JAKARTA – Situasi masyarakat korban bencana alam di Aceh, Sumatera Utara dan Sumatera Barat sangat menyedihkan. Warga Medan mengeluhkan bantuan pemerintah belum sampai dan tidak ada lagi makanan. Pengungsi di pedalaman Aceh Utara krisis logistik telur dan minyak goreng habis. Hal serupa juga dialami pengungsi di Sumatera Barat.
Dean Ramadhana (26), salah satu warga yang terdampak parah akibat banjir di Gang Flamboyan, Kelurahan Lalang, Kecamatan Medan Sunggal, Kota Medan, Sumatera Utara, pada Jumat (28/11/2025).
Setelah banjir surut, Dean kini memikirkan apa yang bakal dikonsumsi oleh keluarganya setelah semua bahan kebutuhan untuk memasak di dapurnya habis disapu air sungai.
“Logistik dari Pemerintah belum ada masuk, cuma bantuan makanan nasi bungkus kita ambil dari posko,” kata Dean di rumahnya yang sedang membersihkan lantai dari lumpur, dikutip Bergelora.com di Jakarta Minggu (30/11/2025).
Kata dia, kalau warga ingin makan ada nasi bungkus dan ada mi instan untuk makan pagi dan sore.
Namun, ia berharap Pemerintah Kota Medan atau Provinsi secepat mungkin menyalurkan bantuan logistik yang memadai.
“Sejak kemarin hingga sekarang kita belum mendapat bantuan. Segera lah beri. Bantuan pertama yang kami harapkan, beras atau kebutuhan pokok lah lebih dahulu,” ucap ayah dua anak itu.
“Kita sudah tidak ada lagi makanan. Di sini pun sudah tidak ada dijual, habis semua terendam banjir,” tutur Dean, sembari menemani ibunya, Yolanda Nurhasanah (45), mencuci peralatan dapur.
Bukan hanya Dean, warga lain seperti Carolina Sitopu, menyampaikan bahwa dirinya belum mendapatkan bantuan Pemerintah sejak rumahnya dimasuki air banjir.
“Kita perlu bantuan, seperti beras. Apalagi kami juga belum bisa tidur karena rumah masih kotor,” ucap Carolina, warga Kelurahan Tanjung Gusta, Kecamatan Medan Helvetia, Kota Medan.
Bantuan Pemerintah Belum Sampai, Semua Swadaya Masyarakat
Begitu juga dengan ratusan warga yang mengungsi di Mesjid At-Tarbiyah, Marelan, yang belum menerima bantuan Pemerintah.
Mereka sejauh ini hanya mendapat uluran tangan swadaya masyarakat. Penasehat masjid bermarga Butar-butar mengatakan, warga yang mengungsi di masjid tersebut awalnya mencapai 700 orang, namun sebagian sudah pulang.
Pengungsi yang masih bertahan di rumah ibadah tersebut adalah warga yang rumahnya masih terendam banjir.
“Jadi, bantuan pemerintah belum ada. Ini semua dari swadaya masyarakat. Mudah-mudahan ada perhatian Pemerintah, kita syukuri,” ucapnya di teras masjid At-Tarbiyah, Pasar IV, Lingkungan VIII, Kelurahan Terjun, Kecamatan Medan Marelan.
Puluhan Ribu Orang Terdampak
Banjir yang melanda Kota Medan pada Kamis (27/11/2025) dini hari menyebabkan puluhan ribu masyarakat terdampak dan harus tinggal di posko darurat serta lokasi pengungsian lainnya.
Wali Kota Medan, Rico Tri Putra Bayu Waas, mengatakan hampir seluruh Kota Medan, 21 Kecamatan terendam banjir dan jumlah masyarakat yang mengevakuasi diri, menurut data mereka, sekitar 85 ribu jiwa.

Pengungsi di Pedalaman Aceh Utara Krisis Logistik
Sementara itu, sejumlah pengungsi korban banjir di Kecamatan Pirak Timu, Kabupaten Aceh Utara, Provinsi Aceh, pada Sabtu (29/11/2025) mulai kehabisan bahan makanan. Sejumlah lokasi pengungsian di Desa Rayeuk Pange, Ara Tonton, Teupin U, dan Desa Alue Bungkoh, Kecamatan Pirak Timu, Aceh Utara, kesulitan mendapatkan bahan makanan.
“Kalau beras kami aman. Karena ada stok di rumah yang kita bawa ke lokasi pengungsian. Namun bahan lainnya, telur, minyak goreng, dan lainnya, semua toko di kecamatan ini sudah habis,” kata Faisal Razi, Sabtu. Lokasi itu merupakan salah satu lokasi pedalaman dalam Kabupaten Aceh Utara.A
kses jalan menuju kawasan itu masih terendam banjir. Listrik padam dan sinyal handphone tidak ada sama sekali.
“Sudah dua hari kehabisan barang dagangan di sejumlah toko. Ini kami coba cari ke kecamatan lain untuk bahan makanan,” katanya.
Sebelumnya diberitakan, saat ini banjir juga merendam Kabupaten Aceh Timur, Kota Lhokseumawe, Kabupaten Bireuen, Kota Langsa, Pidie, Pidie Jaya, dan Kabupaten Aceh Utara.
Pengakuan menyakitkan juga datang dari korban banjir parah di Desa Blang Awe, Kabupaten Pidie Jaya (Pijay). Mereka juga hingga saat ini terus mengharapkan bantuan.
Di Desa Blang Awe, puluhan rumah warga saat ini dalam kondisi terendap lumpur sehingga warga terpaksa harus mengungsi ke rumah keluarga dan tenda pengungsian.
Salah seorang warga, Nora, mengaku sudah empat hari mengungsi dalam kondisi berpindah-pindah dari rumah ke rumah warga dan saudara yang tidak terdampak banjir. Hanya Makan Mi Instan, Kekurangan Air Bersih Selama empat hari itu, bantuan makanan yang diterima masih sangat minim. Bahkan, untuk makan nasi hanya berharap dari sedekah orang lain.
“Selama ini makanan cuma mi instan. Ada nasi, itu pun dari sedekah warga lain,” ujarnya.
Kesulitan lainnya yang mereka hadapi saat ini adalah mengonsumsi air bersih. Menurut dia, sampai saat ini untuk kebutuhan semua belum tersedia.
“Untuk kebutuhan, kalau sekarang semua enggak ada. Air bersih, air minum juga tidak ada, susu untuk bayi, hingga pakaian,” ungkapnya.
Salah seorang warga lainnya, Asiah, mengatakan, dirinya dan keluarga saat ini sangat membutuhkan uluran tangan bantuan dari pihak luar.
“Bantuan makanan kami butuh sekali, sama air bersih,” ucapnya menangis.
Asiah menceritakan, saat ini barang-barang harta benda tidak ada yang selamat satu pun.
“Hanya ada baju di badan. Jilbab pun enggak ada. Saat ini rumah memang hancur semua, enggak ada sisa. Sekarang tinggal di rumah tetangga sementara. Ini baju pun punya tetangga kami pakai,” katanya.
Selain itu, kata Asiah, dampak banjir telah menghanyutkan semua berasnya yang baru saja panen.
“Baru siap panen kami, masih dalam rumah padi, sudah habis semua dibawa air. Harta benda pun enggak ada yang bisa diselamatkan. Kalau kami selamatkan barang, kami ikut terbawa banjir,” tuturnya.
Daftar Daerah Terisolir
Kepala Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) Letjen TNI Suharyanto menginstruksikan percepatan penanganan darurat bencana di 3 provinsi terdampak di Sumatera, yakni Aceh, Sumatera Utara (Sumut) dan Sumatera Barat (Sumbar).
Meski cuaca mulai membaik, sejumlah wilayah masih terisolasi dan belum dapat dijangkau melalui jalur darat, Sabtu (29/11/2025).
Ia menegaskan bahwa operasi penyelamatan, pemulihan akses komunikasi, dan distribusi logistik harus dipacu bersamaan.
“Saya menginstruksikan agar pencarian korban hilang, pemulihan komunikasi, dan pendistribusian logistik diprioritaskan,” ucapnya, Sabtu.
Akses Sibolga Terputus
Penanganan darurat di Sumatra Utara difokuskan pada wilayah yang hingga kini masih sulit dijangkau. BNPB mencatat Sibolga, Tapanuli Tengah (Tapteng), dan Tapanuli Selatan (Tapsel) sebagai titik paling terdampak. Di Sibolga, akses dari Tarutung masih tertutup material longsor.
“Akses menuju Sibolga dari Tarutung masih tidak bisa dilalui akibat beberapa titik jalanan tertimbun material longsor,” katanya lagi.
Kondisi serupa terjadi di sejumlah desa di Tapanuli Tengah yang hingga kini masih terisolasi.
Untuk menjangkau wilayah-wilayah ini, BNPB menyiagakan helikopter MI-17 dan dua helikopter lainnya guna mengangkut logistik dan peralatan ke permukiman terpencil.
Selain jalur udara, BNPB memutuskan mempercepat pendistribusian bantuan untuk Sibolga melalui jalur laut via Pelabuhan Jago-jago, dengan dukungan kapal milik TNI Angkatan Laut.

Di sisi lain, pemulihan jaringan komunikasi terus digenjot. Beberapa area di Sibolga, Tapanuli Tengah, dan Tapanuli Selatan masih mengalami gangguan, sehingga BNPB mengerahkan unit Starlink untuk memastikan akses komunikasi darurat tetap berjalan.
Sementara itu di Provinsi Aceh, sejumlah wilayah sudah dapat diakses kembali. Akses ke Aceh Tenggara, Gayo Lues, Aceh Besar, Aceh Barat, dan Pidie Jaya pulih pada Jumat (28/11/2025) malam.
Namun empat wilayah lain, yakni: Aceh Tengah, Aceh Tamiang, Langsa, dan Aceh Timur masih belum bisa dicapai melalui jalur darat akibat banjir dan longsor yang merusak ruas jalan utama.
Pengiriman Logistik Melalui Laut
Untuk menjangkau lokasi tersebut, BNPB mengerahkan satu pesawat Caravan dan 6 helikopter, terdiri dari 3 helikopter TNI dan 3 helikopter BNPB, guna mendistribusikan logistik permakanan dan peralatan darurat dari udara. Khusus untuk wilayah pesisir dan Lhokseumawe,
BNPB juga menyiagakan kapal cepat untuk memperkuat suplai bantuan. Upaya pemulihan komunikasi turut digencarkan melalui distribusi 28 unit Starlink dan 33 genset. Pemerintah juga membuka empat dapur umum dan menangani kelangkaan BBM bersama Pertamina.
Koordinasi Terus Diperkuat
BNPB memastikan seluruh operasi SAR, perbaikan akses, dan pemulihan logistik dilakukan paralel. Suharyanto menegaskan bahwa operasi pencarian korban hilang di Sumatra Utara, terutama di Sibolga, Tapanuli Tengah, dan Tapanuli Selatan, terus dilaksanakan tanpa henti.
“Operasi SAR agar diupayakan selama 24 jam,” pungkasnya.
Korban Bencana Banjir dan Longsor di Sumbar Tembus 90 Orang

Sementara itu dilaporkan, jumlah korban bencana ekologis di Sumatra Barat terus bertambah. Hingga Sabtu (29/11), Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) mencatat 90 orang meninggal dunia, 85 orang masih hilang, dan 10 orang mengalami luka-luka.
Angka ini menjadikan Sumbar sebagai salah satu wilayah dengan dampak paling berat dalam rangkaian bencana yang juga melanda Sumatra Utara dan Aceh.
Kepala BNPB Letjen TNI Suharyanto menegaskan bahwa operasi darurat terus dipacu, dengan prioritas pada pencarian dan pertolongan korban, pemenuhan kebutuhan pengungsi, dan pembukaan akses wilayah terisolir.
“Korban jiwanya ada 90 yang meninggal dunia, 85 hilang, dan 10 luka-luka,” ujar Suharyanto.
Sebanyak 11.820 kepala keluarga atau sekitar 77.918 jiwa di Sumatra Barat terpaksa mengungsi. Kota Padang dan Kabupaten Pesisir Selatan tercatat sebagai daerah dengan jumlah pengungsi terbanyak.
Ruas-ruas jalan provinsi dan nasional mengalami kerusakan parah, terutama akibat longsor dan jembatan yang putus, membuat sejumlah wilayah sulit dijangkau sejak hari pertama bencana.

Meski demikian, pengiriman logistik mulai menunjukkan progres. Bantuan dari Padang Pariaman dan Pesisir Selatan telah sampai ke sejumlah titik prioritas, sementara delapan titik tambahan sedang dipenuhi dengan pengawalan ketat.
BNPB juga menempatkan 24 personel pendamping di Sumbar. Bantuan darurat dari Presiden yang berisi alat komunikasi, genset, tenda, LCR, serta ribuan paket makanan siap saji telah tiba di BIM.
Pesawat Caravan dan helikopter Bell 505 dikerahkan untuk mempercepat distribusi ke daerah yang sepenuhnya terisolir. (Web Warouw)

