JAKARTA- Dewan Perwakilan Daerah (DPD) RI mendorong Pemerintah untuk melakukan revisi terhadap Undang-Undang No.21 Tahun 2001 ini dan dapat masuk ke dalam prolegnas tahun 2017. Hal ini tertuang dalam rapat kerja Komite I DPD RI dengan Menkopolhukam Luhut Binsar Panjaitan, Wakil Ketua MPR Oesman Sapta, Ketua BIN Sutiyoso, Wagub Papua Barat Irene Manibuy, di ruang Rapat Komite I Senayan Jakarta, Selasa (9/2).
Rapat yang dipimpin oleh Ketua Komite I DPD RI, Ahmad Muqowan ini membahas tentang implementasi Otonomi Khusus (Otsus) Papua yang dinilai tidak lagi relevan dengan kondisi masyarakat Papua saat ini.
Dalam kesempatan tersebut, Muqowam mengatakan Komite I DPD RI menyayangkan pemerintah dan DPD RI yang tidak menjadikan revisi UU Otsus Papua ini menjadi prioritas untuk dibahas pada tahun ini. Menurutnya, revisi penting untuk segera dilakukan mengingat pemerintah Provinsi Papua dan Papua Barat mengaku kesulitan dalam menerapkan anggara tersebut.
“Kami sayangkan bahkan dalam kesempatan tahun 2016 pun tidak masuk ke dalam Prolegnas dan sepertinya Pemerintah dan DPR tidak menaruh perhatian akan pentingnya revisi Undang-Undang ini,” ujar senator asal Jawa Tengah itu.
Lanjutnya, persoalan timbul ketika pemda setempatmerasa rancu dalam penggunaan Dana Otsus yang bercampur dengan APBD, dana alokasi umum (DAU), dana alokasi khusus (DAK), pendapatan asli daerah(PAD) dan bahkan dana percepatan pembangunan.
“Pangkal utamanya adalah distrust atau ketidakpercayaan dari rakyat Papua dan perlunya persamaan persepsi dalam dalam pengelolaan dana pembangunan bagi kesejahteraan di Papua,” ujarnya.
Senada dengan Muqowam, Wakil Ketua MPR, Oesman Sapta juga menyatakan kepada Menkopolhukam sebagai perwakilan dari Pemerintah agar menekan dan menghilangkan perbedaan pendapat di internal mereka sendiri.
“Saat ini menteri kabinet sendiri banyak terjadi perbedaan pendapat dan tidak sepaham dalam menjalankan roda pemerintahan, bagaimana bisa membangun dan melanjutkan program prioritas jika internalnya berbeda-beda pendapat, “tukas Oesman Sapta.
Ia menambahkan, dalam hal inilah penguatan DPD diperlukan bukan dibubarkan seperti isu yang tengah santer belakangan ini, karena salah satu tugas dan fungsi DPD adalah menjembatani permasalahan di daerah seperti di Provinsi Papua.
“DPD bermitra dengan Pemerintah dan tidak berkonfrontasi dengan pemerintah, dan daerahpun membutuhkan DPD sebagai representasi daerah dan tidak bermuatan konflik kepentingan tertentu dalam membantu menyelessaikan permaslahan di daerah,” lanjutnya.
Sementara itu, Menkopolhukam memaparkan bahwa untuk di Papua akan melakukan perubahan pendekatan keamanan menjadi pendekatan kesejahteraan. Provinsi Papua dan Papua Barat merupakan Provinsi terluas di Indonesia dengan penduduk yang sedikit kurang dari 4 juta penduduk. Dana yang digelontorkan Pemerintah untuk pembangunan di sana sudah lebih dari 53 Trilyun belum lagi dana percepatan dan dana otonomi khusus, tetapi perkembangannya tidak signifikan.
“Bulan Maret ini kami akan bekerjasama dengan BPKP untuk melakukan audit dana Otsus disana dan jangan harap kita main-main dengan dana rakyat yang sudah digunakan dengan tidak jelas ini,” tegas Luhut.
Sedangkan Ketua Badan Intelijen Nasional (BIN) Sutiyoso menambahkan, pihaknyamendukung langkah Menkopolhukam dalam melakukan audit di sana. “Menurut data kami ditemukan 218 kasus penyelewengan dana Otsus selama 2002-2010 pelaksanaan Otsus, ini tidak boleh dibiarkan karena ini uang rakyat, penegak hukum dan KPK harus masuk agar membuat efek jera bagi pejabat di sana yang melakukan penyelewangan uang rakyat,” tukas Sutiyoso.
Permasalahan di Papua tidak hanya masalah ekonomi dan kesejahteraan tetapi juga adanya permasalahan ekstrimisme seperti Organisasi Papua Merdeka(OPM), saat ini TNI, POLRI, Menkopolhukam dan BIN sudah melakukan kerjasama yang intensif dalam menangani permasalahan ini. Kebijakan yang diambil Pemerintah ujungnya adalah untuk kesejahteraan masyarakat Papua, pemerintah juga yakin jika masyarakat Papua sejahtera maka ekstrimisme akan menghilang. (Calvin G. Eben-Haezer)