Jumat, 4 Juli 2025

Waduuuh..! Pilkada 2018, Korban Pelecehan Seksual Dipaksa Maklum

Sarah Lery Mboeik, mantan anggota Dewan Perwakilan Daerah (DPD)- RI. (Ist)

JAKARTA- Angka pelecehan seksual/kekerasan pada perempuan sangat tinggi di daerah disebabkan budaya patriarki yang kuat melindungi pelaku kejahatan. Jika ada pelecehan seksual/kekerasan pada perempuan bisa terpilih jadi kepala daerah dalam Pilkada Serentak 2018 yang akan datang, maka kejahatan sejenis akan lebih mudah terlindungi. Hal ini disampaikan oleh Sarah Lery Mboeik, mantan anggota Dewan Perwakilan Daerah (DPD)- RI ketika dihubungi dari Jakarta, Sabtu (27/1).

ā€œKaum patriarki merasa nyaman dengan situasi ini. Bahkan korban harus dipaksa menerima pemakluman sampai tak berdaya. Dalam aspek penegakan hukum pun masih bermasalah sehingga pelaku tak akan pernah jera,ā€ ujarnya menjawab mengapa di daerah masih banyak terjadi kasus-kasus pelecehan seksual/kekerasan pada kaum perempuan.

Menurutnya, masyarakat dan kebanyakan korban beserta keluarga korban menilai pelecehan seksual/kekerasan pada kaum perempuan sebagai sesuatu yang wajar dan menyalahkan kaum perempuan.

ā€œSehingga banyak kasus tidak terungkap. Atau bila diungkap ditutup kembali sehingga tidak menjadi pelajaran bagi masyarakat dan tidak membawa efek jera,ā€ tegasnya.

Sarah Lery Mboeik menjelaskan, pelecehan seksual/kekerasan pada kaum perempuan adalah soal  dominasi laki-laki yang dimaklumkan oleh sistim masyarakat yang berlaku.

ā€œMasalah kekuasaan pada laki-laki  berpotensi berujung pada amarah dan sampai merasa inferior atau tidak berdaya. Itulah yang mendorong lelaki menunjukkan kekuasaannya dengan cara memperkosa,ā€ jelasnya.

Disisi lain, lolosnya beberapa calon kepala daerah yang pernah melakukan pelecehan seksual/kekerasan pada kaum perempuan disebabkan Undang-Undang kekerasan Dalam Rumah Tangga (KDRT) dan KUHP sendiri tidak konsisten dilaksanakan.

Kampanye anti calon kepala daerah yang terlibat pelecehan seksual/kekerasan pada kaum perempuan yang beredar di media sosial (Ist)

ā€œSehingga perempuan korban pelecehan seksual/kekerasan kesulitan melaporkan kasus yang yang dialami dan masih banyak korban yang tidak tahu ke mana harus melapor dan mendapatkan pendampingan hukum. Mereka pun menerima intimidasi dari pelaku,ā€ jelasnya.

Kasus Mengendap

Kepada Bergelora.com sebelumnya dilaporkan, pernah diberitakan, Komisi III DPR-RI pernah menangani kasus pelecehan seksual yang dilakukan oleh seorang pejabat daerah yang saat ini mencalonkan diri kembali dalam Pilkada Serentak 2018.

Namun dalam http://www.tribunnews.com/regional/2017/03/01/terkait-laporan-pelecehan-yang-dilakukan-gubernur-lampung-ini-kata-desmon-j-mahesa?page=2 dilaporkan pejabat tersebut tidak datang saat dipanggil oleh Komisi III DPR-RI.  Setelah itu kasus mengendap, sampai Pilkada Serentak 2018 seperti yang diberitakan  dalam http://lampung.tribunnews.com/2017/04/03/dugaan-pelecehaan-seksual-ridho-ficardo-anti-kimaks-komisi-iii-dpr-hentikan-kasus

Sarah Lery Mboeik juga melaporkan adanya calon kepala daerah di NTT yang juga pernah terlibat pelecehan dan kekerasan terhadap kaum perempuan yang hingga saat ini berhasil ditutupi media massa.

Sementara itu, Menteri PPPA Yohana Yembise dalam Raker di Gedung DPR RI, Senayan, Jakarta, Rabu (24/01) menjelaskan, kondisi perempuan dan anak selama ini masih jauh dari harapan, bahkan seringkali melampaui batas-batas kemanusiaan. Tahun 2017 terjadi 15.759 kasus dengan korban 17.054 dimana 3.742 laki-laki dan 13.312 perempuan

Survey pengalaman hidup perempuan tahun 2016 angka kekerasan pada perempuan sangat tinggi, sebesar 33,4 persen atau 1 diantara 3 perempuan mengalami kekerasan. Jika dihitung jumlah penduduk tahun 2016 sebanyak 260 juta orang maka jumlah perempuan yang mengalami kekerasan sekitar 43 juta orang.

ā€œKekerasan selalu menimbulkan akibat buruk secara fisik, psikis bahkan secara ekonomi,ā€ tegasnya. (Web/Salimah)

 

Artikel Terkait

Stay Connected

342FansSuka
1,543PengikutMengikuti
1,120PelangganBerlangganan

Terbaru