JAKARTA- Perpanjangan kontrak Freeport adalah bentuk penghianatan Pemerintahan Joo Widodo terhadap ajaran Trisakti Bung Karno yang selama ini menjadi platform Joko Widod saat melakukan kampanye. Dengan perpanjangan Freeport makan tidak akan pernah ada kedaulatan politik dan berdikari secara ekonomi seperti yang sering dijanjikan pendukung Joko Widodo. Hal ini ditegaskan oleh Ketua DPP Gerindra, FX. Arief Poyuono kepada Bergelora.com di Jakarta, Minggu (25/1).
“Selain berkhianat terhadap Trisakti, Jokowi juga melanggar konstitusi dengan memperpanjang kontrak Freeport,” tegasnya.
Menurutnya ada tiga alasan utama penolakan perpanjangan kontrak tersebut. Pertama, pasal 169 ayat (B) Undang-undang Mineral dan Batubara mengamanatkan, kontrak karya akan tetap dihormati hingga masa berakhirnya.
“Amanah itu harus dihormati karena Undang-undang Minerba merupakan pengejawantahan kehendak dari masyarakat Indonesia. Yaitu, agar presiden mempunyai kewajiban memegang teguh sesuai sumpahnya ketika dilantik,” tegasnya.
Kedua, lanjutnya, Freeport sudah terlalu banyak menikmati kekayaan yang seharusnya digunakan sebesar-besarnya kemakmuran rakyat Indonesia. Apalagi, Freeport hingga saat ini enggan untuk transparan terhadap keuntungan yang diperoleh.
“Terakhir, bila perpanjangan diluluskan oleh pemerintah atas desakan pemerintah AS berarti negara Paman Sam tersebut telah menerapkan politik adu domba. Yaitu, antara pemerintah RI dengan rakyatnya sendiri,” ujarnya.
Selain ketiga hal tersebut Freeport selama beroperasi juga sudah banyak melanggar Keselamatan dan Kesehatan Kerja seperti insiden runtuhnya terowongan Big Gossan milik PT Freeport Indonesia di Timika, Papua, pada 14 Mei 2013, yang mengakibatkan 28 orang tewas.
“Serta kerusakan lingkungan yang sangat parah dibumi Papua dan tidak sebanding dengan royalti yang diterima masyarakat Papua, yang saat ini kehidupan sosialnya masih jauh tertinggal baik dari sisi pendidikan, kesejahteraan serta fasilitas kesehatan,” jelasnya.
Tidak dibangunnya smelter oleh Freeport selama ini juga bentuk pelanggaran UU serta sebagai cara untuk Freeport menyembunyikan hasil eksploitasinya serta penghindaran dari pengenaan pajak pertambahan nilai.
“Dalam kontrak perpanjangan Freeport yang baru ditanda tangani ada klausul 2017 Freeport membangun Smelter pasti akan diabaikan oleh Freeport dengan berbagai alasan kepada pemerintah Indonesia,” jelasnya.
Negara Kalah Kuat
Sementara itu Direktur Eksekutif Indonesia Mining and Energy Studies (IMES), Erwin Usman kepada Bergelora.com di Jakarta, Minggu (25/1) menyampaikan, dalam amanat Undang-undang No.4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara (Minerba) Jo. PP No.1/2014 dan Permen ESDM No.1/2014, bahwa sejak tanggal 12 Januari 2014, dilarang ada kegiatan ekspor minerba dalam wujud raw material/ore, sebelum dilakukan pengolahan dan pemurnian melalui smelter. Selain, itu, ada 5 syarat yang harus dipenuhi.
“Aturan hukum ini ternyata tak berlaku bagi Freeport dan Newmont Nusa Tenggara. Hanya bermodal MOU, Freeport kembali bisa beroperasi hingga 6 bulan ke depan. Ini terjadi setelah big boss PTFI James Robert (Jim Bob) Moffett langsung dari AS, datangi menteri ESDM, pada Kamis (22/1),” ujarnya terpisah.
Untuk itu pihaknya meminta KPK dan Polri bersatu untuk mengusut tindakan melawan hukum yang dilakukan oleh Menteri ESDM ini.
“Sejak tahun 1967, Freeport selalu merasa lebih kuat dan superior dibanding Negara ini, karena lemahnya aparat penegak hukum kita di depan petinggi Freeport,” ujarnya.
Menurutnya PTFI juga tahu, lemahnya persatuan nasional, jika menyangkut soal penegakan hukum atas korporasi asing. Apalagi saat ini, PTFI dipimpin mantan Wakil Ketua BIN Ma’roef Sjamsoeddin.
“Kita minta Presiden Jokowi agar mengusut soal ini, dan periksa Menteri ESDM Sudirman Said dan Dirjen Minerba R Sukhyar. Jika ditemukan kesalahan, segera diganti dan diproses hukum,” tegasnya. (Web Warouw)