JAKARTA – Pemerintah mengusulkan agar Undang-Undang (UU) diluar Kitah Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) yang mengatur kurungan dan denda sekaligus, diubah setiap ancamannya menjadi alternatif. Oleh karenanya, setiap frasa kurungan dan denda diubah menjadi kurungan dan/atau denda.Sehingga, tidak lagi bersifat kumulatif.
Hal itu disampaikan Wakil Menteri Hukum (Wamenkum) Edward Omar Sharif Hiariej saat menyampaikan poin-poin dalam Rancangan Undang-Undang (RUU) Penyesuaian Pidana yang kini dibahas bersama Komisi III DPR RI.
Karena bersifat alternatif, Wamenkum menjelaskan, hakim dalam putusannya bisa memilih atau mengganti pdana kurungan menjadi denda.
“Jadi memberikan kebebasan kepada hakim tetapi kita tidak perlu khawatir karena di dalam KUHP baru itu ada pedoman pemidanaan,” ujar pria yang karib disapa Eddy itu dalam rapat di Kompleks Parlemen, dikutip Bergelora.com di Jakarta, Kamis (27/11/2025).
Eddy mencontohkan, Pasal 41 Ayat 2 UU Nomor 28 Tahun 2007 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan. Pasal tersebut memuat aturan pidana kurungan paling lama satu tahun dan denda 25 juta.
“Itu kemudian diubah, pejabat yang karena kealpaanya blablabla, dimasukkan dipidana dengan pidana denda paling banyak kategori ketiga,” katanya.
Dengan adanya penggantian tersebut, Eddy mengatakan, ribuan peraturan daerah (Perda) yang masih memuat pidana kurungan akan disesuaikan menjadi pidana denda.
“Jika perda itu dia pidana kurungan tunggal, maka dikonversi menjadi denda. Kalau pelakunya orang perseorangan, maka paling banyak kategori kedua, berarti Rp 10 juta. Tapi kalau pelakunya korporasi, itu diubah menjadi paling banyak kategori kelima yaitu sekitar Rp 500 juta,” jelas Eddy.
Lebih lanjut, Eddy menyebut, ketentuan baku mengenai pidana denda sudah diatur berdasarkan delapan kategori di KUHP baru. Oleh karena itu, dia menegaskan bahwa konversi pidana kurungan menjadi denda yang diusulkan akan mengacu ke KUHP.
“Pidana denda ini sudah baku di dalam KUHP kita, yaitu kategori 1 sampai dengan kategori 8. Kategori 1 itu maksimumnya Rp 1 juta, kemudian Rp 10 juta, Rp 50 juta, Rp 200 juta, Rp 500 juta, Rp 2 miliar, Rp 5 miliar dan Rp 50 miliar,” katanya.
Usul Hapus Ancaman Pidana Minimal
Tak hanya mengusulkan mengganti pidana penjara dengan denda, Pemerintah juga mengusulkan penghapusan seluruh ketentuan pidana minimal khusus dalam UU di luar KUHP baru.
“Bapak-Ibu, terkait Undang-Undang di luar KUHP yang terdapat dalam bab 1, yaitu terkait pidana minimum khusus, ini dihapus. Kecuali untuk tindak pidana HAM berat, tindak pidana terorisme, tindak pidana pencucian uang, dan korupsi,” ujar Eddy.
Dia memberi contoh, ketentuan pidana minimum yang dihapus dalam usulan pemerintah. Misalnya pada Pasal 111 UU Narkotika yang mengatur ancaman pidana minimal 4 tahun penjara dan maksimal 12 tahun penjara.
“Setiap orang tanpa hak atau melawan hukum, menanam, memelihara, dan seterusnya, itu pidana minimumnya paling singkat 4 tahun, maksimumnya 12 tahun. Tetapi kemudian di dalam usulan kami ini pidana minimumnya dihapus,” katanya.
Menurut Eddy, usulan menghapus pidana minimum bertujuan mengurangi kelebihan kapasitas (overcrowding) lembaga pemasyarakatan (lapas), yang hingga kini didominasi narapidana kasus narkotika.
“Padahal, mohon maaf, barang bukti yang disita itu kan 0,2 gram, 0,3 gram, tapi harus mendekam 4 tahun, karena ada ancaman minimumnya. Oleh karena itu, ancaman minimumnya kita hapus, tetapi untuk maksimumnya itu tetap. Jadi semua dikembalikan kepada pertimbangan hakim,” ujarnya.
Pembahasan RUU Penyesuaian Pidana Dikebut
Sebelumnya dilaporkan, Komisi III DPR RI dan pemerintah tengah mengebut pembahasan RUU Penyesuaian Pidana agar bisa rampung dalam pekan ini.
Wakil Ketua Komisi III DPR RI Dede Indra Permana Soediro mengatakan, hasil pembahasan yang dimulai pada Selasa (15/11/2025) bisa langsung disepakati pada 1 Desember 2025, dan dibawa ke rapat paripurna DPR RI pada pekan depan.
“Tanggal 25-26 November 2025 rapat Panja RUU tentang Penyesuaian Pidana. Setelahnya, tanggal 27 November 2025 rapat Tim Perumus dan Tim Sinkronisasi RUU tentang Penyesuaian Pidana,” ujar Dede dalam rapat di Gedung DPR RI pada 24 November 2025.
“Tanggal 1 Desember 2025 rapat kerja pembahasan tingkat 1 atau pengambilan keputusan atas RUU tentang Penyesuaian Pidana,” katanya lagi.
Dalam kesempatan yang sama, Wamekum Eddy menjelaskan bahwa RUU Penyesuaian Pidana terdiri atas tiga bab dan disiapkan sebagai aturan turunan dari KUHP.
“Bapak Ibu Pimpinan dan anggota Komisi III DPR RI yang kami muliakan, secara garis besar RUU ini berisi 3 Bab. Bab I Penyesuaian Pidana dalam Undang-Undang di luar KUHP,” ujar Eddy. (Web Warouw)

