KUPANG- Pemerhati masalah Laut Timor Ferdi Tanoni menuding PM Australia Tony Abbott melindungi para pelaku pencemaran minyak di Laut Timor yang secara perlahan telah membunuh warga Indonesia di Timor bagian barat NTT secara sistematis (genocide).
“Sejak meledaknya anjungan minyak Montara di Laut Timor pada Agustus 2009, belum ada satu pun upaya yang dilakukan oleh pemerintahan PM Tony Abbott dalam mengatasi masalah tersebut. Jika hal ini terus dibiarkan maka akan membawa derita yang berkepanjangan bagi rakyat di Timor barat,” kata Tanoni kepada Bergelora.com di Kupang, Selasa (17/2).
Tanoni yang juga Ketua Yayasan Peduli Timor Barat (YPTB) mengemukakan pandangannya tersebut berkaitan dengan langkah politik PM Tony Abbott yang telah menggunakan isu hukuman mati kepada dua bandar narkoba berkebangsaan Australia oleh Pengadilan Indonesia untuk mempertahankan posisinya sebagai Perdana Menteri Australia dengan berupaya menaikkan tingkat popularitasnya di mata rakyat Australia.
Pada pekan lalu, muncul mosi tidak percaya terhadap Tony Abbott dari partai koalisi yang dipimpinnya dan hampir saja Tony Abbott digulingkan.
Mosi tidak percaya itu dilakukan karena kepemimpinan Tony Abbott dinilai bukan saja merugikan Partai Koalisi ke depan, tetapi lebih dari itu justru sangat membahayakan Australia karena sikap masa bodoh, congkak dan arogansi yang tidak mau mendengar dan melihat perkembangan politik yang sedang terjadi.
“Kami juga tidak menghendaki adanya hukuman mati, namun Australia jangan membuat penekanan dan mengancam Pemerintah dan bangsa kami (Indonesia). Ancaman PM Australia ini sangat berlebihan dan sudah berada di luar batas kepatutan,” kata Tanoni menegaskan.
Dalam hubungan itu, Tanoni yang juga mantan agen imigrasi Kedubes Australia itu menuntut pertanggung jawaban Pemerintah Australia yang telah dengan sengaja meracuni Laut Timor pada 2009 dengan menyemprotkan bubuk kimia sangat beracun (dispersant) untuk menenggelamkan tumpahan minyak Montara ke dasar Laut Timor.
Dalam pandangan penulis buku “Skandal Laut Timor, Sebuah Barter Politik Ekonomi Canberra-Jakarta” itu pembiaran yang dilakukan Australia atas tragedi tumpahan minyak di Laut Timor tersebut merupakan sebuah tindakan kejahatan secara sistematis terhadap kemanusiaan yang tak jauh beda dengan apa yang disebut “Genocide”.
“Petaka tumpahan Minyak Montara bukan saja telah membunuh ratusan ribu mata pencaharian masyarakat miskin di daerah ini, tetapi lebih dari itu telah menciptakan penyakait-penyakit aneh yang membawa pada kematian rakyat Indonesia yang setiap hari berinteraksi dengan perairan di sekitar Laut Timor,” ujarnya.
Dalam kaitan dengan ini, Tanoni mendesak Menteri Luar Negeri untuk segera menyampaikan tuntutan rakyat Timor Barat dan NTT secara terbuka dengan meminta pertanggungjawaban PM Tony Abbott atas petaka tumpahan minyak di Laut Timor pada 2009 serta membatalkan seluruh perjanjian perairan antara RI-Australia yang telah dibuat antara tahun 1973 sampai 1997.
“Jika benar Pemerintah Australia murni memiliki kepedulian terhadap hak asasi manusia, mengapa PM Tony Abbott yang juga seorang mantan pendeta itu bertindak kejam dengan membiarkan ratusan ribu orang di Timor Barat dan di Nusa Tenggara Timur terus menderita akibat penyemprotan dispersant ke Laut Timor pada 2009,” katanya.
“Apakah karena kami bukan warga Australia sehingga harus diperlakukan seperti ini? PM Tony Abbott juga telah melecehkan Pemerintah dan Bangsa Indonesia dengan tidak menanggapi permintaan Pemerintah Indonesia pada September 2014 yang meminta kerja sama untuk menuntaskan petaka tumpahan minyak Montara,” ujarnya.
Tanoni juga menghimbau Sekretaris Jenderal PBB Ban Kie Moon untuk sesegera mungkin memberikan penekanan kepada Pemerintah Australia untuk mempertanggun jawabkan tindakan kejahatan terhadap kemanusiaan yang dilakukannya di Timor Barat dalam tragedi tumpahan minyak Montara itu. (Dian Dharma Tungga)