JAKARTA- Di Masjid Yinta jantungnya Muslim Tiongkok, Seorang perempuan bernama, Tian Xinghong mengajarkan kitab suci Al-Qur’an kepada muslimah lainnya setiap pagi pukul 06:30-09:30. Usianya masih 28 tahun. Mengenakan jubah hitam dan jilbab merah jambu, Tian Xinhong sudah memiliki 60 siswa di masjid Wuzhong daerah otonom Ningxia Hui Tiongkok barat laut, tempat banyak etnis minoritas Muslim Hui tinggal.
Peran imam perempuan ini ditulis oleh Harian China Daily, 13 Oktober lalu, diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia dan disebarkan oleh [email protected] ke berbagai milis internasional berbahasa Indonesia.
Meskipun muslimah Tiongkok berdoa di rumah, Tian juga memimpin mereka dalam doa dan nyanyian pada acara-acara khusus seperti festival, baik di masjid perempuan atau masjid di daerah terlarang lainnya bagi perempuan.
Tian Xinhong adalah imam perempuan, atau ahong, diucapkan ah-hung, dari Bahasa Persia ‘Akhund’ yang artinya “belajar.” Imam perempuan seperti di Tiongkok ini, jarang terjadi di negara-negara Arab. Ini adalah sebuah bentuk inovasi.
Tian dilahirkan dalam keluarga yang taat beragama. Neneknya adalah salah satu imam perempuan pertama di Ningxia.
Tian dikirim ke masjid setempat pada usia 12 tahun untuk belajar kitab suci agama Islam dan studi lanjutnya di sekolah-Arab Tiongkok untuk anak perempuan di provinsi tetangga Gansu pada tahun 2001, di mana ia belajar Islam dan bahasa Arab.
Pada tahun 2003, Tian lulus tes kualifikasi yang diselenggarakan oleh Asosiasi Islam Daerah untuk menjadi ahong. Lebih dari 300 Muslim mengikuti ujian kualifikasi tersebut dan, dari lima pelamar perempuan, Tian adalah satu-satunya yang lulus.
“Banyak dari kaum muslimah tidak memiliki banyak pendidikan formal, terutama para orang tua. Meskipun mereka adalah Muslim, mereka tidak tahu apa-apa tentang Qur’an. Saya ingin mengajarkan kepada mereka kitab-kitab suci dan berharap mereka dapat terinspirasi, berpikir secara mandiri dan memiliki karir mereka sendiri, ” katanya.
Suami Tian adalah imam di Masjid Wunan, masjid terbesar di kota tersebut. Selain bekerja untuk agamanya, Tian masih tetap mengurus dua anak mereka.
Di akhir Dinasti Ming (sekitar abad ke-17), kaum Muslim mendirikan sekolah bagi perempuan dan anak perempuan di seluruh negeri. Inilah yang kemudian menjadi masjid bagi perempuan yang dijalankan oleh para imam perempuan di akhir Dinasti Qing (sekitar abad ke-19). Imam perempuan kemudian menyebar ke seluruh masyarakat Muslim Tiongkok.
Revolusi Kebudayaan
Selama Revolusi Kebudayaan (1966-1976), agama dilarang di Tiongkok. Kemudian dihidupkan kembali pada 1980-an, yang menyebabkan meningkatnya jumlah umat Buddha, Tao, Muslim dan Kristen, di antara agama-agama lain. Dorongan pemerintah Tiongkok untuk kesetaraan gender ikut membantu memperluas peranan kaum perempuan Muslim.
Namun, imam perempuan Tiongkok tidak memiliki status yang sama dengan para pemimpin doa laki-laki. Mereka tidak memimpin salat. Shalat lima waktu merupakan salah satu kewajiban yang paling penting bagi kaum Muslim. Doa-doa disalurkan melalui pengeras suara ke masjid perempuan dari masjid terdekat untuk pria.
Namun, para imam perempuan membimbing muslimah lainnya dalam ibadah dan merupakan pemimpin spiritual utama bagi para perempuan di komunitas mereka. Di masjid perempuan, perempuan dapat mempelajari Qur’an dan ajaran Islam, serta bahasa Arab.
Di distrik Litong kota Wuzhong, di mana Tian tinggal, ada 12 ahong perempuan dari 600 ahong terdaftar tahun 2013, kata Tian Xuewu, seorang pejabat distrik administrasi urusan agama.
“Apakah itu laki-laki atau perempuan, siapa pun yang dapat mengajarkankan kitab suci agama Islam dan pengetahuan agama Islam mereka adalah ahong yang kami hormati,” kata Du Shaocheng, yang sedang berdoa di Masjid Yinta.Â
Sebagai negara sosialis, Tiongkok adalah salah satu negara yang telah berhasil melindungi dan mengembangkan kehidupan antar agama dikalangan rakyat. Rakyat Tiongkok hidup saling menghargai dan menghormati dibawah kepemimpinan pemerintah dan Partai Komunis Cina (Tiara Hidup)