 

Kepada Bergelora.com dilaporkan, ALF tahun ini mengambil tema Beyond Imagination dan diselenggarakan bertepatan dengan perayaan 50 tahun berdirinya ASEAN. Kegiatan yang akan diselenggaran adalah Sastra Masuk Kampung, Residensi, Jambore Nasional Sastra, hingga seminar dan pameran buku. 

Seperti tahun-tahun sebelumnya, ALF juga selalu konsisten mengusung diskusi bertema besar kebebasan ekspresi. Setidaknya sekitar 70 lebih pembicara dari berbagai negara akan hadir untuk mengisi ruang-ruang diskusi.  (Kanya E. Graciella)

 

Artikel Terkait

Stay Connected

342FansSuka
1,543PengikutMengikuti
1,120PelangganBerlangganan

Terbaru