Rabu, 1 Oktober 2025

PENTING BANGET NIH..! 10 Usul Kementerian HAM soal RUU KUHAP: Sorot Penangkapan, Penahanan, hingga Penyadapan

JAKARTA – Kementerian Hak Asasi Manusia (HAM) mengusulkan 10 rekomendasi terkait penyusunan Rancangan Undang-Undang (RUU) Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP).

Sebanyak 10 poin usulan ini disampaikan oleh Wakil Menteri Hak Asasi Manusia (HAM), Mugiyanto, dalam Rapat Dengar Pendapat Umum (RDPU) Komisi III DPR RI.

“Ada 10 isu yang kami identifikasi sebagai isu yang krusial terkait hak asasi manusia dalam RUU KUHAP,” kata Mugiyanto di Ruang Rapat Komisi III DPR RI, Jakarta, Senin (22/9/2025).

1. Penangkapan

Pertama, ia menyorot soal penangkapan. Menurutnya, poin soal penangkapan dalam RUU KUHAP hanya mensyaratkan cukup alasan tanpa standar yang jelas atau terlalu umum.

“Rekomendasi kami adalah untuk memperjelas bukti permulaan yang sahih, wajib pencatatan perinci, dan bawa ke hakim maksimum 48 jam,” ucap Mugiyanto.

2. Penahanan praperadilan

Kedua, soal penahanan praperadilan dalam RUU KUHAP dinilai terlalu umum. Kementerian HAM pun menyarankan supaya diterapkan prinsip least restrictive measures dengan alternatif adanya jaminan, wajib lapor, larangan bepergian, dan lain-lain, sesuai dengan International Covenant on Civil and Political Rights (ICCPR).

3. Alasan Penahanan

Kemudian, soal alasan penahanan juga dinilai terlalu abstrak atau generik.

“Kami merekomendasikan supaya rumusannya dibuat lebih spesifik, terukur, dan dapat diverifikasi. Ini sesuai dengan Konvensi Anti Penyiksaan Pasal 2 dan 11 yang menegaskan penahanan tanpa dasar yang jelas membuka ruang penyiksaan,” imbuhnya.

4. Evaluasi Penahanan

Keempat, tentang evaluasi penahanan. Mugiyanto menyebut Pasal 29 RUU KUHAP hanya memuat evaluasi tanpa frekuensi yang jelas. Kementerian HAM pun merekomendasikan adanya evaluasi secara berkala, misalnya ditetapkan tiap dua bulan, substansial dengan kehadiran penasihat hukum.

5. Pemisahanan Tahanan

Kementerian HAM juga melarang adanya tahanan di kantor penyidik serta pemisahan tahanan praperadilan dan narapidana. Sebab, Pasal 31 tidak mengatur pemisaha tahanan praperadilan.

“Rekomendasi kami adalah larangan ditahan di kantor penyidik, wajib pemisahan tahanan praperadilan dan narapidana sesuai dengan ICCPR Pasal 10, serta Mandela Rules, serta Konvensi Anti Penyiksaan Pasal 11,” tuturnya.

6. Penahanan Sewenang-wenang Dan Kompensasi

Keenam, ia menyorot soal penahanan sewenang-wenang dan kompensasi. Kementerian HAM menyarankan agar ditambahkan mekanisme kompensasi yang segera, efektif, dan mencakup pemulihan penuh.

7. Otoritas Penahanan

Kemudian, Mugiyanto menekankan soal otoritas penahanan, khususnya soal peran dominan pada penyidik dan penuntut.

“Rekomendasi kami hanya hakim yang independen yang boleh memperpanjang penahanan,” lanjutnya.

8. Bantuan Hukum

Terkait bantuan hukum dalam Pasal 54 juga menjadi sorotan Kementerian HAM. Rumusan Pasal 54 tersebut dinilai rumusan umum, sehingga ia menyarankan adanya akses sejak awal penangkapan, komunikasi privat, dan penasihat hukum yang efektif.

9. Bukti dari Penyiksaan

Selanjutnya, Kementerian HAM menyoroti pengambilan barang bukti hasil penyiksaan.

“Terkait Pasal 184 yang belum tegas melarang bukti hasil penyiksaan. Ini rekomendasi kami adalah penting untuk menegaskan adanya exclusionary rule, larangan mutlak bukti dari proses penyiksaan,” tambahnya.

10. Penyadapan

Poin terakhir adalah soal penyadapan. Kementerian HAM menyarankan agar ada izin hakim dan pengawasan yang kuat terkait hal ini.

“Belum ada pengawasan judicial yang kuat. Rekomendasi kami adalah kewajiban adanya izin dari hakim hanya untuk tindak pidana serius, jangka waktu terbatas, adanya aspek akuntabilitas, dan pemberitahuan pasca penyadapan,” tuturnya. (Web Warouw)

Artikel Terkait

Stay Connected

342FansSuka
1,543PengikutMengikuti
1,120PelangganBerlangganan

Terbaru